RIBA-1
(Seri
ke-1)
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan
tentang riba menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1. Semua
ulama sepakat bahwa riba adalah hukumnya haram berdasarkan ayat Al-Quran dan ijmak
seluruh ulama Islam.
2. Semua
mazhab atau aliran dalam Islam sepakat bahwa riba hukumnya haram.
3. Ijmak
adalah kesesuaian pendapat atau kata sepakat para ulama mengenai suatu hal atau
peristiwa.
4. Muncul
pertanyaan, “Apakah yang dimaksudkan sesungguhnya oleh Al-Quran dengan riba
yang diharamkannya?”
5. Para
ulama sejak zaman dahulu hingga sekarang, ketika membahas masalah riba, tidak melihat
esensi riba guna sekadar mengetahuinya, tetapi para ulama melihat dan membahas beberapa
praktik transaksi ekonomi yang terjadi.
6. Para
ulama ingin mengetahui dan menetapkan praktik ekonomi yang berlaku, ”Apakah dalam
praktiknya sama dengan riba yang diharamkan, sehingga akan menjadi haram,
ataukah tidak sama?”
7. Perbedaan
pendapat dalam penerapan pengertian pada praktik transaksi ekonomi telah berlangsung
sejak masa para sahabat dan diperkirakan akan terus berlangsung selama masih terus
muncul bentuk baru dalam transaksi ekonomi.
8. Perbedaan
pendapat para sahabat disebabkan wahyu tentang riba turun kepada Nabi Muhammad
mendekati beliau wafat.
9. Bahkan
ada yang meriwayatkan ayat tentang riba turun sembilan hari sebelum Rasulullah wafat.
10. Umar
bin Khaththab berkata, “Sesungguhnya ayat tentang riba termasuk dalam bagian akhir
Al-Quran yang turun, sebelum Nabi Muhammad menjelaskannya, sehingga sebaiknya tinggalkan saja sesuatu yang meragukanmu,
dan pilihlah sesuatu yang tidak meragukanmu.”
11. Umar
bin Khattab berkata,”Karena khawatir terjerumus ke dalam riba yang diharamkan,
maka para sahabat meninggalkan 90 persen yang halal.”
12. Mari
kita lihat sejarah selayang pandang tentang kehidupan ekonomi masyarakat Arab
semasa turunnya Al-Quran.
13. Sejarah
menjelaskan bahwa Thaif, tempat pemukiman suku Tsaqif yang terletak sekitar 100
km sebelah tenggara Mekah, adalah tempat yang subur dan menjadi salah satu pusat
perdagangan, terutama suku Quraisy yang bermukim di Mekah.
14. Di
Thaif bermukim orang Yahudi yang telah mengenal praktik riba, sehingga keberadaan
mereka menyuburkan praktik riba tersebut.
15. Suku
Quraisy yang tinggal di Mekah terkenal dengan aktivitas perdagangan.
16. Al-Quran
mengabarkannya dalam surah Quraisy (surah
ke-106) ayat 1-4.
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ
وَالصَّيْفِ
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ
وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
(yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah). Yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan.
17. Orang-orang
Quraisy biasa mengadakan perjalanan berdagang
ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin.
18. Selama
perjalanan mereka mendapatkan jaminan keamanan dari para penguasa dari negeri
yang dilaluinya.
19. Hal
ini adalah suatu nikmat yang amat besar dari Allah.
20. Oleh
karena itu, sewajarnya mereka menyembah
Allah yang telah memberikan nikmat kepada mereka.
21. Di
lokasi perdagangan orang Quraisy telah mengenal praktik riba, terbukti bahwa sebagian
dari tokoh para sahabat Nabi, seperti Abbas bin Abdul Muththalib (paman Nabi),
Khalid bin Walid, dan lainnya, mereka mempraktikkannya sampai dengan turunnya larangan
tersebut.
22. Pada
zaman itu, kaum musyrik heran terhadap larangan riba, karena mereka mengganggap
praktik riba sama dengan jual beli,.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا
لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
24. Dalam
penjelasan ayat diterangkan bahwa riba ada dua macam, yaitu “riba nasiah” dan “riba
fadhl”.
1) Riba
nasiah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan.
2) Riba
fadhl adalah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak
jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran
emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya.
25. Para
ulama menjelaskan bahwa riba yang dimaksud dalam ayat ini adalah “riba nasiah”
yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliah.
26. Yang
dimaksudkan penyakit gila adalah orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya
seperti orang kemasukan setan, dan riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun
ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
27. Pada
zaman itu, mereka beranggapan bahwa kelebihan yang diperoleh dari modal yang
dipinjamkan sama dengan keuntungan, yaitu kelebihan yang diperoleh dari hasil perdagangan.
27.
Daftar
Pustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah
Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran.
Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an
Ver 3.2,
5.
Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment