Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Thursday, December 28, 2017

594. DOA

HUKUM MEMBACA DOA IFTITAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum membaca doa iftitah  ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
      Doa iftitah adalah bacaan doa dalam pembukaan atau permulaan setelah membaca takbiratul ihram dalam salat.
      Menurut mazhab Maliki bahwa membaca doa iftitah setelah membaca surah Al-Fatihah dalam salat hukumnya adalah makruh, karena menurut riwayat setelah bertakbir langsung membaca surah Al-Fatihah.
      Berdasarkan riwayat Anas bin Malik yang berkata,”Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khattab mengawali salat dengan membaca ‘Alhamdulillahi rabbil alamin’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
      Menurut jumhur (mayoritas) ulama bahwa membaca doa Iftitah setelah takbiratul Ihram dalam salat pada rakaat pertama hukumnya adalah sunat.
    Doa bacaan iftitah menurut Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

      “Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau”.
     Aisyah berkata,”Rasulullah ketika mengawali salat, beliau membaca,’Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau’.” (HR. Abu Daud dan Daraquthni dari riwayat Anas, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Said).
    Muslim dalam hadis sahih berkata,”Umar bin Khattab membaca doa ini dengan cara jahar (diucapkan sehingga terdengar).”
    Doa iftitah dalam Mazhab Syafii.

اللَّهُمَّ باَعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

     “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari noda. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, hujan es, dan air dingin.” (HR. Al-Bukhari no. 744 dan Muslim no. 1353, dari Abu Hurairah)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا, لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

     “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang telah memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan lurus mengarah kepada al-haq, lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri.”
     “Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkan/jauhkan aku dari kejelekan akhlak dan tidak ada yang dapat menjauhkanku dari kejelekan akhlak kecuali Engkau. Labbaika (aku terus-menerus menegakkan ketaatan kepada-Mu) dan sa’daik (terus bersiap menerima perintah-Mu dan terus mengikuti agama-Mu yang Engkau ridhai). Kebaikan itu seluruhnya berada pada kedua tangan-Mu, dan kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu2. Aku berlindung, bersandar kepada-Mu dan Aku memohon taufik pada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 1809 dari Ali bin Abi Thalib)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِي, وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحاَنَكَ وَبِحَمْدِكَ

      “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang mencipta langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan aku lurus, condong kepada al-haq lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah Raja tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Mahasuci Engkau dan sepenuh pujian kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’i no. 898 dari Muhammad bin Maslamah disahihkan dalam Sahih Ibni Majah dan Misykat no. 821)
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

594. DOA

HUKUM MEMBACA DOA IFTITAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum membaca doa iftitah  ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
      Doa iftitah adalah bacaan doa dalam pembukaan atau permulaan setelah membaca takbiratul ihram dalam salat.
      Menurut mazhab Maliki bahwa membaca doa iftitah setelah membaca surah Al-Fatihah dalam salat hukumnya adalah makruh, karena menurut riwayat setelah bertakbir langsung membaca surah Al-Fatihah.
      Berdasarkan riwayat Anas bin Malik yang berkata,”Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khattab mengawali salat dengan membaca ‘Alhamdulillahi rabbil alamin’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
      Menurut jumhur (mayoritas) ulama bahwa membaca doa Iftitah setelah takbiratul Ihram dalam salat pada rakaat pertama hukumnya adalah sunat.
    Doa bacaan iftitah menurut Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

      “Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau”.
     Aisyah berkata,”Rasulullah ketika mengawali salat, beliau membaca,’Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau’.” (HR. Abu Daud dan Daraquthni dari riwayat Anas, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Said).
    Muslim dalam hadis sahih berkata,”Umar bin Khattab membaca doa ini dengan cara jahar (diucapkan sehingga terdengar).”
    Doa iftitah dalam Mazhab Syafii.

