Thursday, November 26, 2020

6819. JEJAK DAKWAH HABIB DI INDONESIA

 


JEJAK DAKWAH HABIB DI INDONESIA

Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

Habib berasal dari kata “hub” (cinta).

 

Habib berarti orang yang dicintai.

 

Gelar HABIB biasanya diberikan kepada ulama kalangan Sayyid atau Allawiyin.

 

Sayyid artinya Tuan.

 

Allawiyin artinya Kaum Allawi atau Bani Allawi.

 

Bani Allawi terkadang disingkat Baalwi.

 

Sayyid itu sebutan keturunan Rasulullah dari jalur Sayidina Hasan atau Sayidina Husein bin Ali bin Abi Thalib.

 

 

Keturunan Hasan memakai nama Al- Hasani.

 

Mereka tersebar di kawasan barat dunia Islam, dari Timur Tengah ke arah Afrika Utara seperti Maroko.

 

Al-Huseini banyak tersebar di kawasan timur.

 

Al-Hasani masyhur yang menjadi gurunya banyak ulama dan santri Indonesia adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al Hasani yang tinggal di Mekah.

 

 

Allawiyin adalah lingkaran lebih khusus dalam kalangan Sayyid.

 

Allawiyin adalah Sayyid berasal  keturunan Ahmad bin Isa Al Muhajir di Hadramaut, Yaman.

 

 

Ahmad bin Isa dijuluki Al-Muhajir karena hijrah ke Hadramaut pada awal abad 4 Hijriah (abad 10 Masehi)

lstilah Allawiyin diambil dari nama cucu pertamanya yang lahir di Hadramaut, yaitu Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir.

 

 

Keturunan Alwi inilah mayoritas keturunan Arab yang menyebar ke Indonesia, Malaysia, dan sekitarnya.

 

 

Di antara Sayyid dan  Allawiyin ada yang belajar sungguh-sungguh hingga menjadi ulama.

 

Mereka ini biasanya mendapat sebutan Habib.

 

 

 

Siapa Ahmad bin Isa?

 

Ahmad bin Isa hijrah pada tahun 317 H (929 M) dari Basra, Irak membawa  puluhan anggota keluarganya.

 

 

Penyebab beliau hijrah adalah banyaknya fitnah di Basra, konflik social, dan banyak kelompok keagamaan yang menyimpang.

 

 

Pada awalnya beliau hijrah ke wilayah Hijaz.

 

 

Tapi saat itu kondisi Hijaz tak lebih baik.

 

 

Kakbah saat itu tanpa Hajar Aswad. karena kelompok Qaramithah, salah satu sekte cabang Syiah lsmailiyah mencongkel Hajar Aswad, dan membawanya ke daerah mereka.

 

 

Ahamad bin Isa menetap di Hijaz sekitar 1 tahun.

 

Mungkin beliau ketemu orang Hadramaut yang mendorong keputusannya untuk hijrah.

 

 

Hadramaut adalah wilayah di Yaman Selatan.

 

 

Wilayah yang cukup luas dengan Tarim sebagai ibu kotanya.

 

 

Tarim memang sejak awal masyarakatnya sudah memeluk Islam.

Wilayah Hadramaut berbatasan dengan pantai, dengan pelabuhannya yang terkenal yaitu Mukalla.

 

 

Ahmad bin Isa sampai di Hadramaut tahun 319 H (931 M).

 

 

Pada zaman itu banyak pengikut Khawarij tinggal di Hadramaut.

 

 

Sejak kedatangan beliau masyarakat berubah menganut fikih mazhab Syafii.

 

 

Paham Kalangan Habaib

 

1.              Kalangan habaib menganut paham Ahlussunnah Wal Jamaah.

 

2.              Secara fikih mazhab Syafii.

 

3.              Secara teologi Asy’ari.

 

4.              Berpegang pada tasawuf Tariqah Allawiyah.

 

 

Tariqah Allawiyah agak berbeda dengan Tariqah Qadiriyah atau Tariqah Naqsabandiyah.

 

 

Bedanya pada ikatan antara guru dengan murid yang lebih cair.

