SIKAP PAHLAWAN MEMBERI TAK MINTA TAK AMBIL
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M.
Tanggal 10 November 1945.
Puncak pertempuran dahsyat di Surabaya.
Dijadikan tonggak kepahlawanan.
Pada 1959.
Presiden Sukarno menetapkan 10 November sebagai Hari
Pahlawan.
Melalui Keppres Nomor 316.
Hari Pahlawan untuk mengenang para patriot bangsa.
Yang telah berkorban dan menukar jiwa.
Demi memperjuangkan.
Dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan.
Sebagai
ikhtiar menyerap nilai perjuangan para pahlawan Indonesia.
Sekaligus
aktualisasi nilai pahlawan.
Agar
hidup dalam jiwa, alam, pikiran, sikap.
Serta tindakan
warga dan elite bangsa.
Hari
Pahlawan jangan hanya dijadikan seremoni belaka,” tutur Haedar Nashir (9/11/2021).
Saat
ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan tantangan sangat kompleks.
“Lawan
tidak datang dalam bentuk penjajahan fisik.
Ancaman
terbesar.
Justru
hadir saat warga dan elite bangsa.
Tidak
lagi menjaga persatuan.”
Agar
di Hari Pahlawan ini.
Segenap
elemen bangsa kembali menghidupkan nilai pahlawan.
Representasinya
dalam:
1. Rela berkorban.
Para
pahlawan telah berkorban.
Demi
merawat eksistensi Republik Indonesia.
Dalam
panggung sejarah bangsa.
Jika
nilai pengorbanan ini diaktualisasi dengan baik.
Akan
terbentuk bangsa yang peka.
Mau
membantu sesame.
Dan
tidak lagi memprovokasi.
Yang
dapat menimbulkan konflik dalam berbangsa dan bernegara.
“Para
pahlawan nasional.
Dalam
mewujudkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia.
Mereka
berani berkorban, pikiran, harta.
Bahkan
jiwa untuk Indonesia.
Para pahlawan
memberi.
Bukan minta.
Dan
bukan mengambil.
Itu
ciri berkorban,” ujar Haedar.
Mereka
berkorban dengan jiwa tulus.
2. Meletakkan kepentingan bangsa dan Negara.
Di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Persoalan
dan tantangan bangsa Indonesia banyak dan kompleks.
Tidak
mungkin menyelesaikan semua masalah.
Tanpa
kolaborasi dan persatuan.
Di
antara segenap elemen anak bangsa.
Para
pahlawan mampu menyatukan tanah air.
Karena
mereka selalu meletakkan kepentingan bangsa.
Di
atas kepentingan diri, keluarga, dan kroni.
“Para
pahlawan melintas batas.
Dengan
hadir untuk semua kalangan.
Man
mereka hadir sebagai sosok-sosok.
Yang
meletakkan kepentingan lebih luas.
Di
atas kepentingan yang lebih sempit.
Para pahlawan
hadir tidak untuk diri, keluarga, atau kroninya.
Tapi untuk
kepentingan bangsa dan negara,” kata Haedar.
3. Nilai kenegarawaan.
Para
pahlawan mengajarkan.
Bahwa
eskpresi sikap negarawan dapat dimulai dari hal sederhana.
Seperti
bertindak jujur.
Dalam
perkataan maupun perbuatan.
“Ketika
ada kesalahan.
Mereka
gagah berani mengakui salah.
Dan
tidak menutupi kesalahannya dengan kesalahan lain.”
Kebiasaan
laku jujur dari para pahalawan.
Dapat
menjadi inspirasi.
Dan
batu tapal kemajuan untuk bangsa dan negara.
“Para
pahlawan berdiri tegak.
Di
atas nilai kebenaran, kebaikan.
Dan
kepatutan dalam hidup.
Para
pahlawan adalah kesatria.
Di
saat salah.
Mereka
berani mengaku salah.
Dan
tidak menutupi salahnya.
Dengan
kesalahan lain.
Para pahlawan
tidak berdusta.
Tapi sangat
jujur dengan kehidupan.
Jiwa
kesatria ini begitu penting,” ujar Haedar.
4. Nilai uswah hasanah atau teladan
hidup.
Menjadi
teladan baik.
Yaitu salah
satu simpul harapan bangsa Indonesia.
Di
saat negara ini rapuh social.
Sebagai
imbas pertarungan politik.
Dan
ekonomi ambisius.
Kita perlu
meneladani para pahlawan.
Yang
telah memberi panduan dalam berbangsa dan bernegara.
Yaitu
kata dan tindakannya.
Tidak
pernah pecah kongsi.
“Para
pahlawan.
Pada
dasarnya hidup sejahtera nan bersahaja.
Tapi
jiwanya seluas samudra.
Bahkan
melampauinya.
Kata
sejalan dengan tindakan.
Sehingga
masyarakat mendapat obor dan suluh.
Dari
sikap, pikiran, cita-cita, langkah.
Dan
jejak para pahlawan,” tukas Haedar Nashir.
Selamat memperingati Hari
Pahlawan!
(Sumber suara.muhammadiyah)
0 comments:
Post a Comment