Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Friday, September 1, 2017

238. QADAR2

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Kata “Qadar” digunakan untuk tiga arti. Pertama, “Qadar” artinya “penetapan dan pengaturan”. Sehingga Lailatul Qadar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Sebagian ulama memahami penetapan perjalanan hidup manusia  dalam setahun.
    Pendapat ini dikuatkan dengan firman Allah pada surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami yang memberikan peringatan”.
      Al-Quran yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi Nabi Muhammad, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, secara individu maupun kelompok.
    Kedua, Kata “Qadar” artinya “Kemuliaan”. Malam itu adalah malam mulia yang tidak ada bandingnya, karena terpilih sebagai malam awalnya turunnya Al-Quran dan titik awal segala kemuliaan yang dapat diraih.

   •                      ••         •                 
      “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia”. Katakan, “Siapa yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapakmu tidak mengetahui(nya)?” Katakan,”Allah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Quran kepada mereka), biarkan mereka bermain-main dalam kesesatannya”.
     Ketiga, Kata “Qadar” artinya “Sempit”. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti ditegaskan dalam surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Ketiga arti tersebut bisa benar semuanya, karena malam itu adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka akan menentukan masa depan manusia, dan para malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
       Apakah Lailatul Qadar datangnya hanya sekali saja, yaitu ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu?
     Sebagian ulama berpendapat malam Lailatul Qadar hanya datang sekali saja, yaitu hanya pada zaman Nabi. 
     Al-Quran menjelaskan bahwa wahyu Allah diturunkan pada Lailatul Qadar, dan  umat Islam yakin bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah Nabi wafat, maka malam mulia itu tidak akan hadir lagi.
    Pendapat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi sekali saja, ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran dan teks hadis yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadan.
    Apalagi Nabi menganjurkan umat Islam untuk menyiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada 10 malam ganjil bulan Ramadan.  
      Para ulama berpendapat bahwa memang awal turunnya Al-Quran 15 abad  lalu pada malam Lailatul Qadar, tetapi malam mulia itu hadir setiap tahun pada bulan Ramadan.
     Hal ini berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran  turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
   Pendapat ulama dikuatkan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” atau “present tense” pada ayat “Tanazzalalul malaikatu war ruh”.
    Kata “Tanazzal” adalah bentuk yang mengandung arti “kesinambungan”, atau terjadinya sesuatu pada masa sekarang dan masa datang.
    Apakah kehadiran malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai setiap orang yang tidak tidur pada malam kehadirannya?” Sebagian umat Islam menganggapnya demikian.
      Para ulama berpendapat bahwa orang yang bisa menjumpai malam Lailatul Qadar adalah orang yang suci jiwanya dan bersiap menyambut kedatangannya. 
     Kebaikan dan keistimewaan malam Lailatul Qadar hanya menemui orang yang baik saja, seperti tamu agung hanya menumpai orang tertentu saja.
       Bulan Ramadhan adalah bulan penyucian jiwa, maka malam Lailatul Qadar hadir di bulan Ramadan, sehingga Nabi memerintahkan menyambutnya pada 10 malam ganjil terakhir.
      Orang yang berpuasa selama 20 hari dalam bulan Ramadan telah meningkat  kesadaran dan kesucian jiwanya yang memungkinkan malam mulia berkenan mampir menemuinya.
     Oleh karena itu, Nabi menganjurkan dan mempraktikkan iktikaf, yaitu berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
      Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailatul Qadar datang menemui seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi malam “qadar” atau “penentuan” perjalanan sejarah hidupnya pada masa mendatang.
     Saat itu, bagi orang bersangkutan adalah titik awal guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup didunia dan akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun  menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan.
     Para ulama memberikan ilustrasi kehadiran malaikat,”Setiap orang dapat merasakan dalam jiwanya dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk”. 
     Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan. 
      Para malaiakat turun pada malam Lailatul Qadar menemui orang yang sudah meyiapkan diri menyambutnya, maka jiwa orang itu selalu terdorong untuk berbuat kebaikan, serta merasakan aman dan damai dalam berbuat kebaikan.
     Salah satu doa yang paling dianjurkan dalam menyambut malam Lailatul Qadar adalah, “Rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina adzaban nar”, yang artinya “Wahai Tuhan kami, anugerahkan kepada kami kebajikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

238. QADAR2

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Kata “Qadar” digunakan untuk tiga arti. Pertama, “Qadar” artinya “penetapan dan pengaturan”. Sehingga Lailatul Qadar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Sebagian ulama memahami penetapan perjalanan hidup manusia  dalam setahun.
    Pendapat ini dikuatkan dengan firman Allah pada surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami yang memberikan peringatan”.
      Al-Quran yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi Nabi Muhammad, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, secara individu maupun kelompok.
    Kedua, Kata “Qadar” artinya “Kemuliaan”. Malam itu adalah malam mulia yang tidak ada bandingnya, karena terpilih sebagai malam awalnya turunnya Al-Quran dan titik awal segala kemuliaan yang dapat diraih.

   •                      ••         •                 
      “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia”. Katakan, “Siapa yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapakmu tidak mengetahui(nya)?” Katakan,”Allah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Quran kepada mereka), biarkan mereka bermain-main dalam kesesatannya”.
     Ketiga, Kata “Qadar” artinya “Sempit”. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti ditegaskan dalam surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Ketiga arti tersebut bisa benar semuanya, karena malam itu adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka akan menentukan masa depan manusia, dan para malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
       Apakah Lailatul Qadar datangnya hanya sekali saja, yaitu ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu?
     Sebagian ulama berpendapat malam Lailatul Qadar hanya datang sekali saja, yaitu hanya pada zaman Nabi. 
     Al-Quran menjelaskan bahwa wahyu Allah diturunkan pada Lailatul Qadar, dan  umat Islam yakin bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah Nabi wafat, maka malam mulia itu tidak akan hadir lagi.
    Pendapat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi sekali saja, ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran dan teks hadis yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadan.
    Apalagi Nabi menganjurkan umat Islam untuk menyiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada 10 malam ganjil bulan Ramadan.  
      Para ulama berpendapat bahwa memang awal turunnya Al-Quran 15 abad  lalu pada malam Lailatul Qadar, tetapi malam mulia itu hadir setiap tahun pada bulan Ramadan.
     Hal ini berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran  turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
   Pendapat ulama dikuatkan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” atau “present tense” pada ayat “Tanazzalalul malaikatu war ruh”.
    Kata “Tanazzal” adalah bentuk yang mengandung arti “kesinambungan”, atau terjadinya sesuatu pada masa sekarang dan masa datang.
    Apakah kehadiran malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai setiap orang yang tidak tidur pada malam kehadirannya?” Sebagian umat Islam menganggapnya demikian.
      Para ulama berpendapat bahwa orang yang bisa menjumpai malam Lailatul Qadar adalah orang yang suci jiwanya dan bersiap menyambut kedatangannya. 
     Kebaikan dan keistimewaan malam Lailatul Qadar hanya menemui orang yang baik saja, seperti tamu agung hanya menumpai orang tertentu saja.
       Bulan Ramadhan adalah bulan penyucian jiwa, maka malam Lailatul Qadar hadir di bulan Ramadan, sehingga Nabi memerintahkan menyambutnya pada 10 malam ganjil terakhir.
      Orang yang berpuasa selama 20 hari dalam bulan Ramadan telah meningkat  kesadaran dan kesucian jiwanya yang memungkinkan malam mulia berkenan mampir menemuinya.
     Oleh karena itu, Nabi menganjurkan dan mempraktikkan iktikaf, yaitu berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
      Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailatul Qadar datang menemui seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi malam “qadar” atau “penentuan” perjalanan sejarah hidupnya pada masa mendatang.
     Saat itu, bagi orang bersangkutan adalah titik awal guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup didunia dan akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun  menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan.
     Para ulama memberikan ilustrasi kehadiran malaikat,”Setiap orang dapat merasakan dalam jiwanya dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk”. 
     Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan. 
      Para malaiakat turun pada malam Lailatul Qadar menemui orang yang sudah meyiapkan diri menyambutnya, maka jiwa orang itu selalu terdorong untuk berbuat kebaikan, serta merasakan aman dan damai dalam berbuat kebaikan.
     Salah satu doa yang paling dianjurkan dalam menyambut malam Lailatul Qadar adalah, “Rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina adzaban nar”, yang artinya “Wahai Tuhan kami, anugerahkan kepada kami kebajikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

238. QADAR2

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Kata “Qadar” digunakan untuk tiga arti. Pertama, “Qadar” artinya “penetapan dan pengaturan”. Sehingga Lailatul Qadar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Sebagian ulama memahami penetapan perjalanan hidup manusia  dalam setahun.
    Pendapat ini dikuatkan dengan firman Allah pada surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami yang memberikan peringatan”.
      Al-Quran yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi Nabi Muhammad, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, secara individu maupun kelompok.
    Kedua, Kata “Qadar” artinya “Kemuliaan”. Malam itu adalah malam mulia yang tidak ada bandingnya, karena terpilih sebagai malam awalnya turunnya Al-Quran dan titik awal segala kemuliaan yang dapat diraih.

   •                      ••         •                 
      “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia”. Katakan, “Siapa yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapakmu tidak mengetahui(nya)?” Katakan,”Allah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Quran kepada mereka), biarkan mereka bermain-main dalam kesesatannya”.
     Ketiga, Kata “Qadar” artinya “Sempit”. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti ditegaskan dalam surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Ketiga arti tersebut bisa benar semuanya, karena malam itu adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka akan menentukan masa depan manusia, dan para malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
       Apakah Lailatul Qadar datangnya hanya sekali saja, yaitu ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu?
     Sebagian ulama berpendapat malam Lailatul Qadar hanya datang sekali saja, yaitu hanya pada zaman Nabi. 
     Al-Quran menjelaskan bahwa wahyu Allah diturunkan pada Lailatul Qadar, dan  umat Islam yakin bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah Nabi wafat, maka malam mulia itu tidak akan hadir lagi.
    Pendapat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi sekali saja, ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran dan teks hadis yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadan.
    Apalagi Nabi menganjurkan umat Islam untuk menyiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada 10 malam ganjil bulan Ramadan.  
      Para ulama berpendapat bahwa memang awal turunnya Al-Quran 15 abad  lalu pada malam Lailatul Qadar, tetapi malam mulia itu hadir setiap tahun pada bulan Ramadan.
     Hal ini berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran  turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
   Pendapat ulama dikuatkan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” atau “present tense” pada ayat “Tanazzalalul malaikatu war ruh”.
    Kata “Tanazzal” adalah bentuk yang mengandung arti “kesinambungan”, atau terjadinya sesuatu pada masa sekarang dan masa datang.
    Apakah kehadiran malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai setiap orang yang tidak tidur pada malam kehadirannya?” Sebagian umat Islam menganggapnya demikian.
      Para ulama berpendapat bahwa orang yang bisa menjumpai malam Lailatul Qadar adalah orang yang suci jiwanya dan bersiap menyambut kedatangannya. 
     Kebaikan dan keistimewaan malam Lailatul Qadar hanya menemui orang yang baik saja, seperti tamu agung hanya menumpai orang tertentu saja.
       Bulan Ramadhan adalah bulan penyucian jiwa, maka malam Lailatul Qadar hadir di bulan Ramadan, sehingga Nabi memerintahkan menyambutnya pada 10 malam ganjil terakhir.
      Orang yang berpuasa selama 20 hari dalam bulan Ramadan telah meningkat  kesadaran dan kesucian jiwanya yang memungkinkan malam mulia berkenan mampir menemuinya.
     Oleh karena itu, Nabi menganjurkan dan mempraktikkan iktikaf, yaitu berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
      Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailatul Qadar datang menemui seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi malam “qadar” atau “penentuan” perjalanan sejarah hidupnya pada masa mendatang.
     Saat itu, bagi orang bersangkutan adalah titik awal guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup didunia dan akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun  menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan.
     Para ulama memberikan ilustrasi kehadiran malaikat,”Setiap orang dapat merasakan dalam jiwanya dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk”. 
     Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan. 
      Para malaiakat turun pada malam Lailatul Qadar menemui orang yang sudah meyiapkan diri menyambutnya, maka jiwa orang itu selalu terdorong untuk berbuat kebaikan, serta merasakan aman dan damai dalam berbuat kebaikan.
     Salah satu doa yang paling dianjurkan dalam menyambut malam Lailatul Qadar adalah, “Rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina adzaban nar”, yang artinya “Wahai Tuhan kami, anugerahkan kepada kami kebajikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

238. QADAR2

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Kata “Qadar” digunakan untuk tiga arti. Pertama, “Qadar” artinya “penetapan dan pengaturan”. Sehingga Lailatul Qadar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Sebagian ulama memahami penetapan perjalanan hidup manusia  dalam setahun.
    Pendapat ini dikuatkan dengan firman Allah pada surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami yang memberikan peringatan”.
      Al-Quran yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi Nabi Muhammad, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, secara individu maupun kelompok.
    Kedua, Kata “Qadar” artinya “Kemuliaan”. Malam itu adalah malam mulia yang tidak ada bandingnya, karena terpilih sebagai malam awalnya turunnya Al-Quran dan titik awal segala kemuliaan yang dapat diraih.

   •                      ••         •                 
      “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia”. Katakan, “Siapa yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapakmu tidak mengetahui(nya)?” Katakan,”Allah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Quran kepada mereka), biarkan mereka bermain-main dalam kesesatannya”.
     Ketiga, Kata “Qadar” artinya “Sempit”. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti ditegaskan dalam surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Ketiga arti tersebut bisa benar semuanya, karena malam itu adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka akan menentukan masa depan manusia, dan para malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
       Apakah Lailatul Qadar datangnya hanya sekali saja, yaitu ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu?
     Sebagian ulama berpendapat malam Lailatul Qadar hanya datang sekali saja, yaitu hanya pada zaman Nabi. 
     Al-Quran menjelaskan bahwa wahyu Allah diturunkan pada Lailatul Qadar, dan  umat Islam yakin bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah Nabi wafat, maka malam mulia itu tidak akan hadir lagi.
    Pendapat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi sekali saja, ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran dan teks hadis yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadan.
    Apalagi Nabi menganjurkan umat Islam untuk menyiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada 10 malam ganjil bulan Ramadan.  
      Para ulama berpendapat bahwa memang awal turunnya Al-Quran 15 abad  lalu pada malam Lailatul Qadar, tetapi malam mulia itu hadir setiap tahun pada bulan Ramadan.
     Hal ini berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran  turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
   Pendapat ulama dikuatkan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” atau “present tense” pada ayat “Tanazzalalul malaikatu war ruh”.
    Kata “Tanazzal” adalah bentuk yang mengandung arti “kesinambungan”, atau terjadinya sesuatu pada masa sekarang dan masa datang.
    Apakah kehadiran malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai setiap orang yang tidak tidur pada malam kehadirannya?” Sebagian umat Islam menganggapnya demikian.
      Para ulama berpendapat bahwa orang yang bisa menjumpai malam Lailatul Qadar adalah orang yang suci jiwanya dan bersiap menyambut kedatangannya. 
     Kebaikan dan keistimewaan malam Lailatul Qadar hanya menemui orang yang baik saja, seperti tamu agung hanya menumpai orang tertentu saja.
       Bulan Ramadhan adalah bulan penyucian jiwa, maka malam Lailatul Qadar hadir di bulan Ramadan, sehingga Nabi memerintahkan menyambutnya pada 10 malam ganjil terakhir.
      Orang yang berpuasa selama 20 hari dalam bulan Ramadan telah meningkat  kesadaran dan kesucian jiwanya yang memungkinkan malam mulia berkenan mampir menemuinya.
     Oleh karena itu, Nabi menganjurkan dan mempraktikkan iktikaf, yaitu berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
      Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailatul Qadar datang menemui seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi malam “qadar” atau “penentuan” perjalanan sejarah hidupnya pada masa mendatang.
     Saat itu, bagi orang bersangkutan adalah titik awal guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup didunia dan akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun  menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan.
     Para ulama memberikan ilustrasi kehadiran malaikat,”Setiap orang dapat merasakan dalam jiwanya dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk”. 
     Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan. 
      Para malaiakat turun pada malam Lailatul Qadar menemui orang yang sudah meyiapkan diri menyambutnya, maka jiwa orang itu selalu terdorong untuk berbuat kebaikan, serta merasakan aman dan damai dalam berbuat kebaikan.
     Salah satu doa yang paling dianjurkan dalam menyambut malam Lailatul Qadar adalah, “Rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina adzaban nar”, yang artinya “Wahai Tuhan kami, anugerahkan kepada kami kebajikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

238. QADAR2

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Kata “Qadar” digunakan untuk tiga arti. Pertama, “Qadar” artinya “penetapan dan pengaturan”. Sehingga Lailatul Qadar adalah malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Sebagian ulama memahami penetapan perjalanan hidup manusia  dalam setahun.
    Pendapat ini dikuatkan dengan firman Allah pada surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami yang memberikan peringatan”.
      Al-Quran yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi Nabi Muhammad, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, secara individu maupun kelompok.
    Kedua, Kata “Qadar” artinya “Kemuliaan”. Malam itu adalah malam mulia yang tidak ada bandingnya, karena terpilih sebagai malam awalnya turunnya Al-Quran dan titik awal segala kemuliaan yang dapat diraih.

   •                      ••         •                 
      “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia”. Katakan, “Siapa yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapakmu tidak mengetahui(nya)?” Katakan,”Allah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Quran kepada mereka), biarkan mereka bermain-main dalam kesesatannya”.
     Ketiga, Kata “Qadar” artinya “Sempit”. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti ditegaskan dalam surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Ketiga arti tersebut bisa benar semuanya, karena malam itu adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka akan menentukan masa depan manusia, dan para malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
       Apakah Lailatul Qadar datangnya hanya sekali saja, yaitu ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu?
     Sebagian ulama berpendapat malam Lailatul Qadar hanya datang sekali saja, yaitu hanya pada zaman Nabi. 
     Al-Quran menjelaskan bahwa wahyu Allah diturunkan pada Lailatul Qadar, dan  umat Islam yakin bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah Nabi wafat, maka malam mulia itu tidak akan hadir lagi.
    Pendapat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi sekali saja, ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran dan teks hadis yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadan.
    Apalagi Nabi menganjurkan umat Islam untuk menyiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada 10 malam ganjil bulan Ramadan.  
      Para ulama berpendapat bahwa memang awal turunnya Al-Quran 15 abad  lalu pada malam Lailatul Qadar, tetapi malam mulia itu hadir setiap tahun pada bulan Ramadan.
     Hal ini berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran  turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
   Pendapat ulama dikuatkan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” atau “present tense” pada ayat “Tanazzalalul malaikatu war ruh”.
    Kata “Tanazzal” adalah bentuk yang mengandung arti “kesinambungan”, atau terjadinya sesuatu pada masa sekarang dan masa datang.
    Apakah kehadiran malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai setiap orang yang tidak tidur pada malam kehadirannya?” Sebagian umat Islam menganggapnya demikian.
      Para ulama berpendapat bahwa orang yang bisa menjumpai malam Lailatul Qadar adalah orang yang suci jiwanya dan bersiap menyambut kedatangannya. 
     Kebaikan dan keistimewaan malam Lailatul Qadar hanya menemui orang yang baik saja, seperti tamu agung hanya menumpai orang tertentu saja.
       Bulan Ramadhan adalah bulan penyucian jiwa, maka malam Lailatul Qadar hadir di bulan Ramadan, sehingga Nabi memerintahkan menyambutnya pada 10 malam ganjil terakhir.
      Orang yang berpuasa selama 20 hari dalam bulan Ramadan telah meningkat  kesadaran dan kesucian jiwanya yang memungkinkan malam mulia berkenan mampir menemuinya.
     Oleh karena itu, Nabi menganjurkan dan mempraktikkan iktikaf, yaitu berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
      Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailatul Qadar datang menemui seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi malam “qadar” atau “penentuan” perjalanan sejarah hidupnya pada masa mendatang.
     Saat itu, bagi orang bersangkutan adalah titik awal guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup didunia dan akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun  menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan.
     Para ulama memberikan ilustrasi kehadiran malaikat,”Setiap orang dapat merasakan dalam jiwanya dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk”. 
     Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan. 
      Para malaiakat turun pada malam Lailatul Qadar menemui orang yang sudah meyiapkan diri menyambutnya, maka jiwa orang itu selalu terdorong untuk berbuat kebaikan, serta merasakan aman dan damai dalam berbuat kebaikan.
     Salah satu doa yang paling dianjurkan dalam menyambut malam Lailatul Qadar adalah, “Rabbana atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina adzaban nar”, yang artinya “Wahai Tuhan kami, anugerahkan kepada kami kebajikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

237. QADAR

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Surah Al-Qadar adalah surah ke-97 dari 114 surah dalam Al-Quran, menurut urutannya dalam mushaf Al-Quran diletakkan sesudah surah Iqra, surah ke-96.
     Para ulama Al-Quran menyatakan bahwa surah Al-Qadar, surah ke-97, turun  jauh sesudah turunnya surah Iqra, surah ke-96.
     Surah Iqra, surah ke-96, turun di Mekah, sedangkan ulama menyatakan bahwa surah Al-Qadar, surah ke-97, turun setelah Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah.
     Penempatan dan perurutan surah dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah, dan dari perurutannya ditemukan keserasian yang mengagumkan.
     Kalau dalam surah Iqra', surah ke-96, Nabi Muhammad dan umat Islam diperintahkan untuk membaca dan yang dibaca termasuk Al-Quran, maka sangat wajar apabila sesudah surah Iqra, surah ke-96, urutan berikutnya adalah surah Al-Qadr, surah ke-97, yang berbicara tentang turunnya Al-Quran dan malam kemuliaan yang terpilih sebagai malam awal turunnya Al-Quran.
    Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan, salah satunya adalah malam “Lailatul Qadar”, yaitu satu malam yang oleh Al-Quran dikatakan “lebih baik daripada seribu bulan”.
    Tetapi, apa dan bagaimana malam “Lailatul Qadar” itu? Apakah hanya terjadi sekali saja, yaitu hanya pada malam ketika awal turunnya Al-Quran pada zaman Nabi atau terjadi setiap bulan Ramadan sepanjang sejarah?
    Bagaimana kedatangannya, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya? Benarkah terdapat tanda fisik material yang menyertai kehadirannya, seperti membekunya air, heningnya malam dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Masih banyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam “Lailatul Qadar”.
     Yang pasti, dan ini harus diyakini oleh umat Islam berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar”.
    Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Al-Quran surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
     “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberikan peringatan”.
      Malam yang diberkahi adalah malam Al-Quran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 185.

       ••                                          
      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
     Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Hal ini diisyaratkan dengan adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu “Wa ma adraka ma lailatul Qadr?”, yang artinya, “Apakah malam kemuliaan itu?”
    Kalimat “Ma adraka” muncul 13 kali kalimat dalam Al-Quran, yang 10 kali bertanya tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti “Ma adraka ma Yaumul Al-Fashl”, ... Al-Haqqah .. 'illiyyun, dan sebagainya.
     Semuanya merupakan hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Dalam 13 kali kalimat “Ma adraka” itu terdapat 3 kali yang mengatakan “Ma adraka math thariq”, “Ma adraka mal aqabah”, dan “Ma adraka malailatul qadr”.
     Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal yang menjadi objek pertanyaan, maka semuanya adalah yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia.
     Hal ini tentunya termasuk malam “Lailatul Qadar” yang menjadi pokok bahasan.
     Sebagian ulama membedakan antara pertanyaan “Ma adraka” dengan “Ma yudrika” yang juga digunakan oleh Al-Quran dalam 3 ayat.
     Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 63.
 ••            •   •   
      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakan, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit hanya di sisi Allah”, dan tahukah kamu (Hai Muhammad), boleh Jadi hari berbangkit sudah dekat waktunya”.
     Al-Quran surah As-Syura, surah ke42 ayat 17.
         •     
     “Allah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
     Al-Quran surah Abasa, surah ke-80 ayat 3.
   •   
     “Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Dua hal yang dipertanyakan dengan “wa ma yudrika”., yang pertama, menyangkut waktu kedatangan hari kiamat, dan yang kedua,  hal yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.
    Secara gamblang, Al-Quran dan hadis menyatakan bahwa Nabi tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib.
     Hal ini berarti bahwa “Ma yudrika” digunakan oleh Al-Quran untuk hal yang tidak mungkin diketahui, meskipun oleh Nabi sendiri.
     Sedangkan “Wa ma adraka”, walaupun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah menyampaikannya kepada Nabi, sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau.
     Kesimpulannya,  bahwa informasi tenang malam Lailatul Qadar harus dirujuk kepada Al-Quran dan hadis Nabi. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

237. QADAR

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Surah Al-Qadar adalah surah ke-97 dari 114 surah dalam Al-Quran, menurut urutannya dalam mushaf Al-Quran diletakkan sesudah surah Iqra, surah ke-96.
     Para ulama Al-Quran menyatakan bahwa surah Al-Qadar, surah ke-97, turun  jauh sesudah turunnya surah Iqra, surah ke-96.
     Surah Iqra, surah ke-96, turun di Mekah, sedangkan ulama menyatakan bahwa surah Al-Qadar, surah ke-97, turun setelah Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah.
     Penempatan dan perurutan surah dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah, dan dari perurutannya ditemukan keserasian yang mengagumkan.
     Kalau dalam surah Iqra', surah ke-96, Nabi Muhammad dan umat Islam diperintahkan untuk membaca dan yang dibaca termasuk Al-Quran, maka sangat wajar apabila sesudah surah Iqra, surah ke-96, urutan berikutnya adalah surah Al-Qadr, surah ke-97, yang berbicara tentang turunnya Al-Quran dan malam kemuliaan yang terpilih sebagai malam awal turunnya Al-Quran.
    Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan, salah satunya adalah malam “Lailatul Qadar”, yaitu satu malam yang oleh Al-Quran dikatakan “lebih baik daripada seribu bulan”.
    Tetapi, apa dan bagaimana malam “Lailatul Qadar” itu? Apakah hanya terjadi sekali saja, yaitu hanya pada malam ketika awal turunnya Al-Quran pada zaman Nabi atau terjadi setiap bulan Ramadan sepanjang sejarah?
    Bagaimana kedatangannya, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya? Benarkah terdapat tanda fisik material yang menyertai kehadirannya, seperti membekunya air, heningnya malam dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Masih banyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam “Lailatul Qadar”.
     Yang pasti, dan ini harus diyakini oleh umat Islam berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar”.
    Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Al-Quran surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
     “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberikan peringatan”.
      Malam yang diberkahi adalah malam Al-Quran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 185.

       ••                                          
      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
     Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Hal ini diisyaratkan dengan adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu “Wa ma adraka ma lailatul Qadr?”, yang artinya, “Apakah malam kemuliaan itu?”
    Kalimat “Ma adraka” muncul 13 kali kalimat dalam Al-Quran, yang 10 kali bertanya tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti “Ma adraka ma Yaumul Al-Fashl”, ... Al-Haqqah .. 'illiyyun, dan sebagainya.
     Semuanya merupakan hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Dalam 13 kali kalimat “Ma adraka” itu terdapat 3 kali yang mengatakan “Ma adraka math thariq”, “Ma adraka mal aqabah”, dan “Ma adraka malailatul qadr”.
     Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal yang menjadi objek pertanyaan, maka semuanya adalah yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia.
     Hal ini tentunya termasuk malam “Lailatul Qadar” yang menjadi pokok bahasan.
     Sebagian ulama membedakan antara pertanyaan “Ma adraka” dengan “Ma yudrika” yang juga digunakan oleh Al-Quran dalam 3 ayat.
     Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 63.
 ••            •   •   
      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakan, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit hanya di sisi Allah”, dan tahukah kamu (Hai Muhammad), boleh Jadi hari berbangkit sudah dekat waktunya”.
     Al-Quran surah As-Syura, surah ke42 ayat 17.
         •     
     “Allah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
     Al-Quran surah Abasa, surah ke-80 ayat 3.
   •   
     “Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Dua hal yang dipertanyakan dengan “wa ma yudrika”., yang pertama, menyangkut waktu kedatangan hari kiamat, dan yang kedua,  hal yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.
    Secara gamblang, Al-Quran dan hadis menyatakan bahwa Nabi tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib.
     Hal ini berarti bahwa “Ma yudrika” digunakan oleh Al-Quran untuk hal yang tidak mungkin diketahui, meskipun oleh Nabi sendiri.
     Sedangkan “Wa ma adraka”, walaupun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah menyampaikannya kepada Nabi, sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau.
     Kesimpulannya,  bahwa informasi tenang malam Lailatul Qadar harus dirujuk kepada Al-Quran dan hadis Nabi. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

237. QADAR

MALAM LAILATUL QADAR
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang malam “Lailatul Qadar” dalam   Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Surah Al-Qadar adalah surah ke-97 dari 114 surah dalam Al-Quran, menurut urutannya dalam mushaf Al-Quran diletakkan sesudah surah Iqra, surah ke-96.
     Para ulama Al-Quran menyatakan bahwa surah Al-Qadar, surah ke-97, turun  jauh sesudah turunnya surah Iqra, surah ke-96.
     Surah Iqra, surah ke-96, turun di Mekah, sedangkan ulama menyatakan bahwa surah Al-Qadar, surah ke-97, turun setelah Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah.
     Penempatan dan perurutan surah dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah, dan dari perurutannya ditemukan keserasian yang mengagumkan.
     Kalau dalam surah Iqra', surah ke-96, Nabi Muhammad dan umat Islam diperintahkan untuk membaca dan yang dibaca termasuk Al-Quran, maka sangat wajar apabila sesudah surah Iqra, surah ke-96, urutan berikutnya adalah surah Al-Qadr, surah ke-97, yang berbicara tentang turunnya Al-Quran dan malam kemuliaan yang terpilih sebagai malam awal turunnya Al-Quran.
    Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan, salah satunya adalah malam “Lailatul Qadar”, yaitu satu malam yang oleh Al-Quran dikatakan “lebih baik daripada seribu bulan”.
    Tetapi, apa dan bagaimana malam “Lailatul Qadar” itu? Apakah hanya terjadi sekali saja, yaitu hanya pada malam ketika awal turunnya Al-Quran pada zaman Nabi atau terjadi setiap bulan Ramadan sepanjang sejarah?
    Bagaimana kedatangannya, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya? Benarkah terdapat tanda fisik material yang menyertai kehadirannya, seperti membekunya air, heningnya malam dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Masih banyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam “Lailatul Qadar”.
     Yang pasti, dan ini harus diyakini oleh umat Islam berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar”.
    Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.
                         •                   
     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.
     Al-Quran surah Ad-Dukhan, surah ke-44 ayat 3.
       •    
     “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi, dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberikan peringatan”.
      Malam yang diberkahi adalah malam Al-Quran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 185.

       ••                                          
      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
     Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Hal ini diisyaratkan dengan adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu “Wa ma adraka ma lailatul Qadr?”, yang artinya, “Apakah malam kemuliaan itu?”
    Kalimat “Ma adraka” muncul 13 kali kalimat dalam Al-Quran, yang 10 kali bertanya tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti “Ma adraka ma Yaumul Al-Fashl”, ... Al-Haqqah .. 'illiyyun, dan sebagainya.
     Semuanya merupakan hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Dalam 13 kali kalimat “Ma adraka” itu terdapat 3 kali yang mengatakan “Ma adraka math thariq”, “Ma adraka mal aqabah”, dan “Ma adraka malailatul qadr”.
     Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal yang menjadi objek pertanyaan, maka semuanya adalah yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia.
     Hal ini tentunya termasuk malam “Lailatul Qadar” yang menjadi pokok bahasan.
     Sebagian ulama membedakan antara pertanyaan “Ma adraka” dengan “Ma yudrika” yang juga digunakan oleh Al-Quran dalam 3 ayat.
     Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 63.
 ••            •   •   
      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakan, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit hanya di sisi Allah”, dan tahukah kamu (Hai Muhammad), boleh Jadi hari berbangkit sudah dekat waktunya”.
     Al-Quran surah As-Syura, surah ke42 ayat 17.
         •     
     “Allah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh Jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
     Al-Quran surah Abasa, surah ke-80 ayat 3.
   •   
     “Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Dua hal yang dipertanyakan dengan “wa ma yudrika”., yang pertama, menyangkut waktu kedatangan hari kiamat, dan yang kedua,  hal yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.
    Secara gamblang, Al-Quran dan hadis menyatakan bahwa Nabi tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib.
     Hal ini berarti bahwa “Ma yudrika” digunakan oleh Al-Quran untuk hal yang tidak mungkin diketahui, meskipun oleh Nabi sendiri.
     Sedangkan “Wa ma adraka”, walaupun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah menyampaikannya kepada Nabi, sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau.
     Kesimpulannya,  bahwa informasi tenang malam Lailatul Qadar harus dirujuk kepada Al-Quran dan hadis Nabi. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.