Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, December 17, 2017

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

567. DIAM

DIAM ADALAH EMAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ungkapan, “Diam adalah emas menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Ungkapan “diam adalah emas” tidak hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi juga dikenal di negara lain, makna dan arah ungkapan tersebut sejalan dengan tuntunan agama Islam.
     Banyak petunjuk dalam agama Islam yang mendorong agar seseorang selalu menimbang dan memperhatikan perkataan yang akan diucapkannya, karena  Al-Quran menjelaskan bahwa semua perkataan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat.
      Al-Quran surah Qaf, surah ke-50 ayat 18.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

      “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
      Suatu “pembicaraan” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “kalam”, dan dari akar kata “kalam” dapat dibentuk kata yang artinya “luka”, sehingga “kalam” dapat melukai, bahkan “luka” yang diakibatkan oleh “lidah” bisa lebih parah daripada “luka” yang diakibatkan oleh “pisau”.
      Semuanya, harus mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati dengan  memikirkan dan merenungkan sesuatu yang akan diucapkannya, karena “Saya menawan sesuatu yang akan saya ucapkan, tetapi begitu terucapkan maka saya yang menjadi tawanan ucapan saya sendiri”.
      Terdapat beberapa orang yang memiliki “nafsu yang tinggi” dalam berbicara yang melebihi “selera” makannya, karena dia senang berbicara tentang apa pun, seakan-akan dia mengetahui segala sesuatu dan seolah-olah hidupnya hanya untuk berbicara.
     Ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya, ketika seseorang berbicara untuk menguraikan pendapatnya, atau mengungkapkan suatu pertanyaan agar disampaikan dengan cara yang santun dan tidak sembarangan.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 101.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

101. Hai orang

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkanmu dan jika kamu menanyakan di waktu Al-Quran itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.
      Para ulama mengingatkan bahwa kadang kala terdapat suatu pembicaraan atau pertanyaan yang sepintas lalu terlihat berkaitan dengan agama, tetapi sebenarnya agama tidak merestuinya, misalnya seseorang bertanya,”Apakah kamu sedang berpuasa?”
     Apabila kita menjawab, “Ya, saya berpuasa”. Maka jawaban tersebut dapat menimbulkan sikap pamer, ria, dan pamrih, sedangkan apabila kita menjawab,”Tidak, saya tidak berpuasa”. Maka kita telah berbohong.
     Apabila kita diam dan tidak menjawabnya, maka kita dapat dinilai angkuh dan sombong, tetapi apabila kita menjawab secara diplomatis, maka terpaksa memeras otak untuk berpikir menyusun redaksi yang tepat.
     Sifat umum redaksi dalam Al-Quran serta khutbah dan hadis Nabi adalah singkat dan padat isinya, karena Nabi bersabda,”Salah satu tanda kedalaman ilmu seseorang adalah berkhutbah Jumat yang singkat dan padat”.
      Para ulama menjelaskan bahwa banyak materi pembicaraan dan uraian keagamaan yang sewajarnya tidak perlu diucapkan, serta banyak pembicaraan dan pertanyaan yang tidak atau belum perlu diajukan sekarang.
     Misalnya, ketika Neil Amstrong menginjakkan kakinya di bulan, beberapa orang bertanya,”Bagaimana cara seorang Muslim melaksanakan salat ketika berada di bulan?”.
     Maka jawaban yang paling tepat adalah,”Cara salat ketika manusia berada di bulan, akan kita bahas apabila telah ada seorang Muslim yang mendarat di bulan”. Sehingga berlaku ungkapan,”Diam adalah emas, sedangkan berbicara adalah perak”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

566. BMI

BANK MUAMALAT INDONESIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Bank Muamalat Indonesia menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Presiden Soeharto menyetujui prakarsa sejumlah tokoh Islam untuk mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terbanyak bangsa Indonesia untuk mempersempit kesenjangan sosial dan ekonomi yang terasakan selama ini.
     Praktik Bank Muamalat Indonesia (BMI) sama dengan bank-bank yang lain, yang berbeda adalah bahwa semua usaha BMI berdasarkan atas tuntunan dan berpedoman dengan syariat Islam.
      Kata “muamalat" artinya “hubungan” atau “interaksi”, karena Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa “al-din al-mu'amalat” yang pengertiannya adalah bahwa inti keberagamaan adalah hubungan yang serasi dengan sesama manusia.
     Agaknya, nama “muamalat” dipilih karena bank tersebut bermaksud menekankan bahwa cara kerjanya selalu bertumpu pada upaya menciptakan keserasiaan hubungan sesama manusia.
     Perekonomian dalam ajaran Islam bersendikan dua hal pokok, yaitu “usaha” dan “harta benda” , sedangkan dalam “berusaha” harus bernilai ibadah dan berlandaskan akidah dan akhlak.
     Ajaran Islam melarang semua usaha yang bertentangan dengan nilai akidah dan akhlak, serta akhlak Islam yang berkaitan dengan muamalat adalah persaudaraan sesama manusia.
    Persaudaraan dalam Islam bukan sekadar hubungan “take and give” (memberikan dan menerima) atau pertukaran manfaat, tetapi persaudaran dalam Islam adalah memberikan bantuan tanpa menanti imbalan dan siap membantu, meskipun tidak diminta bantuan.
    Pada zaman dahulu, sebelum dan awal masa Islam, hubungan dua pihak yang melakukan transaksi ekonomi sering kali didasari oleh eksploitasi dan “pemerasan” yang menyebabkan ketimpangan dan kesenjangan sosial yang dalam.
    Misalnya, dalam transaksi utang-piutang, apabila seseorang berutang dan tidak mampu membayar utangnya pada waktunya, maka si kreditor akan memberikan utang baru atau menunda pembayaran apabila si peminjam bersedia melunasinya dengan kelebihan yang berlipat ganda.
    Para ulama menjelaskan bahwa itulah riba yang diharamkan oleh Al-Quran, karena mengandung pemaksaan dan penganiayaan, sedangkan ajaran Islam memerintahkan untuk menunda pembayaran utang atau lebih baik mengikhlaskannya.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 280.

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online