اللَّهُمَّ باَعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

     “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari noda. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, hujan es, dan air dingin.” (HR. Al-Bukhari no. 744 dan Muslim no. 1353, dari Abu Hurairah)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا, لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

     “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang telah memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan lurus mengarah kepada al-haq, lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri.”
     “Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkan/jauhkan aku dari kejelekan akhlak dan tidak ada yang dapat menjauhkanku dari kejelekan akhlak kecuali Engkau. Labbaika (aku terus-menerus menegakkan ketaatan kepada-Mu) dan sa’daik (terus bersiap menerima perintah-Mu dan terus mengikuti agama-Mu yang Engkau ridhai). Kebaikan itu seluruhnya berada pada kedua tangan-Mu, dan kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu2. Aku berlindung, bersandar kepada-Mu dan Aku memohon taufik pada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 1809 dari Ali bin Abi Thalib)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِي, وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحاَنَكَ وَبِحَمْدِكَ

      “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang mencipta langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan aku lurus, condong kepada al-haq lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah Raja tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Mahasuci Engkau dan sepenuh pujian kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’i no. 898 dari Muhammad bin Maslamah disahihkan dalam Sahih Ibni Majah dan Misykat no. 821)
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

594. DOA

HUKUM MEMBACA DOA IFTITAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum membaca doa iftitah  ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
      Doa iftitah adalah bacaan doa dalam pembukaan atau permulaan setelah membaca takbiratul ihram dalam salat.
      Menurut mazhab Maliki bahwa membaca doa iftitah setelah membaca surah Al-Fatihah dalam salat hukumnya adalah makruh, karena menurut riwayat setelah bertakbir langsung membaca surah Al-Fatihah.
      Berdasarkan riwayat Anas bin Malik yang berkata,”Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khattab mengawali salat dengan membaca ‘Alhamdulillahi rabbil alamin’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
      Menurut jumhur (mayoritas) ulama bahwa membaca doa Iftitah setelah takbiratul Ihram dalam salat pada rakaat pertama hukumnya adalah sunat.
    Doa bacaan iftitah menurut Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

      “Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau”.
     Aisyah berkata,”Rasulullah ketika mengawali salat, beliau membaca,’Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau’.” (HR. Abu Daud dan Daraquthni dari riwayat Anas, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Said).
    Muslim dalam hadis sahih berkata,”Umar bin Khattab membaca doa ini dengan cara jahar (diucapkan sehingga terdengar).”
    Doa iftitah dalam Mazhab Syafii.

اللَّهُمَّ باَعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

     “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari noda. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, hujan es, dan air dingin.” (HR. Al-Bukhari no. 744 dan Muslim no. 1353, dari Abu Hurairah)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا, لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

     “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang telah memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan lurus mengarah kepada al-haq, lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri.”
     “Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkan/jauhkan aku dari kejelekan akhlak dan tidak ada yang dapat menjauhkanku dari kejelekan akhlak kecuali Engkau. Labbaika (aku terus-menerus menegakkan ketaatan kepada-Mu) dan sa’daik (terus bersiap menerima perintah-Mu dan terus mengikuti agama-Mu yang Engkau ridhai). Kebaikan itu seluruhnya berada pada kedua tangan-Mu, dan kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu2. Aku berlindung, bersandar kepada-Mu dan Aku memohon taufik pada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 1809 dari Ali bin Abi Thalib)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِي, وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحاَنَكَ وَبِحَمْدِكَ

      “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang mencipta langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan aku lurus, condong kepada al-haq lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah Raja tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Mahasuci Engkau dan sepenuh pujian kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’i no. 898 dari Muhammad bin Maslamah disahihkan dalam Sahih Ibni Majah dan Misykat no. 821)
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

594. DOA

HUKUM MEMBACA DOA IFTITAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum membaca doa iftitah  ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
      Doa iftitah adalah bacaan doa dalam pembukaan atau permulaan setelah membaca takbiratul ihram dalam salat.
      Menurut mazhab Maliki bahwa membaca doa iftitah setelah membaca surah Al-Fatihah dalam salat hukumnya adalah makruh, karena menurut riwayat setelah bertakbir langsung membaca surah Al-Fatihah.
      Berdasarkan riwayat Anas bin Malik yang berkata,”Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khattab mengawali salat dengan membaca ‘Alhamdulillahi rabbil alamin’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
      Menurut jumhur (mayoritas) ulama bahwa membaca doa Iftitah setelah takbiratul Ihram dalam salat pada rakaat pertama hukumnya adalah sunat.
    Doa bacaan iftitah menurut Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

      “Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau”.
     Aisyah berkata,”Rasulullah ketika mengawali salat, beliau membaca,’Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau’.” (HR. Abu Daud dan Daraquthni dari riwayat Anas, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Said).
    Muslim dalam hadis sahih berkata,”Umar bin Khattab membaca doa ini dengan cara jahar (diucapkan sehingga terdengar).”
    Doa iftitah dalam Mazhab Syafii.

اللَّهُمَّ باَعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

     “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari noda. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, hujan es, dan air dingin.” (HR. Al-Bukhari no. 744 dan Muslim no. 1353, dari Abu Hurairah)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا, لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

     “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang telah memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan lurus mengarah kepada al-haq, lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri.”
     “Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkan/jauhkan aku dari kejelekan akhlak dan tidak ada yang dapat menjauhkanku dari kejelekan akhlak kecuali Engkau. Labbaika (aku terus-menerus menegakkan ketaatan kepada-Mu) dan sa’daik (terus bersiap menerima perintah-Mu dan terus mengikuti agama-Mu yang Engkau ridhai). Kebaikan itu seluruhnya berada pada kedua tangan-Mu, dan kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu2. Aku berlindung, bersandar kepada-Mu dan Aku memohon taufik pada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 1809 dari Ali bin Abi Thalib)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِي, وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحاَنَكَ وَبِحَمْدِكَ

      “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang mencipta langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan aku lurus, condong kepada al-haq lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah Raja tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Mahasuci Engkau dan sepenuh pujian kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’i no. 898 dari Muhammad bin Maslamah disahihkan dalam Sahih Ibni Majah dan Misykat no. 821)
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

594. DOA

HUKUM MEMBACA DOA IFTITAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum membaca doa iftitah  ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
      Doa iftitah adalah bacaan doa dalam pembukaan atau permulaan setelah membaca takbiratul ihram dalam salat.
      Menurut mazhab Maliki bahwa membaca doa iftitah setelah membaca surah Al-Fatihah dalam salat hukumnya adalah makruh, karena menurut riwayat setelah bertakbir langsung membaca surah Al-Fatihah.
      Berdasarkan riwayat Anas bin Malik yang berkata,”Rasulullah, Abu Bakar dan Umar bin Khattab mengawali salat dengan membaca ‘Alhamdulillahi rabbil alamin’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
      Menurut jumhur (mayoritas) ulama bahwa membaca doa Iftitah setelah takbiratul Ihram dalam salat pada rakaat pertama hukumnya adalah sunat.
    Doa bacaan iftitah menurut Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

      “Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau”.
     Aisyah berkata,”Rasulullah ketika mengawali salat, beliau membaca,’Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain Engkau’.” (HR. Abu Daud dan Daraquthni dari riwayat Anas, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Said).
    Muslim dalam hadis sahih berkata,”Umar bin Khattab membaca doa ini dengan cara jahar (diucapkan sehingga terdengar).”
    Doa iftitah dalam Mazhab Syafii.

