Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Monday, December 25, 2017

583. ISA

NABI MUHAMMAD DAN NABI ISA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Nabi Isa dan Nabi Muhammad menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Secara umum, orang berpendapat bahwa tahun pertama kalender Masehi adalah pada tahun kelahiran Nabi Isa Al-Masih, hal itu telah dikenal oleh bangsa Eropa sejak tahun 532 Masehi.
      Tetapi terdapat agamawan dan sejarawan yang menolaknya, dengan alasan dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa Nabi Isa Al-Masih lahir pada zaman pemerintahan Herodes, sedangkan Herodes dinyatakan meninggal empat tahun sebelum tahun pertama kalender Masehi.
       Tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Nabi Isa juga diragukan oleh sebagian ahli dengan berbagai alasan dan dalih, tetapi yang aneh adalah sebagian ahli meragukan bahwa Nabi Isa benar-benar pernah lahir di dunia ini.
      Sejak abad ke-18 muncul sekelompok ahli yang beranggapan bahwa Nabi Isa adalah tokoh fiktif, dan bahkan semua Nabi dan rasul dianggapnya sebagai tokoh fiktif yang tidak pernah ada wujudnya, kecuali Nabi Muhammad yang benar-benar pernah lahir di bumi.
      Sebagian ahli tersebut berpendapat bahwa Nabi Isa tak pernah disebutkan dalam sejarah periode masa kelahirannya dan menganggap bahwa kisah hidup Nabi Isa adalah sama dengan kisah khayalan tokoh fiktif yang banyak dikenal sebelumnya.
      Umat Islam yakin dan percaya bahwa Nabi Isa dan Nabi Muhammad pernah lahir dan menginjakkan kaki di bumi ini, meskipun berbeda pendapat tentang tanggal kelahirannya.
      Para ulama sepakat bahwa kehadiran Nabi Isa dan Nabi Muhammad di dunia adalah untuk umat manusia, karena keduanya mengaku sebagai anak manusia yang berulang kali ditemukan dalam Perjanjian Baru dan Al-Quran bahwa keduanya membawa rahmat dari Allah untuk manusia.
     Nabi Isa bersabda,”Aku datang untuk membebaskan bumi”. Sedangkan Nabi Muhammad bersabda,”Aku adalah rahmat bagi seluruh alam semesta.” Nabi Isa dan Nabi Muhammad datang membela pihak yang lemah dan miskin, membebaskan pihak yang tertindas, serta membantu semua pihak yang membutuhkan.
     Nabi Isa bersabda kepada orang yang telah melaksanakan perintah Tuhan dengan tidak membunuh, tidak berzina, dan tidak mencuri,”Ada satu hal yang belum kamu laksanakan, yaitu pergilah dan juallah barangmu dan berikan kepada fakir miskin.”
      Nabi Isa bersabda,”Siapa yang mempunyai makanan, maka hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak punya.” “Siapa yang mempunyai dua baju hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak memilikinya.”

      Nabi Muhammad bersabda,”Carilah aku di tengah-tengah umat yang lemah.” Nabi Muhammad bersabda,“Kamu mendapatkan rezeki dari orang-orang yang lemah, mereka adalah saudaramu, maka berilah mereka makanan seperti yang kamu makan, dan berilah baju seperti yang kamu pakai.”
      Nabi Isa dan Nabi Muhammad adalah saling bergandengan tangan, sehingga umatnya diharapkan juga saling dpat bergandengan tangan, terlepas  apakah 25 Desember adalah hari lahir Nabi Isa, tetapi umat Islam dianjurkan untuk mengucapkan  doa untuk beliau berdua.
     Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 33 menyatakan salam sejahtera untuk Nabi Isa.

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

      “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
     Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 56.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

