POKOK HALAL DAN
HARAM
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan
tentang pokok ajaran halal dan haram menurut agama Islam?” Syekh Yusuf Qardhawi
menjelaskannya.
1. Masalah halal dan haram seperti masalah yang lain, dapat menyesatkan masyarakat
jahiliah, sehingga mereka berani menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang
halal.
2. Keadaan yang sama pernah juga dialami oleh
golongan penyembah berhala dan ahli kitab.
3. Kesesatan ini akhirnya dapat menimbulkan suatu
penyimpangan yang ekstremis kanan maupun kiri.
4. Dalam kelompok kanan, misalnya: kaum brahmana
Hindu, para rahib Kristen dan beberapa golongan lain yang berprinsip menyiksa
dirinya dan menjauhi hal-hal yang baik rupa makanan, pakaian, dan nikmat dari Allah.
1) Kondisi ini mencapai puncaknya pada abad
pertengahan, sehingga beribu-ribu rahib mengharamkan barang yang halal dengan
sikap keterlaluan.
2) Bahkan di antara mereka ada yang menganggap dosa karena hkan mencuci dua
kaki, dan masuk kamar mandi dianggap dapat membawa kepada penyesalan dan
kerugian.
5. Dalam kelompok kiri, misalnya aliran Masdak
yang timbul di Parsi yang membolehkan kebebasan sangat meluas.
1) Kendali manusia dilepaskan, manusia boleh melakukan
apa pun yang dikehendakinya.
2) Bagi mereka, manusia boleh mengerjakan segalanya
bebas sebebas-bebasnya.
3) Tidak ada batasan apa pun, semuanya boleh melakukan apa pun.
4) Tidak ada kehormatan diri dan tak ada kesucian
lagi.
6. Bangsa Arab zaman Jahililah adalah contoh
konkret, tentang kacaunya dalam menentukan halal dan haramnya suatu benda dan perilaku
manusia.
7. Mereka membolehkan mengosumsi minuman keras,
makan riba yang berlipat-ganda, menganiaya wanita, membunuh anak mereka, dan
sebagainya.
8. Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 137.
وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
قَتْلَ أَوْلَادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ
ۖ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
Dan demikian pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari
orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk
membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agamanya. Dan kalau Allah
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan
apa yang mereka ada-adakan.
9. Para pemimpin mereka melalui berbagai cara memerintahkan
kaum bapak untuk membunuh anak-anak mereka dengan berbagai alasan:
1) Takut miskin harta
2) Takut tercela, jika terlahir bayi wanita.
3) Untuk mendekatkan kepada Tuhan, dengan
mengorbankan anaknya.
10. Yang sangat mengherankan adalah mereka membolehkan
membunuh anaknya, dengan cara dipotong atau dengan ditanam hidup-hidup, tetapi
justru mengharamkan beberapa makanan dan hewan yang baik.
11. Dan yang lebih mengherankan lagi, semuanya
dikerjakan karena dianggapnya sebagai hukum agama dan dinisbatkannya kepada
Allah.
13. Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 138.
وَقَالُوا
هَٰذِهِ أَنْعَامٌ وَحَرْثٌ حِجْرٌ لَا يَطْعَمُهَا إِلَّا مَنْ نَشَاءُ بِزَعْمِهِمْ
وَأَنْعَامٌ حُرِّمَتْ ظُهُورُهَا وَأَنْعَامٌ لَا يَذْكُرُونَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا
افْتِرَاءً عَلَيْهِ ۚ سَيَجْزِيهِمْ بِمَا كَانُوا يَفْتَرُونَ
Dan
mereka mengatakan: "Inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang;
tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki" menurut
anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan
binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya,
semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas
mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.
14. Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 140.
15.
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلَادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ
عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِ ۚ قَدْ
ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
Sesungguhnya rugi orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan
lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan
kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya
mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.
16. Kedatangan Islam langsung dihadapkan dengan
kesesatan dan ketidakberesan dalam masalah halal dan haram ini.
17. Pertama
kali undang-undang yang dibuat guna memperbaiki kondisi sangat membahayakan ini
dengan membuat sejumlah Pokok Peraturan sebagai standar untuk dijadikan
landasan menentukan halal dan haram.
18. Seluruh masalah yang timbul, dapat
dikembalikan kepadanya dan semua neraca kejujuran dapat ditegakkan.
19. Dengan ajaran islam maka keadilan dan
keseimbangan menyangkut halal dan haram dapat dikembalikan.
20. Umat Islam menduduki posisi pertengahan,
sebgai “ummatan wasatha” di antara ekstrimis kanan dan ekstrimis kiri.
21. Umat
Islam bertugas sebagai ummat pilihan (khaira ummah) yang diketengahkan ke
hadapan umat manusia.
22. Al-Quran
surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 143 menyatakan umat Islam adalah “ummatan
wasatha”.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ
أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا
إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ
عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ
رَحِيمٌ
Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikanmu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah; dan Allah
tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.
23. Pada
awalnya, kata “wasath” artinya “semua yang baik sesuai dengan objeknya” dan
“sesuatu yang baik yang berada pada posisi di antara dua ekstrem”.
1) Keberanian
adalah “pertengahan sifat ceroboh dan takut”.
2) Kedermawanan
adalah “pertengahan antara sikap boros dan kikir”.
3) Kesucian
adalah “pertengahan antara kedurhakaan karena dorongan nafsu yang menggebu dan
impotensi”.
24. Kata
“wasath” berkembang maknanya menjadi “tengah”, orang yang menghadapi dua pihak
bermusuhan dituntut untuk menjadi “wasath” (wasit) dan berada pada posisi
tengah agar berlaku adil, lalu muncul makna “wasath” (adil).
25. Yang
dimaksudkan “ummatan wasatha” adalah umat yang moderat, dan posisinya berada di
tengah-tengah, agar dapat dilihat oleh semua pihak dari segenap penjuru.
26. Umat
Islam adalah “ummatan wasatha” artinya umat Islam menjadi “syuhada” (saksi),
serta menjadi teladan dan “patron” (pola) bagi yang lain, dan pada saat yang
sama umat Islam menjadikan Nabi Muhammad sebagai contoh teladan dan saksi
pembenaran bagi semua aktivitasnya.
27. Keberadaan
umat Islam dalam “posisi pertengahan” menyebabkan umat Islam tidak seperti umat
yang hanyut oleh materialisme dan kebendaan semata, serta tidak mengantarnya
membumbung tinggi ke alam rohani saja yang tidak berpijak di bumi.
28. Posisi
pertengahan menjadikan umat Islam harus mampu memadukan aspek jasmani, rohani,
material, dan spiritual dalam segala sikap, perilaku, kegiatannya.
29. Posisi
umat Islam sebagai “ummat wasathiyat” (umat moderat dalam posisi pertengahan),
maka mengundang umat Islam untuk berinteraksi, berdialog, dan terbuka dengan
semua pihak dalam berbagai agama, budaya, dan peradaban.
30. Umat
Islam tidak dapat menjadi saksi yang baik dan berlaku
adil, apabila umat Islam bersikap tertutup atau menutup diri dari lingkungan
dan perkembangan zaman.
Daftar
Pustaka
- Qardhawi, Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi.
Halal dan Haram dalam Islam. Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy. Penerbit:
PT. Bina Ilmu, 1993.
- Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
- Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai
Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
- Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
- Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
0 comments:
Post a Comment