MUSYAWARAH
DAN DEMOKRASI
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan
tentang musyawarah dan demokrasi menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab
menjelaskannya.
1. Kata
“musyawarah” (menurut KBBI V) dapat diartikan “pembahasan bersama dengan maksud
mencapai keputusan atas penyelesaian masalah”, “perundingan”, dan “perembukan”.
2. Kata
“musyawarah” terambil dari akar kata “sy-w-r-“ yang pada mulanya artinya
“mengeluarkan madu dari sarang lebah”, kemudian maknanya berkembang, sehingga
mencakup “segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain”
termasuk “pendapat”.
3. Musyawarah
juga berarti “mengatakan atau mengajukan sesuatu”.
4. Kata “musyawarah”
pada dasarnya hanya digunakan untuk “hal-hal yang baik” sejalan dengan makna
dasarnya.
5. Kata
“demokrasi” (menurut KBBI V) dapat diartikan “(bentuk atau sistem) pemerintahan
yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya”,
“pemerintahan rakyat”, “gagasan atau pndangan hidup yang mengutamakan hak
kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara”.
6. Al-Quran
dan hadis Nabi menetapkan beberapa prinsip pokok berkaitan dengan kehidupan
politik, seperti “syura” (musyawarah), keadilan, tanggung jawab, kepastian
hukum, jaminan “haq al-'ibad” (hak-hak manusia), dan lainnya yang kesemuanya
memiliki kaitan dengan “musyawarah” dan demokrasi.
7. Manusia
mengenal tiga cara menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat.
1) Keputusan
yang ditetapkan oleh penguasa.
2) Keputusan
yang ditetapkan berdasarkan pandangan minoritas.
3) Keputusan
yang ditetapkan berdasarkan pandangan mayoritas (ciri umum demokrasi).
8. Musyawarah
yang diwajibkan oleh Islam tidak dapat dibayangkan berwujud seperti bentuk
pertama, karena hal itu justru menjadikan musyawarah lumpuh, dan bentuk kedua
tidak sesuai dengan makna musyawarah.
9. Sebagian
ulama kontemporer (masa kini) menolak kewenangan mayoritas berdasarkan firman
Allah dalam Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 100.
قُلْ
لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ
وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ
كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ
يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah,”Tidak sama yang buruk dengan
yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah
kepada Allah, hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”
10. Al-Quran
surah Az-Zukhruf (surah ke-43) ayat 78.
لَقَدْ
جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ وَلَٰكِنَّ
أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
Sesungguhnya Kami benar-benar telah
membawa kebenaran kepadamu tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran
itu.
11. Sebagian
ulama tidak sependapat bahwa ayat Al-Quran di atas menolak kewenangan
mayoritas, karena ayat itu bukan berbicara dalam konteks musyawarah, tetapi
dalam konteks petunjuk Allah yang diberikan kepada para Nabi dan ditolak oleh
sebagian besar anggota masyarakatnya pada zaman itu.
12. Ayat
Al-Quran itu berbicara tentang sikap masyarakat Mekah ketika itu dan umat
manusia dalam kenyataannya sekarang ini, meskipun dalam musyawarah dibenarkan
keputusan berdasarkan pendapat mayoritas, tetapi tidak mutlak.
13. Sebagian
ulama berpendapat bahwa bahwa suatu keputusan jangan langsung diambil
berdasarkan pendapat mayoritas, tetapi hendaknya dilakukan diskusi
berulang-ulang hingga tercapai kesepakatan.
14. Karena
musyawarah dilaksanakan oleh orang-orang pilihan yang memiliki sifat terpuji
dan tidak memiliki kepentingan pribadi atau golongan, serta dilaksanakan
sewajarnya agar disepakati bersama.
15. Apabila
terdapat orang yang tidak menerima keputusan, hal itu menunjukkan indikasi
adanya hal yang kurang berkenan di hati dan pikiran orang pilihan, sehingga
perlu dibicarakan lebih lanjut agar mencapai mufakat dan hasil terbaik, itulah
salah satu perbedaan antara musyawarah dalam Islam dengan demokrasi secara
umum.
16. Jika pembicaraan
berlarut-larut tanpa menemukan mufakat, dan terpaksa memilih pendapat
mayoritas, maka dapat dikatakan bahwa semua pendapat adalah baik, tetapi
dipilih pendapat yang paling baik.
17. Kaidah
agama Islam mengajarkan.
1) Jika terdapat
dua pilihan yang sama-sama baik, maka dipilih yang lebih banyak sisi baiknya.
2) Jika keduanya
buruk, maka dipilih yang paling sedikit keburukannya.
18. Dalam
implikasi pengangkatan pimpinan, persamaan antara musyawarah dan demokrasi adalah
pimpinan diangkat melalui kontrak sosial, tetapi bermusyawarah dalam Islam
harus mengaitkan dengan “Perjanjian dengan Allah”.
19. Al-Quran
surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 124.
۞ وَإِذِ ابْتَلَىٰ
إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ
فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي
جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا
ۖ قَالَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا
يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji
Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim
menunaikannya. Allah berfirman,”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi
seluruh manusia”. Ibrahim berkata,”(Dan saya mohon juga) dari
keturunanku". Allah berfirman,”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang
yang zalim”.
20. Dalam
demokrasi sekuler masalah apa pun dapat dibahas, dimusyawarahkan, dan diputuskan.
21. Dalam musyawarah
model Islam.
1) Tidak
dibenarkan bermusyawarah dalam bidang yang telah ada ketetapannya dari Allah
secara tegas dan pasti.
2) Tidak
dibenarkan menetapkan hal yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
3) Dalam perincian,
pola, dan caranya diserahkan kepada masyarakat, karena pendapat masyarakat
dapat berbeda dan bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman.
4) Al-Quran
memberikan kesempatan kepada setiap kelompok masyarakat untuk menyesuaikan
sistem musyawarahnya dengan kepribadian, kebudayaan dan kondisi sosialnya.
22. Al-Quran
surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 48 menyatakan tiap umat diberikan aturan dan
jalan yang terang.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا
لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ
مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا
عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ
بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
ۖ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا
مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
ۚ وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ
فِي مَا آتَاكُمْ
ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
ۚ إِلَى اللَّهِ
مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ
تَخْتَلِفُونَ
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu;
maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan
itu.
Daftar
Pustaka
1. Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan
Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com
online.
0 comments:
Post a Comment