Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Monday, December 18, 2017

569. PAJAK

MASALAH PAJAK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pajak menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “pajak” adalah satu kata yang sangat pendek dan mudah diucapkan, tetapi  sulit dilaksanakan, bahkan terdengar tidak merdu dan bernada sumbang terutama di telinga para wajib pajak.
     Dalam bahasa Arab sehari-hari kata “pajak” dinamakan dengan “dharibah”, dan kata “dharibah” diambil dari akar kata “dharaba” yang artinya “memukul”,  “menyakiti”, “mengacaukan”, dan sebagainya, mungkin dengan adanya pajak, maka para wajib pajak merasa bahwa pajak juga artinya “menyakitkan, mengacaukan, dan memukulnya”.
     Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pajak sebagai pungutan wajib  sesuai dengan ragamnya, dalam Al-Quran kata “jisyah” yang arti harfiahnya “perlindungan”, karena pajak sebagai pungutan wajib atas warga tertentu bertujuan untuk melindungi warga dan negara.
     Pajak bumi dinamai “kharaj”, dana kata “khraj” diambil dari bahasa Aramic (Yahudi) yang diarabkan, yang pada pulanya berarti “sumbangan”.
     Dalam bahasa Arab, kata :kharaj” apabila dikaitkan dengan bumi atau tanah berarti “diolah agar dapat ditanami”, seakan-akan sumbangan yang diserahkan kepada negara itu untuk menumbuhsuburkan objek “kharaj”.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 41.

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke- 2 ayat 195.

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

     “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
    Betapapun agama memperkenalkan sistem pungutan dari masyarakat yang harus diserahkan kepada kas negara, untuk kemudian diatur pemanfaatannya oleh negara demi kepentingan masyarakat luas.
    Pungutan tersebut bukan sekadar dalam bentuk zakat, karena Nabi bersabda,”Dalam harta benda seseorang terdapat kewajiban bagi pemiliknya selain untuk berzakat."     
     Kebersamaan yang melahirkan masyarakat adalah kebutuhan setiap individu yang didorong untuk mengatasi perasaan takut, kebutuhan seksual, atau keperluan apa pun.
     Hasil kekayaan material yang diperoleh seseorang adalah berkat bantuan pihak lain, dan produksi apa pun bentuknya selalu memanfaatkan bahan mentah yang diciptakan oleh Allah, sehingga wajar sebagian dari penghasilan tersebut disumbangkan untuk kepentingan masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

569. PAJAK

MASALAH PAJAK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pajak menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “pajak” adalah satu kata yang sangat pendek dan mudah diucapkan, tetapi  sulit dilaksanakan, bahkan terdengar tidak merdu dan bernada sumbang terutama di telinga para wajib pajak.
     Dalam bahasa Arab sehari-hari kata “pajak” dinamakan dengan “dharibah”, dan kata “dharibah” diambil dari akar kata “dharaba” yang artinya “memukul”,  “menyakiti”, “mengacaukan”, dan sebagainya, mungkin dengan adanya pajak, maka para wajib pajak merasa bahwa pajak juga artinya “menyakitkan, mengacaukan, dan memukulnya”.
     Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pajak sebagai pungutan wajib  sesuai dengan ragamnya, dalam Al-Quran kata “jisyah” yang arti harfiahnya “perlindungan”, karena pajak sebagai pungutan wajib atas warga tertentu bertujuan untuk melindungi warga dan negara.
     Pajak bumi dinamai “kharaj”, dana kata “khraj” diambil dari bahasa Aramic (Yahudi) yang diarabkan, yang pada pulanya berarti “sumbangan”.
     Dalam bahasa Arab, kata :kharaj” apabila dikaitkan dengan bumi atau tanah berarti “diolah agar dapat ditanami”, seakan-akan sumbangan yang diserahkan kepada negara itu untuk menumbuhsuburkan objek “kharaj”.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 41.

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke- 2 ayat 195.

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

     “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
    Betapapun agama memperkenalkan sistem pungutan dari masyarakat yang harus diserahkan kepada kas negara, untuk kemudian diatur pemanfaatannya oleh negara demi kepentingan masyarakat luas.
    Pungutan tersebut bukan sekadar dalam bentuk zakat, karena Nabi bersabda,”Dalam harta benda seseorang terdapat kewajiban bagi pemiliknya selain untuk berzakat."     
     Kebersamaan yang melahirkan masyarakat adalah kebutuhan setiap individu yang didorong untuk mengatasi perasaan takut, kebutuhan seksual, atau keperluan apa pun.
     Hasil kekayaan material yang diperoleh seseorang adalah berkat bantuan pihak lain, dan produksi apa pun bentuknya selalu memanfaatkan bahan mentah yang diciptakan oleh Allah, sehingga wajar sebagian dari penghasilan tersebut disumbangkan untuk kepentingan masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

569. PAJAK

MASALAH PAJAK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pajak menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “pajak” adalah satu kata yang sangat pendek dan mudah diucapkan, tetapi  sulit dilaksanakan, bahkan terdengar tidak merdu dan bernada sumbang terutama di telinga para wajib pajak.
     Dalam bahasa Arab sehari-hari kata “pajak” dinamakan dengan “dharibah”, dan kata “dharibah” diambil dari akar kata “dharaba” yang artinya “memukul”,  “menyakiti”, “mengacaukan”, dan sebagainya, mungkin dengan adanya pajak, maka para wajib pajak merasa bahwa pajak juga artinya “menyakitkan, mengacaukan, dan memukulnya”.
     Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pajak sebagai pungutan wajib  sesuai dengan ragamnya, dalam Al-Quran kata “jisyah” yang arti harfiahnya “perlindungan”, karena pajak sebagai pungutan wajib atas warga tertentu bertujuan untuk melindungi warga dan negara.
     Pajak bumi dinamai “kharaj”, dana kata “khraj” diambil dari bahasa Aramic (Yahudi) yang diarabkan, yang pada pulanya berarti “sumbangan”.
     Dalam bahasa Arab, kata :kharaj” apabila dikaitkan dengan bumi atau tanah berarti “diolah agar dapat ditanami”, seakan-akan sumbangan yang diserahkan kepada negara itu untuk menumbuhsuburkan objek “kharaj”.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 41.

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke- 2 ayat 195.

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

     “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
    Betapapun agama memperkenalkan sistem pungutan dari masyarakat yang harus diserahkan kepada kas negara, untuk kemudian diatur pemanfaatannya oleh negara demi kepentingan masyarakat luas.
    Pungutan tersebut bukan sekadar dalam bentuk zakat, karena Nabi bersabda,”Dalam harta benda seseorang terdapat kewajiban bagi pemiliknya selain untuk berzakat."     
     Kebersamaan yang melahirkan masyarakat adalah kebutuhan setiap individu yang didorong untuk mengatasi perasaan takut, kebutuhan seksual, atau keperluan apa pun.
     Hasil kekayaan material yang diperoleh seseorang adalah berkat bantuan pihak lain, dan produksi apa pun bentuknya selalu memanfaatkan bahan mentah yang diciptakan oleh Allah, sehingga wajar sebagian dari penghasilan tersebut disumbangkan untuk kepentingan masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

569. PAJAK

MASALAH PAJAK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pajak menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “pajak” adalah satu kata yang sangat pendek dan mudah diucapkan, tetapi  sulit dilaksanakan, bahkan terdengar tidak merdu dan bernada sumbang terutama di telinga para wajib pajak.
     Dalam bahasa Arab sehari-hari kata “pajak” dinamakan dengan “dharibah”, dan kata “dharibah” diambil dari akar kata “dharaba” yang artinya “memukul”,  “menyakiti”, “mengacaukan”, dan sebagainya, mungkin dengan adanya pajak, maka para wajib pajak merasa bahwa pajak juga artinya “menyakitkan, mengacaukan, dan memukulnya”.
     Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pajak sebagai pungutan wajib  sesuai dengan ragamnya, dalam Al-Quran kata “jisyah” yang arti harfiahnya “perlindungan”, karena pajak sebagai pungutan wajib atas warga tertentu bertujuan untuk melindungi warga dan negara.
     Pajak bumi dinamai “kharaj”, dana kata “khraj” diambil dari bahasa Aramic (Yahudi) yang diarabkan, yang pada pulanya berarti “sumbangan”.
     Dalam bahasa Arab, kata :kharaj” apabila dikaitkan dengan bumi atau tanah berarti “diolah agar dapat ditanami”, seakan-akan sumbangan yang diserahkan kepada negara itu untuk menumbuhsuburkan objek “kharaj”.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 41.

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke- 2 ayat 195.

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

     “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
    Betapapun agama memperkenalkan sistem pungutan dari masyarakat yang harus diserahkan kepada kas negara, untuk kemudian diatur pemanfaatannya oleh negara demi kepentingan masyarakat luas.
    Pungutan tersebut bukan sekadar dalam bentuk zakat, karena Nabi bersabda,”Dalam harta benda seseorang terdapat kewajiban bagi pemiliknya selain untuk berzakat."     
     Kebersamaan yang melahirkan masyarakat adalah kebutuhan setiap individu yang didorong untuk mengatasi perasaan takut, kebutuhan seksual, atau keperluan apa pun.
     Hasil kekayaan material yang diperoleh seseorang adalah berkat bantuan pihak lain, dan produksi apa pun bentuknya selalu memanfaatkan bahan mentah yang diciptakan oleh Allah, sehingga wajar sebagian dari penghasilan tersebut disumbangkan untuk kepentingan masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

569. PAJAK

MASALAH PAJAK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pajak menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “pajak” adalah satu kata yang sangat pendek dan mudah diucapkan, tetapi  sulit dilaksanakan, bahkan terdengar tidak merdu dan bernada sumbang terutama di telinga para wajib pajak.
     Dalam bahasa Arab sehari-hari kata “pajak” dinamakan dengan “dharibah”, dan kata “dharibah” diambil dari akar kata “dharaba” yang artinya “memukul”,  “menyakiti”, “mengacaukan”, dan sebagainya, mungkin dengan adanya pajak, maka para wajib pajak merasa bahwa pajak juga artinya “menyakitkan, mengacaukan, dan memukulnya”.
     Banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk pajak sebagai pungutan wajib  sesuai dengan ragamnya, dalam Al-Quran kata “jisyah” yang arti harfiahnya “perlindungan”, karena pajak sebagai pungutan wajib atas warga tertentu bertujuan untuk melindungi warga dan negara.
     Pajak bumi dinamai “kharaj”, dana kata “khraj” diambil dari bahasa Aramic (Yahudi) yang diarabkan, yang pada pulanya berarti “sumbangan”.
     Dalam bahasa Arab, kata :kharaj” apabila dikaitkan dengan bumi atau tanah berarti “diolah agar dapat ditanami”, seakan-akan sumbangan yang diserahkan kepada negara itu untuk menumbuhsuburkan objek “kharaj”.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 41.

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke- 2 ayat 195.

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

     “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
    Betapapun agama memperkenalkan sistem pungutan dari masyarakat yang harus diserahkan kepada kas negara, untuk kemudian diatur pemanfaatannya oleh negara demi kepentingan masyarakat luas.
    Pungutan tersebut bukan sekadar dalam bentuk zakat, karena Nabi bersabda,”Dalam harta benda seseorang terdapat kewajiban bagi pemiliknya selain untuk berzakat."     
     Kebersamaan yang melahirkan masyarakat adalah kebutuhan setiap individu yang didorong untuk mengatasi perasaan takut, kebutuhan seksual, atau keperluan apa pun.
     Hasil kekayaan material yang diperoleh seseorang adalah berkat bantuan pihak lain, dan produksi apa pun bentuknya selalu memanfaatkan bahan mentah yang diciptakan oleh Allah, sehingga wajar sebagian dari penghasilan tersebut disumbangkan untuk kepentingan masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Sunday, December 17, 2017

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

568. JUJUR

KEJUJURAN ILMIAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kejujuran ilmiah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dalam Al-Quran dan hadis Nabi ditemukan banyak petunjuk tentang sikap ilmiah yang harus diperhatikan oleh para ulama dan cendekiawan Muslim, sehingga  menjadi tradisi keilmuan, salah satunya adalah kejujuran ilmiah.
      Kejujuran ilmiah akan melahirkan pernyataan “Allahu a'lam” (Allah yang lebih mengetahui) setiap selesai merampungkan suatu karya ilmiah dan akan menjawab, “Saya tidak tahu” ketika menerima pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya, atau tidak memberikan jawaban, apabila di antara para hadirin terdapat orang yang lebih berilmu.
     Seseorang yang menerima suatu pertanyaan yang tidak ketahui jawabannya,  mempunyai tiga pilihan. 
     Pertama, menjawab dengan membohongi dirinya sendiri dan menipu si penanya.
     Kedua, berusaha meyakinkan dirinya dan si penanya dengan memberikan jawaban yang tidak pasti, tetapi hanya berdasarkan dugaan saja, sedangkan dugaan menurut Al-Quran tidak bermanfaat terhadap kebenaran.
      Al-Quran surah An-Najam, surah ke-53 ayat 28.

وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ ۖ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا

      “Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran”.
    Ketiga, bersikap jujur dengan berkata,”Saya tidak tahu”. Jawaban yang seperti  inilah yang diberikan oleh Nabi setiap beliau menerima suatu pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya. Nabi bersabda,”Bukti pengetahuan seseorang adalah dengan menjawab, ‘Saya tidak tahu’."
     Sikap kejujuran ilmiah telah tertanam di kalangan ilmuwan Muslim pada zaman lampau, misalnya dari 40 pertanyaan yang pernah diajukan kepada Imam Malik, yang 36 soal dijawab dengan,”Saya tidak tahu”.
     Dalam banyak karya ilmiah lama, ditemukan pesan kepada para pembacanya,”Saudara pembaca, saya perkenankan meriwayatkan dan menyalin isi karya ini dengan syarat ketelitian serta menyatakan 'Saya tidak tahu dalam hal-hal yang pembaca tidak mengetahuinya’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online