      “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

583. ISA

NABI MUHAMMAD DAN NABI ISA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Nabi Isa dan Nabi Muhammad menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Secara umum, orang berpendapat bahwa tahun pertama kalender Masehi adalah pada tahun kelahiran Nabi Isa Al-Masih, hal itu telah dikenal oleh bangsa Eropa sejak tahun 532 Masehi.
      Tetapi terdapat agamawan dan sejarawan yang menolaknya, dengan alasan dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa Nabi Isa Al-Masih lahir pada zaman pemerintahan Herodes, sedangkan Herodes dinyatakan meninggal empat tahun sebelum tahun pertama kalender Masehi.
       Tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Nabi Isa juga diragukan oleh sebagian ahli dengan berbagai alasan dan dalih, tetapi yang aneh adalah sebagian ahli meragukan bahwa Nabi Isa benar-benar pernah lahir di dunia ini.
      Sejak abad ke-18 muncul sekelompok ahli yang beranggapan bahwa Nabi Isa adalah tokoh fiktif, dan bahkan semua Nabi dan rasul dianggapnya sebagai tokoh fiktif yang tidak pernah ada wujudnya, kecuali Nabi Muhammad yang benar-benar pernah lahir di bumi.
      Sebagian ahli tersebut berpendapat bahwa Nabi Isa tak pernah disebutkan dalam sejarah periode masa kelahirannya dan menganggap bahwa kisah hidup Nabi Isa adalah sama dengan kisah khayalan tokoh fiktif yang banyak dikenal sebelumnya.
      Umat Islam yakin dan percaya bahwa Nabi Isa dan Nabi Muhammad pernah lahir dan menginjakkan kaki di bumi ini, meskipun berbeda pendapat tentang tanggal kelahirannya.
      Para ulama sepakat bahwa kehadiran Nabi Isa dan Nabi Muhammad di dunia adalah untuk umat manusia, karena keduanya mengaku sebagai anak manusia yang berulang kali ditemukan dalam Perjanjian Baru dan Al-Quran bahwa keduanya membawa rahmat dari Allah untuk manusia.
     Nabi Isa bersabda,”Aku datang untuk membebaskan bumi”. Sedangkan Nabi Muhammad bersabda,”Aku adalah rahmat bagi seluruh alam semesta.” Nabi Isa dan Nabi Muhammad datang membela pihak yang lemah dan miskin, membebaskan pihak yang tertindas, serta membantu semua pihak yang membutuhkan.
     Nabi Isa bersabda kepada orang yang telah melaksanakan perintah Tuhan dengan tidak membunuh, tidak berzina, dan tidak mencuri,”Ada satu hal yang belum kamu laksanakan, yaitu pergilah dan juallah barangmu dan berikan kepada fakir miskin.”
      Nabi Isa bersabda,”Siapa yang mempunyai makanan, maka hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak punya.” “Siapa yang mempunyai dua baju hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak memilikinya.”

      Nabi Muhammad bersabda,”Carilah aku di tengah-tengah umat yang lemah.” Nabi Muhammad bersabda,“Kamu mendapatkan rezeki dari orang-orang yang lemah, mereka adalah saudaramu, maka berilah mereka makanan seperti yang kamu makan, dan berilah baju seperti yang kamu pakai.”
      Nabi Isa dan Nabi Muhammad adalah saling bergandengan tangan, sehingga umatnya diharapkan juga saling dpat bergandengan tangan, terlepas  apakah 25 Desember adalah hari lahir Nabi Isa, tetapi umat Islam dianjurkan untuk mengucapkan  doa untuk beliau berdua.
     Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 33 menyatakan salam sejahtera untuk Nabi Isa.

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

      “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
     Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 56.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

      “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

583. ISA

NABI MUHAMMAD DAN NABI ISA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Nabi Isa dan Nabi Muhammad menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Secara umum, orang berpendapat bahwa tahun pertama kalender Masehi adalah pada tahun kelahiran Nabi Isa Al-Masih, hal itu telah dikenal oleh bangsa Eropa sejak tahun 532 Masehi.
      Tetapi terdapat agamawan dan sejarawan yang menolaknya, dengan alasan dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa Nabi Isa Al-Masih lahir pada zaman pemerintahan Herodes, sedangkan Herodes dinyatakan meninggal empat tahun sebelum tahun pertama kalender Masehi.
       Tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Nabi Isa juga diragukan oleh sebagian ahli dengan berbagai alasan dan dalih, tetapi yang aneh adalah sebagian ahli meragukan bahwa Nabi Isa benar-benar pernah lahir di dunia ini.
      Sejak abad ke-18 muncul sekelompok ahli yang beranggapan bahwa Nabi Isa adalah tokoh fiktif, dan bahkan semua Nabi dan rasul dianggapnya sebagai tokoh fiktif yang tidak pernah ada wujudnya, kecuali Nabi Muhammad yang benar-benar pernah lahir di bumi.
      Sebagian ahli tersebut berpendapat bahwa Nabi Isa tak pernah disebutkan dalam sejarah periode masa kelahirannya dan menganggap bahwa kisah hidup Nabi Isa adalah sama dengan kisah khayalan tokoh fiktif yang banyak dikenal sebelumnya.
      Umat Islam yakin dan percaya bahwa Nabi Isa dan Nabi Muhammad pernah lahir dan menginjakkan kaki di bumi ini, meskipun berbeda pendapat tentang tanggal kelahirannya.
      Para ulama sepakat bahwa kehadiran Nabi Isa dan Nabi Muhammad di dunia adalah untuk umat manusia, karena keduanya mengaku sebagai anak manusia yang berulang kali ditemukan dalam Perjanjian Baru dan Al-Quran bahwa keduanya membawa rahmat dari Allah untuk manusia.
     Nabi Isa bersabda,”Aku datang untuk membebaskan bumi”. Sedangkan Nabi Muhammad bersabda,”Aku adalah rahmat bagi seluruh alam semesta.” Nabi Isa dan Nabi Muhammad datang membela pihak yang lemah dan miskin, membebaskan pihak yang tertindas, serta membantu semua pihak yang membutuhkan.
     Nabi Isa bersabda kepada orang yang telah melaksanakan perintah Tuhan dengan tidak membunuh, tidak berzina, dan tidak mencuri,”Ada satu hal yang belum kamu laksanakan, yaitu pergilah dan juallah barangmu dan berikan kepada fakir miskin.”
      Nabi Isa bersabda,”Siapa yang mempunyai makanan, maka hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak punya.” “Siapa yang mempunyai dua baju hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak memilikinya.”

