APAKAH UMMATAN WASATHA
ITU
Oleh:Drs. H. M. Yusron
Hadi, M.M.
Kata “ummat” terambil
dari kata “amma-yaummu”.
Yang artinya “menuju”,
“menumpu”, dan “meneladani” .
Dari akar kata “ummat”
lahir antara lain kata “um” (ibu) dan “imam” (pemimpin).
Karena keduanya
menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapan anggota masyarakat.
Al-Quran dan hadis
Nabi tidak membatasi pengertian umat hanya pada kelompok manusia.
Tetapi binatang juga
termasuk umat.
Al-Quran surah
Al-An'am (surah ke-6) ayat 38.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ
بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ
شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Dan tidaklah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidaklah Kami alpakan
sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dihimpunkan.
Al-Quran surah An-Nahl
(surah ke-16) ayat 120.
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا
وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya Ibrahim
adalah seorang imam (umat) yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah
dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan (Tuhan).
Kata “umat” dipakai
untuk manusia yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta untuk manusia yang
durhaka dan tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Al-Quran surah Al-Ra'd
(surah ke-13) ayat 30.
كَذَٰلِكَ أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهَا
أُمَمٌ لِتَتْلُوَ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ
بِالرَّحْمَٰنِ ۚ قُلْ هُوَ رَبِّي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ
وَإِلَيْهِ مَتَابِ
Demikian, Kami telah
mengutusmu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya,
supaya kamu membacakan kepada mereka (Al-Quran) yang Kami wahyukan kepadamu,
padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakan, “Dia Tuhanku
tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, hanya kepada-Nya aku
bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertobat.
Kata “umat” punya
makna indah, luwes, dan lentur.
Sehingga dapat
mencakup aneka makna, serta dapat menampung berbagai perbedaan dalam
kebersamaan.
Al-Quran memilih kata
“umat” untuk menunjukkan “himpunan pengikut Nabi Muhammad atau umat Islam”.
Sebagai isyarat “umat
Islam” dapat menampung segala perbedaan dalam kelompok.
Betapapun kecilnya
jumlah mereka, selama masih dalam arah yang sama, yaitu beriman kepada Allah.
Al-Quran surah
Al-Anbiya (surah ke-21) ayat 92.
إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ
فَاعْبُدُونِ
Sesungguhnya (agama
tauhid) ini adalah agamamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka
sembahlah Aku.
Al-Quran surah Yusuf
(surah ke-12) ayat 45 memakai kata “umat” yang artinya “waktu”.
وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا
أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ
Dan berkatalah orang
yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah
beberapa waktu lamanya, “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang
pandai) menakbirkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).”
Al-Quran surah
Az-Zukhruf (surah ke-43) ayat 22 memakai kata “umat” yang artinya “jalan”, atau
“gaya dan cara hidup”.
بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا
عَلَىٰ آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ
Bahkan mereka
berkata,“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan (mengikuti)
jejak mereka.”
Al-Quran surah
Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 143 menyatakanumat Islam adalah “ummatan wasatha”.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ
عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا
الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ
الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً
إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ
إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan demikian (pula)
Kami telah menjadikanmu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat
berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah; dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada manusia.
Pada awalnya, kata
“wasath” artinya “semua yang baik sesuai dengan objeknya” dan “sesuatu yang
baik yang berada pada posisi di antara dua ekstrem”.
Keberanian adalah
“pertengahan sifat ceroboh dan takut”.
Kedermawanan adalah
“pertengahan antara sikap boros dan kikir”.
Kesucian adalah
“pertengahan antara kedurhakaan karena dorongan nafsu yang menggebu dan
impotensi”.
Kata “wasath”
berkembang maknanya menjadi “tengah”.
Orang yang menghadapi
dua pihak bermusuhan dituntut untuk menjadi “wasath” (wasit).
Dan berada di tengah
agar berlaku adil, lalu muncul makna “wasath” (adil).
Yang dimaksudkan
“ummatan wasatha” adalah umat moderat.
Dan posisinya berada
di tengah-tengah, agar dapat dilihat oleh semua pihak dari segenap penjuru.
Umat Islam adalah
“ummatan wasatha” artinya umat Islam menjadi “syuhada” (saksi), serta menjadi
teladan dan “patron” (pola) bagi yang lain.
Dan pada saat yang
sama umat Islam menjadikan Nabi Muhammad sebagai contoh teladan dan saksi
pembenaran bagi semua aktivitasnya.
Keberadaan umat Islam
dalam “posisi pertengahan” menyebabkan umat Islam tidak seperti umat yang
hanyut oleh materialisme dan kebendaan semata.
Serta tidak
mengantarnya membumbung tinggi ke alam rohani saja yang tidak berpijak di bumi.
Posisi pertengahan
menjadikan umat Islam harus mampu memadukan aspek jasmani, rohani, material,
dan spiritual dalam segala sikap, perilaku, kegiatannya.
Posisi umat Islam
sebagai “ummat wasathiyat” (umat moderat dalam posisi pertengahan).
Mengundang arti umat
Islam untuk berinteraksi, berdialog, dan terbuka dengan semua pihak dalam
berbagai agama, budaya, dan peradaban.
Umat Islam tidak dapat menjadi saksi yang baik dan berlaku adil,
apabila umat Islam bersikap tertutup atau menutup diri dari lingkungan dan
perkembangan zaman.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish.
Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish
Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit
Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish.
E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital,
Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment