Saturday, June 8, 2019

2423. POKOK HALAL HARAM


POKOK HALAL DAN HARAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pokok ajaran halal dan haram menurut agama Islam?” Syekh Yusuf Qardhawi menjelaskannya.
1.    Masalah halal dan haram seperti masalah yang lain, dapat menyesatkan masyarakat jahiliah, sehingga mereka berani menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal.
2.    Keadaan yang sama pernah juga dialami oleh golongan penyembah berhala dan ahli kitab.
3.    Kesesatan ini akhirnya dapat menimbulkan suatu penyimpangan yang ekstremis kanan maupun kiri.
4.    Dalam kelompok kanan, misalnya: kaum brahmana Hindu, para rahib Kristen dan beberapa golongan lain yang berprinsip menyiksa dirinya dan menjauhi hal-hal yang baik rupa makanan, pakaian, dan nikmat dari Allah.
1)    Kondisi ini mencapai puncaknya pada abad pertengahan, sehingga beribu-ribu rahib mengharamkan barang yang halal dengan sikap keterlaluan.
2)    Bahkan di antara mereka ada yang menganggap dosa karena hkan mencuci dua kaki, dan masuk kamar mandi dianggap dapat membawa kepada penyesalan dan kerugian.
5.    Dalam kelompok kiri, misalnya aliran Masdak yang timbul di Parsi yang membolehkan kebebasan sangat meluas.
1)    Kendali manusia dilepaskan, manusia boleh melakukan apa pun yang dikehendakinya.
2)    Bagi mereka, manusia boleh mengerjakan segalanya bebas sebebas-bebasnya.
3)    Tidak ada batasan apa pun, semuanya boleh  melakukan apa pun.
4)    Tidak ada kehormatan diri dan tak ada kesucian lagi.

6.    Bangsa Arab zaman Jahililah adalah contoh konkret, tentang kacaunya dalam menentukan halal dan haramnya suatu benda dan perilaku manusia.
7.    Mereka membolehkan mengosumsi minuman keras, makan riba yang berlipat-ganda, menganiaya wanita, membunuh anak mereka, dan sebagainya.

8.    Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 137.

وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ ۖ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

       Dan demikian pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agamanya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

9.    Para pemimpin mereka melalui berbagai cara memerintahkan kaum bapak untuk membunuh anak-anak mereka dengan berbagai alasan:
1)    Takut miskin harta
2)    Takut tercela, jika terlahir bayi wanita.
3)    Untuk mendekatkan kepada Tuhan, dengan mengorbankan anaknya.
10. Yang sangat mengherankan adalah mereka membolehkan membunuh anaknya, dengan cara dipotong atau dengan ditanam hidup-hidup, tetapi justru mengharamkan beberapa makanan dan hewan yang baik.
11. Dan yang lebih mengherankan lagi, semuanya dikerjakan karena dianggapnya sebagai hukum agama dan dinisbatkannya kepada Allah.
12. Kemudian Allah membantahnya dengan firman-Nya.

13. Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 138.


وَقَالُوا هَٰذِهِ أَنْعَامٌ وَحَرْثٌ حِجْرٌ لَا يَطْعَمُهَا إِلَّا مَنْ نَشَاءُ بِزَعْمِهِمْ وَأَنْعَامٌ حُرِّمَتْ ظُهُورُهَا وَأَنْعَامٌ لَا يَذْكُرُونَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا افْتِرَاءً عَلَيْهِ ۚ سَيَجْزِيهِمْ بِمَا كَانُوا يَفْتَرُونَ

      Dan mereka mengatakan: "Inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang; tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki" menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.


14. Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 140.

15.        قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلَادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِ ۚ قَدْ ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ

       Sesungguhnya rugi orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.


16. Kedatangan Islam langsung dihadapkan dengan kesesatan dan ketidakberesan dalam masalah halal dan haram ini.
17.  Pertama kali undang-undang yang dibuat guna memperbaiki kondisi sangat membahayakan ini dengan membuat sejumlah Pokok Peraturan sebagai standar untuk dijadikan landasan menentukan halal dan haram.
18. Seluruh masalah yang timbul, dapat dikembalikan kepadanya dan semua neraca kejujuran dapat ditegakkan.
19. Dengan ajaran islam maka keadilan dan keseimbangan menyangkut halal dan haram dapat dikembalikan.
20. Umat Islam menduduki posisi pertengahan, sebgai “ummatan wasatha” di antara ekstrimis kanan dan ekstrimis kiri.
21.  Umat Islam bertugas sebagai ummat pilihan (khaira ummah) yang diketengahkan ke hadapan umat manusia.
22. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 143 menyatakan umat Islam adalah “ummatan wasatha”.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

      Dan demikian (pula) Kami telah menjadikanmu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

23. Pada awalnya, kata “wasath” artinya “semua yang baik sesuai dengan objeknya” dan “sesuatu yang baik yang berada pada posisi di antara dua ekstrem”.
1)    Keberanian adalah “pertengahan sifat ceroboh dan takut”.
2)    Kedermawanan adalah “pertengahan antara sikap boros dan kikir”.
3)    Kesucian adalah “pertengahan antara kedurhakaan karena dorongan nafsu yang menggebu dan impotensi”.
24. Kata “wasath” berkembang maknanya menjadi “tengah”, orang yang menghadapi dua pihak bermusuhan dituntut untuk menjadi “wasath” (wasit) dan berada pada posisi tengah agar berlaku adil, lalu muncul makna “wasath” (adil).
25. Yang dimaksudkan “ummatan wasatha” adalah umat yang moderat, dan posisinya berada di tengah-tengah, agar dapat dilihat oleh semua pihak dari segenap penjuru.
26. Umat Islam adalah “ummatan wasatha” artinya umat Islam menjadi “syuhada” (saksi), serta menjadi teladan dan “patron” (pola) bagi yang lain, dan pada saat yang sama umat Islam menjadikan Nabi Muhammad sebagai contoh teladan dan saksi pembenaran bagi semua aktivitasnya.
27. Keberadaan umat Islam dalam “posisi pertengahan” menyebabkan umat Islam tidak seperti umat yang hanyut oleh materialisme dan kebendaan semata, serta tidak mengantarnya membumbung tinggi ke alam rohani saja yang tidak berpijak di bumi.
28. Posisi pertengahan menjadikan umat Islam harus mampu memadukan aspek jasmani, rohani, material, dan spiritual dalam segala sikap, perilaku, kegiatannya.
29. Posisi umat Islam sebagai “ummat wasathiyat” (umat moderat dalam posisi pertengahan), maka mengundang umat Islam untuk berinteraksi, berdialog, dan terbuka dengan semua pihak dalam berbagai agama, budaya, dan peradaban.
30. Umat Islam tidak dapat menjadi saksi yang baik dan berlaku adil, apabila umat Islam bersikap tertutup atau menutup diri dari lingkungan dan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
  1. Qardhawi, Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi. Halal dan Haram dalam Islam. Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy. Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993.
  2. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
  3. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
  4. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
  5. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2





Related Posts:

0 comments:

Post a Comment