اللَّهُمَّ باَعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

     “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari noda. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, hujan es, dan air dingin.” (HR. Al-Bukhari no. 744 dan Muslim no. 1353, dari Abu Hurairah)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا, لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

     “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang telah memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan lurus mengarah kepada al-haq, lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri.”
     “Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkan/jauhkan aku dari kejelekan akhlak dan tidak ada yang dapat menjauhkanku dari kejelekan akhlak kecuali Engkau. Labbaika (aku terus-menerus menegakkan ketaatan kepada-Mu) dan sa’daik (terus bersiap menerima perintah-Mu dan terus mengikuti agama-Mu yang Engkau ridhai). Kebaikan itu seluruhnya berada pada kedua tangan-Mu, dan kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu2. Aku berlindung, bersandar kepada-Mu dan Aku memohon taufik pada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 1809 dari Ali bin Abi Thalib)

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِي, وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحاَنَكَ وَبِحَمْدِكَ

      “Aku hadapkan wajahku kepada Zat yang mencipta langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan aku lurus, condong kepada al-haq lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah Raja tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Mahasuci Engkau dan sepenuh pujian kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’i no. 898 dari Muhammad bin Maslamah disahihkan dalam Sahih Ibni Majah dan Misykat no. 821)
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

593. TANGAN

POSISI TANGAN DALAM SALAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang posisi kedua tangan dalam bersedekap dan letak jari jemari ketika salat?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
    Dalam bersedekap yaitu menumpangkan kedua tangan di atas perut atau melipatkan tangan di atas perut ketika sedang salat, caranya adalah dengan  meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
      Sahal bin Saad berkata, Rasul bersabda,”Manusia diperintahkan agar laki -laki meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri ketika salat”. (HR. Bukhari).
     Posisi jari-jemari tangan terdapat beberapa perbedaan menurut empat mazhab, menurut mazhab Hambali dan mazhab Syafii dengan cara meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri atau mendekatinya.
     Menurut mazhab Hanafi dengan cara meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, untuk laki-laki melingkarkan jari kelingking dan jempol pada pergelangan tangan, sedangkan untuk wanita cukup meletakkan kedua tangan di atas dada, dengan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, tanpa melingkarkan jari kelingking dan jempol, karena cara ini lebih menutupi untuk wanita.
    Mazhab Hanafi dan mazhab Hambali dengan cara meletakkan kedua tangan di bawah pusar, berdasarkan hadis dari Ali bin Abi Thalib yang berkata,”Berdasarkan sunah Nabi dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, posisinya berada di bawah pusar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
      Menurut mazhab Syafii dianjurkan memposisikan kedua tangan berada di tengah-tengah, yaitu berada di bawah dada dan di atas pusar atau agak miring ke kiri, karena letak hati manusia berada pada posisi tersebut, maka kedua tangan berada pada anggota tubuh yang paling mulia.
    Wa’il bin Hujr berkata,”Saya melihat Rasulullah salat, beliau meletakkan kedua tangan di atas dada beliau dengan salah satu tangan di atas tangan yang lain”.  
    Menurut mazhab Maliki, dianjurkan melepaskan kedua tangan, artinya tidak bersedekap dalam salat, kedua tangan menjulur dengan lentur, tidak kaku, dan  tidak mendorong orang yang berada di depannya, karena dapat mengganggu kekhusyukan salat.
    Menurut mazhab Maliki bahwa bersedekap hukumnya adalah mubah dengan memposisikan tangan di atas dada pada salat sunat, dan hukumnya makruh bersedekap pada salat wajib, karena orang yang bersedekap seolah-olah ia bersandar, jika seseorang  bersedekap bukan untuk bersandar, tetapi karena ingin mengikuti sunah atau tidak berniat apa pun, maka tidak makruh.
      Pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu semua ulama sepakat bahwa posisi kedua tangan dalam salat adalah bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
     Hakikat mazhab Maliki yang menganjurkan untuk melepaskan kedua tangan  adalah untuk memerangi perbuatan orang yang tidak mengikuti sunah yaitu perbuatan orang yang bersedekap dengan tujuan bersandar, atau untuk menghilangkan keyakinan dan prasangka orang awam bahwa bersedekap dalam salat itu hukumnya wajib.
Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online