POLITIK
DINASTI MASIH PRESIDEN FAMILI IKUT POLITIK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Diskusi publik tema.
'Dinasti Politik Jokowi'
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Tangsel.
Akademisi Sekolah Tinggi Hukum (STH)
Indonesia Jentera
Bivitri
Susanti menilai
Presiden Joko Widodo.
Membangun politik dinasti.
Menurut Bivitri.
Presiden Jokowi.
Merusak tatanan demokrasi.
Yang dibangun
Usai reformasi.
Tahun 1998.
"Pertanyaannya.
Apakah politik dinasti Jokowi.
Merusak demokrasi?
Jawabnya: iya," kata Bivitri.
Selasa (3/10/2023).
Bivitri jelaskan.
Beberapa faktor.
Terjadinya politik dinasti.
Yaitu:
1)
Cara
politik top-down.
Dari atas ke
bawah.
2)
Caleg-capres
elit dan tertutup.
3)
Parpol
gagal kaderisasi.
4)
Jaringan
kekuasaan sebar kelompok tertentu.
5)
Kekuasaan
absolut.
Pada satu
jabatan.
6)
Kurangnya
pendidikan pada pemilih.
"Dalam konteks capres-cawapres.
Soalnya ambang batas calon presiden.
(presidential threshold)," katanya.
Faktor politik dinasti.
Parpol gagal buat kader.
Gagal kaderisasi.
Misalnya.
Ada caleg mantan koruptor.
Bukti partai politik gagal.
Dalam kaderisasi.
Padahal masih banyak.
Anak muda lain," kata dia.
Soal jaringan kekuasaan.
Menyebar pada kelompok tertentu.
Kekuasaan absolut.
Pada satu jabatan.
Soal kurangnya pendidikan pemilih.
Tugas mahasiswa dan warga.
Beri pemahaman," katanya.
Direktur Lingkar Madani Indonesia.
Ray Rangkuti katakan.
Bahwa anak dan menantu Jokowi.
Jadi wali kota.
Telah membangun dinasti.
Sebab masin menjabat.
"Ada orang sebutkan.
Megawati dan Soekarno.
Juga bangun dinasti.
Tapi itu berbeda.
Karena Soekarno lengser.
Baru Megawati terjun politik.
Yang disebut dinasti.
Jika masih menjabat.
Kemudian anak, menantu, dan istrinya.
Masuk politik.
Seperti Presiden Jokowi.
Sekarang ini," kata Ray
Rangkuti.
(sumber jpnn)
.png)
0 comments:
Post a Comment