KHILAFIAH HUKUMNYA
MENGGAMBAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Larangan Melukis Wajah
Nabi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa
tahun 1988 tentang larangan penggambaran sosok Nabi Muhammad SAW dalam
bentuk gambar, patung, seni peran, dan film.
Dewan Pimpinan MUI yang saat
itu diketuai KH Hasan Basri memutuskan menolak penggambaran Nabi Muhammad SAW
dalam bentuk apa pun baik gambar maupun film.
Apabila ada gambar atau film yang menampilkan
Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, hendaknya pemerintah melarang gambar dan
film semacam itu.
Dalam mengambil keputusan tersebut, MUI mendasarkan
pada sebuah riwayat pada Fath Makkah.
Rasulullah SAW memerintahkan
untuk menghancurkan gambar dan patung para nabi terdahulu yang terpajang di
Ka’bah.
Para ulama juga telah
mengambil ijma’ sukuti tentang dilarangnya melukis nabi dan Rasul.
Kaidah pencegahan (sadd az-Zariah) untuk
mengindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama dan kemurnian Islam
baik segi akidah, akhlak, maupun syariah.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW melaknat
keras orang yang berdusta dengan memakai nama beliau SAW.
"Barang siapa berdusta
kepada saya dengan sengaja, maka dipersilakan untuk menempati duduknya di api
neraka."
(HR Muttafaq ‘Alaih).
Pada zaman Nabi Muhammad SAW tidak
ada satu pun manuskrip, gambar, patung yang benar-benar menggambarkan sosok
Nabi Muhammad SAW secara sempurna.
Sehingga, ketika ada orang
yang mengaku melukis sosok Nabi Muhammad SAW, ia dimasukkan golongan hadis di
atas.
Terlebih, orang yang sengaja
melukis karikatur Nabi Muhammad dengan maksud mengolok-olok.
Hukuman untuk orang yang
mengolok-olok nabi Muhammad, menurut Syekh Yusuf Qaradhawi, jauh lebih keras.
Syekh ‘Atiyyah Saqr melalui kitabnya Ahsanul
Kalam fi al-Fatawa wal Ahkam, Dar Ghad al-‘Arabi, Jilid 1 halaman 156
menyebutkan larangan meniru para nabi dalam akting maupun dalam lukisan.
Beberapa alasannya akting
atau lukisan tidak mungkin mutlak menyerupai sosok yang sebenarnya.
Dengan meniru dan melukis sosok baginda
Rasulullah SAW, orang itu dusta mengatasnamakan Nabi Muhammad SAW.
Jika lukisan yang
menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW ternyata lukisan yang buruk, akan memberi
gambaran buruk kepada yang melihatnya.
Pendapat ini dikuatkan oleh fatwa Syekh Hasanain
Makhluf pada Mei 1950, Lujnah Fatwa Azhar bulan Juni 1968, Dewan Majma ‘Buhuth
Islamiyah pada Februari 1972, dan Muktamar ke-8 Majma bulan Oktober 1977.
Dar al-Ifta Mesir
menambahkan, larangan ini karena Allah telah memelihara para rasul dan nabi
tidak bisa ditiru oleh setan.
Allah memelihara para rasul
dan nabi tidak bisa ditiru oleh manusia.
Dewan Mufti Kerajaan Negeri Sembilan Malaysia
mengeluarkan pendapat, masalah melukis saja dalam Islam sudah banyak khilafiah.
Ada ulama yang melarang
melukis atau membuat patung makhluk yang bernyawa.
Mereka mendasarkan pada
hadis dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya
orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat.
Kepada mereka dikatakan, ‘Hidupkan apa yang kamu buat’."
(HR Muttafaq ‘Alaih).
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah membagi
hukum gambar secara umum berdasar illat (sebabnya).
Jika penggambaran itu untuk
pemujaan dan penyembahan, maka hukumnya haram.
Jika untuk sarana
pembelajaran, maka hukumnya mubah.
Jika untuk perhiasan, maka
hukumnya:
1. Jika tidak menimbulkan fitnah, maka hukumnya mubah.
2. Jika timbul fitnah kepada maksiat, maka hukumnya
makruh.
3. Jika timbul fitnah kepada kemusyrikan, maka hukumnya
haram.
Jika melukis secara umum terdapat khilafiyah,
maka melukis wajah Nabi SAW dikhawatirkan akan mendatangkan madarat lebih
besar.
Dalam kaidah fikih
menghindari madarat lebih diutamakan daripada mengambil manfaat.
Hikmah dari larangan ini, yaitu menjaga
kemurnian akidah umat Islam.
Dengan tidak adanya lukisan
sosok Nabi, tidak akan terjadi pengultusan yang berlebihan terhadap beliau SAW.
Pengultusan yang berlebihan
dikhawatirkan akan menjerumuskan seseorang kepada pemujaan kepada Nabi SAW
melebihi pemujaan terhadap Allah SWT.
Nabi SAW sendiri dalam beberapa riwayat
mengingatkan agar orang tidak memasang gambar orang saleh yang sudah meninggal.
Menurut Lembaga Riset dan
Fatwa Kerajaan Arab Saudi, banyak kejadian yang menjadikan gambar orang saleh
sebagai sarana peribadatan.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Ummu
Salamah dan Ummu Habibah pernah bercerita kepada Rasulullah SAW tentang gereja
yang mereka lihat di negeri Habasyah (Etiopia) yang memajang gambar-gambar.
Rasulullah bersabda,
"Jika ada orang saleh meninggal, mereka membangun masjid di atas
kuburannya, lalu melukis gambar-gambar itu di dalam masjid. Mereka itu makhluk
paling buruk di sisi Allah."
Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah, ia
berkata, "Ketika Rasulullah SAW semakin merasakan sakit, beliau menutup
muka dengan bajunya. Apabila rasa sakitnya berkurang, beliau membuka mukanya.
Dalam kondisi seperti itu beliau bersabda, “Laknat Allah atas orang Yahudi dan
Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid’."
Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa meriwayatkan
Rasulullah SAW bersabda, "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku
sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada suatu kaum yang
menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid."
(Sumber internet)
0 comments:
Post a Comment