 

Masyarakat Indonesia banyak  mengamalkan Tariqah Allawiyah.

 

 

Misalnya, di masjid tertentu orang membaca ratib haddad, ratib al attas, dan zikir tertentu yang diajarkan oleh gurunya.

 

 

Dalam bidang tasawwuf rujukan utamanya adalah Imam Ghazali.

 

Hal ini membantah asumsi yang menyatakan kalangan habaib adalah orang Syiah.

 

 

Setelah Revolusi Iran ada yang  terpengaruh Syiah, tapi hanya sebagian kecil.

 

 

 

Pedagang versus Ulama

 

 

Orang-orang Hadramaut memang punya tradisi hijrah, bahkan sampai sekarang.

 

 

Mereka menyebar dan bepergian ke banyak tempat untuk banyak alasan seperti menyebarkan agama dan berdagang.

 

 

Catatan kedatangan generasi awal di Indonesia masih samar-samar.

 

Mungkin karena mereka tidak mencatatnya, tapi jejaknya cukup jelas.

 

 

Bahkan konon Wali Songo adalah keturunan Ahmad Al-Muhajir.

 

 

Datangnya generasi yang belakangan jejaknya lebih tampak.

 

Lebih dicatat termasuk oleh pihak penjajah Belanda.

 

 

 

Pada abad ke 18-19, catatan tentang kehadiran mereka lebih menonjol disbanding zaman sebelumnya.

 

Terutama karena orang-orang dari Hadramaut ke Indonesia jumlahnya  lebih banyak.

 

 

Kenapa lebih banyak?

 

 

Karena ekonominya di Indonesia menarik.

 

 

Mayoritas yang datang memang pedagang.

 

 

Tetapi kita perlu ingat, lslam tersebar oleh pedagang.

 

 

Seolah-olah pedagang itu berdagang saja dan tidak bisa berdakwah.

Pada zaman dahulu tidak bisa terlalu mendikotomikan antara profesi pedagang dan profesi ulama.

 

 

Karena zaman dahulu rata-rata orang menempuh pendidikan kuttab.

 

 

Artinya mereka pedagang,  tapi tetap belajar agama.

 

 

Pendidikan mereka tidak sekuler seperti zaman sekarang.

 

 

Setelah pendidikan di kuttab, ada yang melanjutkan belajar agama hingga menjadi ulama.

 

 

Dan ada juga yang tidak melanjutkan lalu menjadi pedagang.

 

 

 

Meskipun mereka berdagang, mereka tetap punya kapasitas ilmu agama mumpuni.

 

 

Ulama pada zaman dahulu, hingga abad 20, adalah orang-orang yang tidak mencari uang dari mengajar dan dakwah.

 

 

 

 

Di samping mengajar, mereka biasanya berdagang meskipun tidak full, sekadar untuk kebutuhan sehari-hari.

 

 

Di Indonesia, kita mengenal Ali Al-Habsyi Kwitang.

 

 

Beliau punya toko di kawasan Tanah Abang.

 

 

Tokonya hanya buka setengah hari, selebihnya beliau mengajar.

 

 

 

Bisa disimpulkan sejatinya tidak ada dikotomi pedagang, pendakwah, dan ulama pada zaman lalu.

 

 

Banyak pedagang punya kapasitas agama mumpuni dan banyak ulama berdagang.

 

 

Banyak pendatang dari Hadramaut yang sudah bercampur tak terpisahkan dalam masyarakat Indonesia.

 

 

Tetapi belakangan, ada yang masih mempertahankan identitasnya terutama yang datang pada abad 19 sampai sekarang.

 

 

Biasanya mereka mengirim anak-anaknya ke Hadramaut untuk belajar.

 

 

Jamiat Kheir

 

 

Menjelang abad 20, jumlah pendatang Hadramaut ke Indonesia semakin banyak.

 

 

Banyak yang sukses dan mereka punya peran penting nantinya di akhir abad 19 dan di awal abad 20.

 

 

Pada awal abad ke 20, mereka mendirikan sekolah Jamiat Kheir sebagai upaya membangkitkan kembali umat.

 

 

Mereka saat itu terpengaruh ide-ide Pan Islamisme.

 

 

Pada akhir abad 19, mereka mengirim anak-anaknya ke Turki.

 

Bekerjasama dengan konsul Turki Utsmani di Indonesia, anak mereka belajar di Istanbul.

 

 

Ada 17 orang, terbagi dalam 3 angkatan, beberapa dari mereka menyandang nama Alatas dan Bin Shahab.

 

 

Namun karena ongkos perjalanan yang berat sehingga tidak semua anak bisa dikirim ke Turki.

 

 

Akhirnya mereka mendirikan organisasi Jamiat Kheir dan  mendirikan sekolah pada 1906 di Pekojan, Jakarta.

 

 

Jamiat khoir bisa dibilang sebagai sekolah Islam modern pertama di Indonesia.

 

 

Meskipun didominasi orang keturunan Arab yang Sayyid dan bukan.

 

 

Tetapi mereka juga melibatkan masyarakat setempat yang muslim.

 

Pengurus organisasi dibuka untuk muslim non-Arab seperti KH Ahmad Dahlan dan HOS Tjokroaminoto.

 

 

Kiprah di Sarekat Islam

 

 

 

Pada awal Sarekat Islam berdiri, peranan orang Hadrami dan keturunan Arab cukup besar.

 

 

Ada yang menjadi penasehat agama di SI Jakarta, misalnya Abdullah bin Alwi Alatas.

 

 

Beliau  pedagang besar, rumahnya di kawasan Petamburan.

 

 

Rumah beliau dijadikan museum tekstil oleh Pemerintah Indonesia.

 

 

Bangunan museum tekstil awalnya bangunan  Perancis dibeli oleh konsul Turki yang pertama ditunjuk di Indonesia bernama Abdul Aziz Al-Musawi Al-Baghdadi.

 

 

Beliau mertua Abdullah bin Alwi Alatas.

 

 

Rumah itu pernah menjadi tempat pertemuan para tokoh Islam tahun 1920, salah satu yang hadir HOS Tjokroaminoto.

 

 

Bangunan lain yang punya ikatan dengan keturunan Arab adalah RS Cikini yang awalnya rumah milik Raden Saleh.

 

 

 Raden Saleh adalah keturunan Arab: bin Yahya.

 

 

Beliau membangun rumah seperti kastil di Cikini, lalu dibeli oleh Abdullah bin Alwi Alatas.

 

 

Kemudian dijual lagi dan dibeli oleh Yayasan Belanda dan dibuat menjadi rumah sakit.

Abdullah bin Alwi meninggal tahun 1929.

 

 

Dia termasuk orang mengirim anak-anaknya sekolah ke Turki.

 

 

Beliau juga terlibat pendirian Jamiat Kheir, ketika wafat ada pandu Jamiat Kheir di antara yang mengiringi.

 

 

Selain menjadi pengurus SI Jakarta.

 

Pada tahun 1916 -17, SI dalam kongresnya berencana membentuk komite mendirikan sekolah untuk guru.

 

 

Beliau menjadi ketua komite dengan HOS Tjokroaminoto sebagai wakilnya.

Contoh lainnya ada Ali bin Ahmad bin Shahab yang dikenal sebagai Ali Menteng.

 

 

Beliau tuan tanah dan juga termasuk pendiri Jamiat Kheir

 

 

Ada juga Abdullah bin Husain Alaydrus.

 

 

Nama beliau selalu disebutkan dalam rapat-rapat SI, beliau duduk sebagai direktur.

 

 

Pada salah satu kesempatan beliau mendorong SI untuk membuka sekolah di cabang-cabangnya.

 

 

Dan pada tahun itu, muncul gerakan pendirian sekolah baru dari SI.

 

 

Puncak hubungan keturunan Arab dan SI terjadi tahun 1919, saat Tjokroaminoto membentuk gerakan TKNM.

 

 

Tetapi setelah itu mulai terjadi kerenggangan, ketika SI mengalami pergeseran platform dari Islam ke nasionalisme.

 

Sumber Alwi Alatas (Assistant Professor IIUM Malaysia)

 

0 comments:

Post a Comment