Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, December 24, 2017

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581.GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

581. GANGGU

MENGHADAPI GANGGUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara menghadapi gangguan orang yang menyakitkan hati menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah beliau menjumpai masyarakat yang majemuk yang berbhineka, yaitu kaum Yahudi, kaum Nasrani, Bani Aus, Bani Khazraj, dan kaum Muslim.
     Rasulullah menjalin hubungan persahabatan dengan seluruh masyarakat Madinah untuk membangun dan mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar, dan sejak itu Allah mengizinkan umat Islam berperang untuk mempertahankan diri.
    Hal ini terbukti dengan terjadinya Perang Badar pada tahun ke-2 Hijriah dan Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, serta pada tahun ke-4 Hijriah turun wahyu peringatan Al-Quran yang ditujukan kepada umat Islam.
      Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 186.

۞ لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

      “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”.
      Al-Quran menjelaskan bahwa sebagai manusia sering kali kita akan menerima gangguan yang menyakitkan hati yang tak henti-hentinya datang, sedangkan sumber segala sikap terpuji dalam bidang interaksi sosial adalah pertimbangan kemaslahatan dan kepentingan umum.
      Seandainya setiap orang dan kelompok berusaha memenuhi keinginannya sendiri, maka akan terjadi penindasan atas kepentingannya sendiri, sehingga setiap orang maupun kelompok dituntut untuk mengorbankan sebagian keinginan dan tuntutannya untuk ketenteraman dan ketertiban bersama.
      Setiap sikap terpuji dalam pandangan Al-Quran akan mencerminkan kekuatan pelakunya, dan kedermawanan adalah kekuatan, karena pelakunya sadar bahwa dirinya kuat, sehingga dia mau mengulurkan tangan kepada pihak yang lemah dan tidak mampu.
     Kesucian adalah kekuatan jiwa, karena pelakunya mampu menekan rayuan nafsu dan godaan syahwatnya, serta kasih sayang adalah kekuatan hati, karena kasih sayangnya ditujukan kepada pihak yang lemah dan tidak berdaya.
    Kesabaran dan pemaafan juga kekuatan, karena seseorang yang tidak kuat dan tidak tabah menghadapi gejolak jiwanya, maka dia ingin membalasnya, kemudian  niat membalas dan dendam itu dibatalkan, maka dinamakan bersabar yang berarti memaafkan.
    Keadilan juga kekuatan, karena Allah berpesan,”Jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, maka berlaku adillah.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

     “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
     Kesimpulannya, tuntunan agama Islam dalam menghadapi setiap gangguan dari manusia yang jahat adalah,”Galanglah kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan mental untuk kemaslahatan seluruh kelompok, karena apabila kalian kuat dan kompak, maka siapa pun tidak akan berani menggangu dan menyakitkan hatimu.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online