Saturday, June 24, 2017

111. MUDIK

MUDIK LEBARAN,
MENGHIMPUN YANG TERSERAK
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

     Mudik (menurut KBBI V) berarti pulang ke kampung halaman. Seminggu sebelum Hari Raya “Idul Fitri”. Setiap tahun. Mendekati Hari Raya “Idul Fitri”. Arus mudik amat besar. Banyak penduduk kota pulang ke desa. Kembali ke kampung halaman.
     Mereka bersilaturahmi. Menyambung tali persaudaraan. Berlibur dan bernostalgia. Sebagian orang berpendapat. Ada yang memamerkan keberhasilan. Menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi. Merupakan ajaran yang dianjurkan Islam. Kata “Silaturahmi” berasal dari kata “Shilat” dan “Rahim”.
       “Shilat” bermakna “Menyambung” dan “Menghimpun”. “Rahim” berarti “Kasih sayang” dan “Peranakan” atau “Kandungan”. Karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus. Antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman. Karena aneka faktor. Disebabkan berbagai alasan. Diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Menyambung tali yang putus. Itulah hakikat silaturahmi. Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian. Tetapi, yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus”.
     Minal Aizin Wal Faidzin. Apakah yang dimaksud ucapan ini? “Minal Aidzin” bermakna “Semoga kita termasuk orang yang kembali”. Yang dimaksud kembali adalah “Kembali kepada fitrah”. Yaitu “Asal kejadian”, atau “Kesucian”, atau “Agama yang benar”.
     “Al-Faizin” bermakna “Keberuntungan”. Kata “Fawz” bermakna “Pengampunan dan keridaan Tuhan serta kebahagiaan surga.”  “Wal Faidzin” berarti “Semoga kita termasuk orang yang memperoleh ampunan dan rida Allah. Sehingga kita semua mendapatkan kenikmatan surga.”
       Mudik lebaran. Berjumpa dengan keluarga. Bersalaman dengan handai taulan. Bertemu dengan teman dan kenalan lainnya. Biasanya disertai ucapan “Mohon maaf lahir batin”. Professor Quraish Shihab menjelaskan. Kata ”maaf” berasal dari kata “Afwu”. Bermakna “kelebihan”.
    “Kelebihan” atau “kekurangan” merupakan sesuatu yang tak normal. Orang yang berbuat kesalahan. Berarti mempunyai “kelebihan” yang tak wajar. Orang yang menyimpan kesalahan orang lain. Juga, mempunyai “kelebihan”  tak normal.
     Semua orang  yang “tak normal”. Sebaiknya bertemu. Untuk saling memaafkan. Agar hubungan menjadi normal kembali.  Saling memaafkan tak perlu menunggu Hari Raya “Idul Fitri”. Lebih cepat lebih baik. Karena kita tak tahu berapa panjang umur seseorang. Mudik lebaran merupakan kesempatan amat baik. Untuk menghimpun yang terserak.
     Ucapan “Taqabbalallahu minna waminkum”. Bermakna “Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian semua”. Saling mendoakan kebaikan merupakan ajaran Islam yang amat mulia.
      Al-Quran surah Ali Imran. Surah ke-3 ayat 133-134. “Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu. Dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan sebagian hartanya. Baik di waktu lapang maupun sempit. Dan orang-orang yang menahan amarahnya. Memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment