IMAM SYAFII BERKATA
AL-ASRI CUKUP UNTUK PETUNJUK MANUSIA
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Al-Quran
surah Al-Ashri (surah ke-103) ayat 1-3.
وَالْعَصْرِ
. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati
supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.
Waktu
harus diisi dengan berbagai kegiatan yang
positif.
Al-Quran
surah Al-Ashri (surah ke-103) menyebut 4 hal yang bisa menyelamatkan manusia dari
kerugian, yaitu:
(a) beriman.
(b)
beramal saleh.
(c)
saling berwasiat dalam kebenaran.
(d)
saling berwasiat dengan kesabaran.
Setelah
beriman kepada Allah adalah “amilush-shalihat” (melakukan amal kebaikan).
Kata
“amal” (pekerjaan) dipakai Al-Quran untuk menggambarkan “perbuatan yang
disadari oleh manusia dan jin”.
Sebagian ulama berpendapat “amal” dalam
Al-Quran tidak semuanya mengandung arti “berwujudnya suatu pekerjaan di alam
nyata”.
Niat
untuk melakukan sesuatu yang baik juga disebut “amal”.
Niat
yang baik sudah dinilai sebagai “amal”.
Al-Quran
surah Al-Zalzalah (surah ke-99) ayat 7.
فَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Barang
siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)
nya.
Amal perbuatan manusia yang beraneka
ragam bersumber dari 4 daya yang dimilikinya, yaitu:
1.
Daya tubuh.
Yang
memungkinkan manusia punya keterampilan
teknis.
2.
Daya akal.
Yang
memungkinkan manusia bisa mengembangkan
ilmu dan teknologi, serta memahami dan memanfaatkan sunatullah.
3.
Daya kalbu.
Yang
memungkinkan manusia punya moral,
estetika, etika, serta mampu berkhayal, beriman, dan merasakan kebesaran Allah.
4.
Daya hidup.
Yang
memungkinkan manusia bisa menyesuaikan
diri dengan lingkungan, mempertahankan hidup, dan menghadapi tantangan dalam
kehidupan.
Ke-4 daya ini jika dipakai sesuai
petunjuk AIlah, akan menjadikan perbuatan itu sebagai “amal saleh”.
Kata
“shalih” terambil dari akar kata
“shaluha”.
Shaluhah
dalam kamus bahasa
Al-Quran “antonimnya” (lawan
kata) dari kata “fasid”(rusak).
Kata “saleh” diartikan sebagai “terhentinya
kerusakan”.
Kata
“shalih” juga diartikan “bermanfaat” dan “sesuai”.
Amal
saleh” adalah pekerjaan yang dilakukan tidak menyebabkan “madharrat”
(kerusakan), atau atau akan menghasilkan “manfaat” dan “kesesuaian”.
Kata
“shaluha” dalam berbagai bentuknya terulang dalam Al-Quran 180 kali.
Kata
“shaluha” ada yang dibentuk, sehingga
“butuh objek” (transitif), dan ada
yang “tidak butuh objek”
(intransitif).
Bentuk pertama menyangkut kegiatan objek
penderita, yang memberi kesan objek itu mengandung kerusakan dan
ketidaksesuaian.
Pekerjaan
yang dilakukan akan menjadikan objeknya rusak.
Bentuk
kedua menunjukkan terpenuhinya nilai manfaat dan kesesuaian pekerjaan yang dilakukan.
Usaha menghindarkan kerusakan pada
sesuatu dan menyingkirkan “madharrat”
(kerusakan) yang ada padanya disebut “ishlah”.
Usaha
menjagaa kesesuaian dan manfaat pada sesuatu disebut “shalah”.
Al-Quran
tidak menjelaskan tolok ukur pemenuhan nilai keserasian.
Para
ulama berbeda pendapat tentang definisi “amal saleh”.
Sebagian
ulama berpendapat “amal saleh” adalah “segala perbuatan yang berguna bagi
pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan”.
Jika
orang mampu melakukan “amal saleh” disertai “iman”, maka dia telah memenuhi 2
hal (beriman dan amal saleh) dari 4 hal yang harus dipenuhi untuk membebaskan dari
kerugian total.
Yang
ke-3 dan ke-4 adalah “Tawashauw bil haq” dan “tawashauw bish-shabr” (saling
menasihati tentang kebenaran dan kesabaran.
Kata
“haq” dapat diartikan “kebenaran yang diperoleh melalui pencarian ilmu”.
Kata
“shabr” adalah “ketabahan menghadapi segala sesuatu”, dan “kemampuan untuk menahan rayuan nafsu untuk mencapai
yang terbaik”.
Surah
Al-Ashri (surah ke-103) ayat 1-3 berpesan agar
orang tidak hanya mengandalkan
“iman” saja.
Tetapi
juga “amal saleh” .
Bahkan
“iman” dan “amal saleh” belum cukup, karena masih butuh “ilmu”.
Sebagian
ulama berpendapat iman, amal saleh, dan ilmu sudah cukup memadai bagi seseorang.
Tetapi
orang masih perlu “saling memberi nasihat agar tetap tabah dan sabar dalam
kebenaran”.
Al-Quran
menjelaskan amal perbuatan bukan sekadar upaya memenuhi kebutuhan manusia untuk
makan, minum, dan rekreasi.
Tetapi
bekerja yang beraneka ragam sesuai
dengan bakat dan minat manusia.
Rasulullah
bersabda,”Manusia yang akalnya belum terkalahkan oleh nafsunya, wajib mengatur
waktunya, sebagian untuk munajat dengan Allah, introspeksi dan memikirkan
ciptaan Allah, serta untuk diri dan keluarganya guna memenuhi kebutuhan makan
dan minum”.
Imam
Syafii berkata,”Jika manusia memahami dan memikirkan kandungan surah Al-Ashri (surah ke-103) ayat 1-3, maka
sudah cukup menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia”.
Daftar Pustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan
Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran.
Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an
Ver 3.2
5.
Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment