TAWAKAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tawakal kepada Allah
menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1. Kata “tawakal” (menurut KBBI V) dapat diartikan
“pasrah diri kepada kehendak Allah”, “percaya sepenuh hati kepada Allah (dalam
penderitaan dan sebagainya)”.
2. Al-Quran surah Al-Muzzammil (surah ke-73)
ayat 9.
رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ
فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا
(Dia-lah) Tuhan masyrik dan magrib, tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.
3. Para ulama menjelaskan bahwa kata “wakil”
bisa diterjemahkan sebagai “pelindung", dan kata “wakil” pada hakikatnya
terambil dari kata “wakala-yakilu” yang artinya “mewakilkan”.
4. Apabila seseorang “mewakilkan” kepada
orang lain dalam suatu masalah, maka dia telah menjadikan orang yang mewakili
sebagai dirinya sendiri dalam menangani masalah itu, sehingga “sang wakil”
melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan
kepadanya.
5. Oleh karena itu, apabila menjadikan Allah
sebagai “wakil” sesuai dengan makna yang disebutkan di atas, artinya
“menyerahkan segala masalah kepada Allah”.
6. Para ulama menjelaskan bahwa makna
seperti itu dapat menimbulkan kesalahpahaman, maka perlu penjelasan lebih jauh.
7. Bahwa keyakinan tentang “Keesaan Allah”,
artinya bahwa “perbuatan Allah adalah Esa”, sehingga perbuatan Allah berbeda
dengan perbuatan manusia, meskipun menggunakan kata atau istilah yang sama.
8. Misalnya, Allah Maha Pengasih dan Maha
Pemurah, Kedua sifat ini dapat pula dinisbahkan kepada manusia, tetapi hakikat
dan kapasitas rahmat dan kemurahan Allah tidak dapat disamakan dengan yang
dimiliki manusia, karena mempersamakan hal itu akan berakibat gugurnya makna
keesaan.
9. Para ulama menjelaskan bahwa Allah, yang
kepada-Nya diwakilkan segala masalah adalah Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui,
Maha Bijaksana dan semua maha yang mengandung pujian, dan sebaliknya manusia
adalah makhluk yang memiliki keterbatasan dalam segala hal.
10. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 216.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Diwajibkan atasmu berperang, padahal berperang adalah sesuatu yang kamu
benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal dia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal dia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
11. Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33)
ayat 36.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ
يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata.
12. Para ulama menjelaskan bahwa perintah
“bertawakal” kepada Allah atau perintah menjadikan Allah sebagai “wakil”, dalam
Al-Quran terulang dalam bentuk tunggal, yaitu “tawakkal” sebanyak 9 kali, dan
dalam bentuk jamak, yaitu “tawakkalu” sebanyak 2 kali.
13. Semuanya didahului oleh perintah untuk
melakukan sesuatu, lalu disusul dengan perintah “bertawakal”.
14. Al-Quran surah Al-Anfal (surah ke-8) ayat
61.
۞
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
15. Al-Quran surah An-Nisa (surah ke-4) ayat
79.
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ
سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ
بِاللَّهِ شَهِيدًا
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu
menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
16. Al-Quran surah Al-Fatihah (surah ke-1) ayat
7.
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.
17. Para ulama menjelaskan cara Al-Quran
memberikan contoh seorang Muslim mengekspresikan keyakinan ucapannya, yaitu
“petunjuk jalan menuju kebaikan” adalah bersumber dari Allah yang memberikan
nikmat.
18. Al-Quran ketika berbicara tentang “jalan
orang-orang sesat dan yang akan mendapatkan murka”, tidak dinyatakan sebagai
“jalan orang-orang yang Engkau murkai”, tetapi “yang dimurkai”, karena “murka”
dapat mengandung makna negatif, sehingga tidak wajar disandarkan kepada Allah.
19. Al-Quran surah Asy-Syuara (surah ke-26)
ayat 80.
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
Dan apabila aku sakit, Dia Yang menyembuhkan aku.
20. Para ulama menjelaskan bahwa karena
“penyakit” adalah sesuatu yang buruk, maka tidak dinyatakan berasal dari Allah,
tetapi “kesembuhan” adalah sesuatu yang terpuji, maka dinyatakan bahwa, “Dia
(Allah) yang menyembuhkan”.
21. Al-Quran surah Al-Kahfi (surah ke-18)
ayat 79.
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي
الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ
سَفِينَةٍ غَصْبًا
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di
laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada
seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
22. Al-Quran surah Al-Kahfi (surah ke-18)
ayat 82.
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي
الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا
رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا
لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan
ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka
sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat
dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.
Demikian itu adalah tujuan perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
23. Ketika Nabi Khidir membocorkan perahu,
sambil berkata, “Aku ingin merusaknya”, karena “pembocoran” perahu adalah
sesuatu yang buruk, sedangkan ketika “membangun tembok” yang hampir runtuh,
kalimat yang digunakan adalah “Maka Tuhanmu menghendaki”, karena “membangun”
adalah positif.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan
Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.












0 comments:
Post a Comment