MAKNA
KEMBALI KEPADA AL-QURAN DAN SUNAH
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Sejak pertengahan tahun 1950-an Masehi,
sampai sekarang.
Umat lslam melalui 2 periode berbeda.
Periode ke-1
Napoleon dengan ekspedisinya ke
Mesir.
Telah membuka mata dan menghentakkan
umat Islam.
Bahwa ada sesuatu luar biasa terjadi
di tempat lain.
Kejutan luar biasa itu dapat berupa
api membakar.
Atau cahaya yang menerangi.
Dan memunculkan sesuatu yang
positif.
Yaitu umat Islam sadar tertinggal
dalam kemajuan ilmu dan teknologi.
Segi negatifnya adalah umat
Islam silau dengan kemajuan Barat.
Sebagian berupaya menirunya tanpa
seleksi.
Atau berusaha menutupi kelemahan.
Dengan mengingat kejayaan umat
Islam pada zaman lampau.
Hilangnya kepercayaan diri.
Saat umat Islam melihat kemajuan
Barat dijadikan kompensasi.
Untuk melahirkan sesuatu.
Yang disebut “sastra kebanggaan dan
kejayaan masa lampau”.
Dalam dunia sastra Arab.
Dalam bidang tafsir Al-Quran.
Tiap ada penemuan baru diklaim.
Bahwa “penemuan itu sudah
dibicarakan dalam Al-Quran”.
Sehingga sebagian umat Islam terbius
kejayaan masa lalu.
Dan situasi ini terjadi pada
periode pertama.
Periode ke-2
Umat Islam bangkit menemukan
identitasnya.
Dan mempertahankan ajaran
agamanya.
Hal ini adalah sesuatu yang baik.
Meskipun di sisi lain tetap
mengandung segi négatif.
Jika dalam periode ke-1.
Sebagian umat meniru segala yang
dihasilkan Dunia Barat.
Maka pada periode ke-2.
Ada pihak yang berusaha
mempertahankan segala yang dihasilkan leluhur.
Semboyannya adalah,
”Umat Islam tidak akan berjaya.
Jika tidak menempuh jalan yang
ditempuh para leluhur.”
Kemudian lahir semboyan yang
hingga kini masih terdengar.
“Mari kita kembali kepada
Al-Quran dan sunah Nabi”.
Semua umat Islam pasti setuju.
Bahwa umat Islam harus kembali
kepada Al-Quran dan hadas Nabi.
Tetapi masalahnya.
Bagaimana cara kembalinya.
Al-Quran dan hadis Nabi adalah
redaksi termaktub (tertulis).
Dan keduanya adalah kalimat sangat
indah.
Tetapi karena berwujud bahasa.
Maka seperti halnya semua bahasa.
Bisa punya berbagai fungsi.
Sebagian umat Islam memfungsikan Al-Quran
dan hadis Nabi:
1.
Melihat
sisi keindahan langgam dan iramanya.
2.
Sebagai
syair yang dikecam Al-Quran.
Yaitu orang memakai bahasa sekadar untuk tujuan itu.
Digambarkan Al-Quran sebagai orang
yang mengembara di setiap lembah.
Dan suka mengucapkan sesuatu.
Yang mereka sendiri tidak melakukannya.
Al-Quran surah Asy-Syuara (surah ke-26) ayat
224-226.
وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ
الْغَاوُونَأَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَوَأَنَّهُمْ
يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ
Dan
penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat
bahwa mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwa mereka suka mengatakan
apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan (nya)?
Sebagian umat Islam memakai
bahasa pada “nama-namanya”.
Bukan pada esensinya.
Misalnya, kaum musyrik menyebut berhala
adalah tuhan.
Al-Quran menjelaskan itu hanya
nama yang kamu dan orang tuamu menjulukinya.
Tapi tidak ada kekuatan yang
diberikan oleh Allah atas nama-nama itu.
Al-Quran surah An-Najm (surah
ke-53) ayat 23.
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ
سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ
جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
Itu
tidak lain hanya nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah
tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain
hanya mengikuti persangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan
sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.
Bahasa atau nama-nama akan
berfungsi dengan baik.
Jika ada kekuatannya.
Kekuatan bahasa bukan terletak
pada langgamnya.
Tetapi pada sesuatu di balik
langgam atau nama itu.
Misalnya kalimat,
”Kereta api akan berangkat pukul 09.00
pagi”.
Hal itu tidak banyak artinya.
Jika dia tidak bergerak.
Sehingga dia berada di stasiun kereta
api sebelum jam berangkat.
Jika
orang hanya menghafalkan dan mengulanginya ribuan kali.
Maka kalimat itu sekadar menjadi
nama.
Tanpa kekuatan.
Demikian juga.
Jika kita ingin kembali kepada
Al-Quran dan hadis Nabi.
Tetapi terbatas pada pesona
langgam dan iramanya.
Atau “nama-namanya” belaka.
Maka hal itu kurang bermakna.
Para ulama sepakat kebangkitan umat
Islam dapat diraih.
Dengan syarat umat Islam kembali berpedoman kepada Al-Quran dan hadis
Nabi.
Yang sesuai dengan cara Nabi Muhammad
mengajarkannya.
Daftar
Pustaka
1.
Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan
Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.
Tafsirq.com
online
0 comments:
Post a Comment