      Nabi Muhammad bersabda,”Carilah aku di tengah-tengah umat yang lemah.” Nabi Muhammad bersabda,“Kamu mendapatkan rezeki dari orang-orang yang lemah, mereka adalah saudaramu, maka berilah mereka makanan seperti yang kamu makan, dan berilah baju seperti yang kamu pakai.”
      Nabi Isa dan Nabi Muhammad adalah saling bergandengan tangan, sehingga umatnya diharapkan juga saling dpat bergandengan tangan, terlepas  apakah 25 Desember adalah hari lahir Nabi Isa, tetapi umat Islam dianjurkan untuk mengucapkan  doa untuk beliau berdua.
     Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 33 menyatakan salam sejahtera untuk Nabi Isa.

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

      “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
     Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 56.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

      “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Sunday, December 24, 2017

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582.KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

582. KATA

KATA YANG DIHAPUS NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang tujuh kata yang dihapus oleh Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Dalam sejarah Islam dikenal Perjanjian Hudaibiyah, yaitu perjanjian kesepakatan perdamaian yang disepakati pada tahun ke-6 Hijriah, antara Nabi Muhammad dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Mekah yang masih musyrik.
     Perjanjian Hudaibiyah dinilai oleh banyak sahabat Nabi sebagai sangat menguntungkan kaum kafir Quraisy, meskipun banyak ahli Al-Quran yang kemudian menilai bahwa Allah menyebutnya dengan “fathul mubin” (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum Muslim).
      Al-Quran surah Al-Hujurat, surah ke-48 ayat 1.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      "Orang yang mendatangi Muhammad untuk memeluk agama Islam, maka harus dikembalikan, tetapi orang yang meninggalkannya menuju Mekah tidak dapat dikembalikan," demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka bertanya“Mengapa perjanjian seperti itu disepakati oleh Nabi?”
      Tetapi, reaksi yang ditimbulkanya belum seberapa apabila dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
      Nabi bersabda,”Wahai Ali, tulislah ‘Bismillahir rahmanir rahim’.” Ali pun segera menuliskannya, tetapi Suhail bin  Amr dengan cepat berkata,”Kami tidak mengenal Ar-Rahman, maka hapuslah kata itu dan gantilah dengan ‘Dengan namamu, wahai Tuhan’.”
      Nabi menyetujui dan memerintahkan untuk menghapus “basmalah” tersebut, sambil melanjutkan bersabda,”Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
     Suhail bin Amr berkata,”Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai utusan Allah, maka kami tidak akan memerangimu, maka hapuslah itu, dan gantilah dengan ‘Muhammad bin Abdullah’.”
      Sekali lagi Nabi menyetujuinya sambil bersabda,”Demi Allah, aku adalah utusan Allah, meskipun kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!” Ali bin Abi Thalib tampak ragu, dan para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata,”Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
      Nabi bersabda,”Tenanglah wahai Umar, aku adalah utusan Allah”. Nabi mengambil konsep naskah perjanjian tersebut lalu menghapus dengan tangannya sendiri kalimat,”Muhammad Rasul Allah”.
      Demikianlah, Nabi menghapus tujuh kata yaitu “Bismi”, “Allah”, “Rahman”, “Rahim”, “Muhammad”, “Rasul”, dan “Allah” dalam konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut.
     Peristiwa ketika menyusun konsep Perjanjian Hudaibiyah tersebut, menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap Nabi menghadapi kaum musyrik untuk mencapai perdamaian, padahal beliau sadar bahwa kaum musyrik sebenarnya tidak paham dan tidak mau mengerti.
     Begitulah kaum kafir, ketika dalam “diskusi ilmiah” mereka samakan dengan “pokrol”, yaitu hanya pandai berdebat, membantah, dan berputar lidah saja, sedangkan “keluwesan” mereka nilai sebagai “kelemahan”, serta “perjanjian yang telah disetujui” dilanggarnya, maka yang diperlukan adalah ketegasan, meskipun masih selalu diliputi rahmat dan kasih sayang sesama manusia.
    Ketika pasukan Nabi memasuki kota Mekah sebagai sanksi hukuman atas pelanggaran perjanjian tersebut, Nabi mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah, dan ditolaknya para sahabat yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. Nabi bersabda,”hari ini adalah hari kasih sayang.”
     Nabi mengumandangkan semboyan,”Saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia”. Sungguh agung akhlak Nabi Muhammad dan alangkah wajarnya kita mencontoh dan meneladaninya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online