Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tuesday, December 12, 2017

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

556. SAKSI

SAKSI PALSU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kesaksian palsu menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Nabi bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab,”Tentu kami mau, wahai Rasulullah.”
    Nabi bersabda,”Tiga dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu”.
    Ketika kita datang ke TPS (tempat pemungutan suara) dan masuk ke dalam bilik untuk mencoblos dan memilih presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, sebenarnya kita sedang memberikan KESAKSIAN yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
    Ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang baik dan amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut mendapatkan pahalanya.
     Sebaliknya, ketika pemimpin yang kita pilih kemudian menjadi presiden, gubernur, bupati, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD, kepala desa, atau pemimpin dalam tingkatan apa pun, menjadi pemimpin yang jelek dan tidak amanah untuk dunia dan akhirat, maka kita yang memilihnya ikut berdosa.
      Kesimpulannya, marilah kita pilih pemimpin yang baik dan amanah untuk kehidupan dunia dan akhirat, karena ketika kita memilih pemimpin adalah memberikan kesaksian untuk dunia dan akhirat, dan jangan menjadi saksi palsu, karena saksi palsu  termasuk dosa yang sangat besar.

Monday, December 11, 2017

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online