BEDANYA DAKWAH DAN MENAFSIRKAN
AL-QURAN
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M.
Al-Quran memerintahkan umat manusia merenungkan ayat-ayatnya.
Dan mengecam orang yang sekadar
ikut pendapat atau tradisi lama tanpa dasar.
Al-Quran diturunkan untuk umat manusia di mana pun dan kapan pun.
Sehingga manusia pada zaman
modern dituntut memahami Al-Quran.
Seperti tuntutan yang pernah
ditujukan kepada masyarakat zaman Nabi.
Hasil pemikiran dipengaruhi:
1.
Tingkat kecerdasannya.
2.
Disiplin ilmu yang ditekuninya.
3.
Pengalaman.
4.
Penemuan ilmiah.
5.
Kondisi social dan politik.
6.
Dan lainnya.
Maka hasil pemikiran orang
berpotensi selalu berbeda.
Setiap orang diharapkan merenungkan, memahami, dan menafsirkan Al-Quran.
Karena melaksanakan perintah
Al-Quran sendiri.
Meskipun menghasilkan
pendapat berlainan harus ditampung.
Asalkan penafsiran Al-Quran
dilakukan penuh tanggung jawab.
Batas dalam menafsirkan ayat Al-Quran adalah kebebasan bertanggung jawab.
Seperti diterapkan dalam
setiap disiplin ilmu.
Jika mengabaikan pembatasan bisa
menimbulkan polusi pemikiran.
Dan musibah dalam kehidupan.
Misalnya, jika tiap orang
bebas bicara dan melakukan praktik bidang kedokteran.
Atau melakukan analisis statistik
tanpa pengetahuan tentang ilmu itu.
Maka kehidupan akan kacau.
Al-Quran mengecam orang yang tidak memperhatikan isi Al-Quran.
Para sahabat Nabi terkadang tidak
tahu, berbeda pendapat, dan keliru dalam memahami maksud firman Allah.
Sehingga timbul aturan
pembatasan penafsiran Al-Quran.
Ibnu Abbas membagi tafsir Al-Quran dalam 4 bagian,yaitu:
1.
Tafsir yang dipahami secara umum oleh masyarakat Arab berdasar
pengetahuan bahasa.
2.
Tafsir Al-Quran yang mudah dipahami oleh semua orang.
3.
Tafsir yang hanya diketahui para ulama.
4.
Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah.
Ada 2 jenis pembatasan, yaitu:
1.
Menyangkut “materi” ayat Al-Quran (bagian ke-4).
2.
Menyangkut “syarat” yang harus dipenuhi penafsir (bagian ke-3).
Dari segi “materi” ada ayat
Al-Quran yang hanya diketahui Allah dan
Rasul-Nya.
Jika Rasulullah menerima
penjelasan dari Allah.
Penjelasan ini mengandung beberapa kemungkinan.
1.
Ada ayat Al-Quran yang tidak mungkin dijangkau pengertiannya oleh
seseorang.
Misalnya, arti dari Ya Sin,
Alif Lam Mim, dan sebagainya.
Pendapat ini berdasar firman
Allah.
Yang membagi ayat Al-Quran ke
dalam ayat “muhkam” (jelas) dan “mutasyabih” (samar).
Dan bahwa tidak ada yang tahu
“takwil” (arti)-nya kecuali Allah.
Al-Quran surah Ali Imran (surah
ke-3) ayat 7.
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ
وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ
رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Dia yang
menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat, itu pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya
untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal.
2.
Ada ayat Al-Quran yang hanya diketahui artinya secara umum.
Artinya dipahami sesuai bentuk
“teks” redaksinya.
Tetapi tidak dipahami
maksudnya.
Seperti masalah metafisika,
perincian ibadah “an sich”.
Dan lainnya yang di luar
wilayah pemikiran akal manusia.
Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905 Masehi), ahli Tafsir yang paling mengandalkan
akal.
Menganut prinsip “Tidak
menafsirkan ayat Al-Quran yang kandungannya tidak terjangkau akal manusia.
Dan ayat Al-Quran yang
samar atau tidak diperinci oleh Al-Quran.”
SYARAT PENAFSIR AL-QURAN
1.
Ilmu bahasa Arab dalam berbagai bidangnya.
2.
llmu Al-Quran, sejarah turunnya, hadis Nabi, dan ushul fiqh.
3.
llmu prinsip pokok keagamaan.
4.
Disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat.
BEDANYA MENAFSIR DAN BERDAKWAH
Orang yang tidak
memenuhi syarat penafsir, boleh menyampaikan uraian tafsir.
Asalkan uraiannya berdasar
pemahaman para ahli tafsir yang memenuhi syarat.
Misalnya, orang membaca kitab
Tafsir An-Nur karya Prof. Hasby As-Shiddiqie.
Atau Tafsir Al-Azhar karya
Buya Hamka.
Kemudian dia
menyampaikan kesimpulan yang dibacanya kepada masyarakat.
Maka orang itu bukan berfungsi
menafsirkan ayat Al-Quran.
Tetapi berdakwah.
Faktor
penyebab keliru dan salah dalam penafsiran Al-Quran.
1.
Subjektivitas mufasir.
2.
Keliru dalam menerapkan metode atau kaidah.
3.
Dangkalnya ilmu alat.
4.
Dangkalnya ilmu dalam materi yang dibahas.
5.
Tidak memperhatikan konteksnya, “asbabun nuzul”, hubungan
antar-ayat, dan keadaan sosial masyarakat.
6.
Tidak memperhatikan faktor pribadi pembicara dan pendengarnya.
KESIMPULAN
Karena makin luas dan
meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka butuh kerja sama para
ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
Untuk bersama menafsirkan ayat
AlQuran.
Daftar Pustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan.
Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran.
Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.
Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment