Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, August 6, 2017

179. ATEIS

SEORANG ATEIS BERTANYA KEPADA IMAM HANAFI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Ajaran Islam bersumber kepada Al-Quran dan Sunah, serta memiliki beberapa cabang ilmu. Salah satunya “Ilmu Fikih”, yaitu ilmu mempelajari tentang Hukum Islam. Dunia Islam mengenal 4 mazhab terbesar, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
    Masing-masing mazhab mempunyai “karakter” dan “keistimewaan” tersendiri. Mazhab Hanafi didirikan oleh Nukman bin Tsabit, yang lahir tahun 89 Hijriah, dan wafat tahun 150 Hijirah. Nukman bin Tsabit seorang guru besar ilmu fikih di Irak.
      Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas, yang lahir tahun 93 Hijriah, dan wafat tahun 179 Hijriah. Imam Malik bin Anas berasal dari Madinah.
     Mazhab Syafii didirikan oleh Muhammad bin Idris, yang lahir tahun 150 Hijriah, dan wafat tahun 200 Hijirah. Muhammad bin Idris berasal dari Gaza, Palestina.
     Mazhab Hambali didirikan oleh Ahmad bin Hambal, yang lahir tahun 164 Hijriah, dan wafat tahun 241 Hijriah. Ahmad bin Hambal berasal dari Baghdad, Irak.
      Kisah warna warni kehidupan Imam Hanafi. Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi tentang keberadaan Tuhan. Ateis ialah orang yang tidak percaya adanya Tuhan.
      Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi, “Apakah kamu melihat Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah Al-Anam surah ke-6 ayat 103. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. Dia dapat melihat segala penglihatan.  Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
    Seorang ateis bertanya,” Apakah kamu dapat menyentuh Tuhanmu? Mencium Tuhanmu? atau merasakan Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah ke-42 ayat 11. “Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikanmu dari jenismu sendiri. Pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
      Seorang ateis bertanya,”Jika kamu tidak dapat melihat Tuhanmu, tidak dapat menyentuh Tuhanmu, tidak bisa mencium Tuhanmu, dan merasakan Tuhanmu? Bagaimana kamu bisa membuktikan keberadaan Tuhanmu?”
      Imam Hanafi menjawab, “Apakah kamu ini memang benar-benar tidak bisa berpikir?” “Apakah kamu bisa melihat akalmu?” “Tidak bisa,“jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya lagi,” Apakah kamu dapat menyentuh akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi melanjutkan,”Apakah kamu bisa mencium akalmu? “Tidak bisa,” jawab orang ateis sambil menggelengkan kepala.
     Imam Hanafi bertanya,”Apakah kamu dapat merasakan akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya,”Kamu itu orang yang berakal atau orang gila? “Saya orang yang berakal,”sahut orang ateis. Imam Hanafi melanjutkan,”Jika kamu memang orang yang berakal, lalu di manakah akalmu? “Saya tidak tahu, tetapi dia ada.”jawab orang ateis.
      “Demikian pula Allah Subhanahu Wataala,” jelas Imam Hanafi. Imam Hanafi melanjutkan,” Allah memang tidak bisa dilihat mata manusia, tetapi semua alam semesta yang serba teratur ini pasti ada yang mengaturnya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, semuanya merupakan salah satu bukti bahwa Allah ada.”
Daftar Pustaka
1. Asy-Syinawi, Abdul Aziz. Biografi Empat Mazhab. Penerbit Beirut Publishing. Ummul Qura. Jakarta, 2013.

179. ATEIS

SEORANG ATEIS BERTANYA KEPADA IMAM HANAFI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Ajaran Islam bersumber kepada Al-Quran dan Sunah, serta memiliki beberapa cabang ilmu. Salah satunya “Ilmu Fikih”, yaitu ilmu mempelajari tentang Hukum Islam. Dunia Islam mengenal 4 mazhab terbesar, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
    Masing-masing mazhab mempunyai “karakter” dan “keistimewaan” tersendiri. Mazhab Hanafi didirikan oleh Nukman bin Tsabit, yang lahir tahun 89 Hijriah, dan wafat tahun 150 Hijirah. Nukman bin Tsabit seorang guru besar ilmu fikih di Irak.
      Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas, yang lahir tahun 93 Hijriah, dan wafat tahun 179 Hijriah. Imam Malik bin Anas berasal dari Madinah.
     Mazhab Syafii didirikan oleh Muhammad bin Idris, yang lahir tahun 150 Hijriah, dan wafat tahun 200 Hijirah. Muhammad bin Idris berasal dari Gaza, Palestina.
     Mazhab Hambali didirikan oleh Ahmad bin Hambal, yang lahir tahun 164 Hijriah, dan wafat tahun 241 Hijriah. Ahmad bin Hambal berasal dari Baghdad, Irak.
      Kisah warna warni kehidupan Imam Hanafi. Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi tentang keberadaan Tuhan. Ateis ialah orang yang tidak percaya adanya Tuhan.
      Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi, “Apakah kamu melihat Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah Al-Anam surah ke-6 ayat 103. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. Dia dapat melihat segala penglihatan.  Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
    Seorang ateis bertanya,” Apakah kamu dapat menyentuh Tuhanmu? Mencium Tuhanmu? atau merasakan Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah ke-42 ayat 11. “Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikanmu dari jenismu sendiri. Pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
      Seorang ateis bertanya,”Jika kamu tidak dapat melihat Tuhanmu, tidak dapat menyentuh Tuhanmu, tidak bisa mencium Tuhanmu, dan merasakan Tuhanmu? Bagaimana kamu bisa membuktikan keberadaan Tuhanmu?”
      Imam Hanafi menjawab, “Apakah kamu ini memang benar-benar tidak bisa berpikir?” “Apakah kamu bisa melihat akalmu?” “Tidak bisa,“jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya lagi,” Apakah kamu dapat menyentuh akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi melanjutkan,”Apakah kamu bisa mencium akalmu? “Tidak bisa,” jawab orang ateis sambil menggelengkan kepala.
     Imam Hanafi bertanya,”Apakah kamu dapat merasakan akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya,”Kamu itu orang yang berakal atau orang gila? “Saya orang yang berakal,”sahut orang ateis. Imam Hanafi melanjutkan,”Jika kamu memang orang yang berakal, lalu di manakah akalmu? “Saya tidak tahu, tetapi dia ada.”jawab orang ateis.
      “Demikian pula Allah Subhanahu Wataala,” jelas Imam Hanafi. Imam Hanafi melanjutkan,” Allah memang tidak bisa dilihat mata manusia, tetapi semua alam semesta yang serba teratur ini pasti ada yang mengaturnya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, semuanya merupakan salah satu bukti bahwa Allah ada.”
Daftar Pustaka
1. Asy-Syinawi, Abdul Aziz. Biografi Empat Mazhab. Penerbit Beirut Publishing. Ummul Qura. Jakarta, 2013.

179. ATEIS

SEORANG ATEIS BERTANYA KEPADA IMAM HANAFI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Ajaran Islam bersumber kepada Al-Quran dan Sunah, serta memiliki beberapa cabang ilmu. Salah satunya “Ilmu Fikih”, yaitu ilmu mempelajari tentang Hukum Islam. Dunia Islam mengenal 4 mazhab terbesar, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
    Masing-masing mazhab mempunyai “karakter” dan “keistimewaan” tersendiri. Mazhab Hanafi didirikan oleh Nukman bin Tsabit, yang lahir tahun 89 Hijriah, dan wafat tahun 150 Hijirah. Nukman bin Tsabit seorang guru besar ilmu fikih di Irak.
      Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas, yang lahir tahun 93 Hijriah, dan wafat tahun 179 Hijriah. Imam Malik bin Anas berasal dari Madinah.
     Mazhab Syafii didirikan oleh Muhammad bin Idris, yang lahir tahun 150 Hijriah, dan wafat tahun 200 Hijirah. Muhammad bin Idris berasal dari Gaza, Palestina.
     Mazhab Hambali didirikan oleh Ahmad bin Hambal, yang lahir tahun 164 Hijriah, dan wafat tahun 241 Hijriah. Ahmad bin Hambal berasal dari Baghdad, Irak.
      Kisah warna warni kehidupan Imam Hanafi. Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi tentang keberadaan Tuhan. Ateis ialah orang yang tidak percaya adanya Tuhan.
      Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi, “Apakah kamu melihat Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah Al-Anam surah ke-6 ayat 103. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. Dia dapat melihat segala penglihatan.  Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
    Seorang ateis bertanya,” Apakah kamu dapat menyentuh Tuhanmu? Mencium Tuhanmu? atau merasakan Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah ke-42 ayat 11. “Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikanmu dari jenismu sendiri. Pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
      Seorang ateis bertanya,”Jika kamu tidak dapat melihat Tuhanmu, tidak dapat menyentuh Tuhanmu, tidak bisa mencium Tuhanmu, dan merasakan Tuhanmu? Bagaimana kamu bisa membuktikan keberadaan Tuhanmu?”
      Imam Hanafi menjawab, “Apakah kamu ini memang benar-benar tidak bisa berpikir?” “Apakah kamu bisa melihat akalmu?” “Tidak bisa,“jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya lagi,” Apakah kamu dapat menyentuh akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi melanjutkan,”Apakah kamu bisa mencium akalmu? “Tidak bisa,” jawab orang ateis sambil menggelengkan kepala.
     Imam Hanafi bertanya,”Apakah kamu dapat merasakan akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya,”Kamu itu orang yang berakal atau orang gila? “Saya orang yang berakal,”sahut orang ateis. Imam Hanafi melanjutkan,”Jika kamu memang orang yang berakal, lalu di manakah akalmu? “Saya tidak tahu, tetapi dia ada.”jawab orang ateis.
      “Demikian pula Allah Subhanahu Wataala,” jelas Imam Hanafi. Imam Hanafi melanjutkan,” Allah memang tidak bisa dilihat mata manusia, tetapi semua alam semesta yang serba teratur ini pasti ada yang mengaturnya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, semuanya merupakan salah satu bukti bahwa Allah ada.”
Daftar Pustaka
1. Asy-Syinawi, Abdul Aziz. Biografi Empat Mazhab. Penerbit Beirut Publishing. Ummul Qura. Jakarta, 2013.

179. ATEIS

SEORANG ATEIS BERTANYA KEPADA IMAM HANAFI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Ajaran Islam bersumber kepada Al-Quran dan Sunah, serta memiliki beberapa cabang ilmu. Salah satunya “Ilmu Fikih”, yaitu ilmu mempelajari tentang Hukum Islam. Dunia Islam mengenal 4 mazhab terbesar, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
    Masing-masing mazhab mempunyai “karakter” dan “keistimewaan” tersendiri. Mazhab Hanafi didirikan oleh Nukman bin Tsabit, yang lahir tahun 89 Hijriah, dan wafat tahun 150 Hijirah. Nukman bin Tsabit seorang guru besar ilmu fikih di Irak.
      Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas, yang lahir tahun 93 Hijriah, dan wafat tahun 179 Hijriah. Imam Malik bin Anas berasal dari Madinah.
     Mazhab Syafii didirikan oleh Muhammad bin Idris, yang lahir tahun 150 Hijriah, dan wafat tahun 200 Hijirah. Muhammad bin Idris berasal dari Gaza, Palestina.
     Mazhab Hambali didirikan oleh Ahmad bin Hambal, yang lahir tahun 164 Hijriah, dan wafat tahun 241 Hijriah. Ahmad bin Hambal berasal dari Baghdad, Irak.
      Kisah warna warni kehidupan Imam Hanafi. Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi tentang keberadaan Tuhan. Ateis ialah orang yang tidak percaya adanya Tuhan.
      Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi, “Apakah kamu melihat Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah Al-Anam surah ke-6 ayat 103. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. Dia dapat melihat segala penglihatan.  Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
    Seorang ateis bertanya,” Apakah kamu dapat menyentuh Tuhanmu? Mencium Tuhanmu? atau merasakan Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah ke-42 ayat 11. “Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikanmu dari jenismu sendiri. Pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
      Seorang ateis bertanya,”Jika kamu tidak dapat melihat Tuhanmu, tidak dapat menyentuh Tuhanmu, tidak bisa mencium Tuhanmu, dan merasakan Tuhanmu? Bagaimana kamu bisa membuktikan keberadaan Tuhanmu?”
      Imam Hanafi menjawab, “Apakah kamu ini memang benar-benar tidak bisa berpikir?” “Apakah kamu bisa melihat akalmu?” “Tidak bisa,“jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya lagi,” Apakah kamu dapat menyentuh akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi melanjutkan,”Apakah kamu bisa mencium akalmu? “Tidak bisa,” jawab orang ateis sambil menggelengkan kepala.
     Imam Hanafi bertanya,”Apakah kamu dapat merasakan akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya,”Kamu itu orang yang berakal atau orang gila? “Saya orang yang berakal,”sahut orang ateis. Imam Hanafi melanjutkan,”Jika kamu memang orang yang berakal, lalu di manakah akalmu? “Saya tidak tahu, tetapi dia ada.”jawab orang ateis.
      “Demikian pula Allah Subhanahu Wataala,” jelas Imam Hanafi. Imam Hanafi melanjutkan,” Allah memang tidak bisa dilihat mata manusia, tetapi semua alam semesta yang serba teratur ini pasti ada yang mengaturnya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, semuanya merupakan salah satu bukti bahwa Allah ada.”
Daftar Pustaka
1. Asy-Syinawi, Abdul Aziz. Biografi Empat Mazhab. Penerbit Beirut Publishing. Ummul Qura. Jakarta, 2013.

179. ATEIS

SEORANG ATEIS BERTANYA KEPADA IMAM HANAFI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Ajaran Islam bersumber kepada Al-Quran dan Sunah, serta memiliki beberapa cabang ilmu. Salah satunya “Ilmu Fikih”, yaitu ilmu mempelajari tentang Hukum Islam. Dunia Islam mengenal 4 mazhab terbesar, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
    Masing-masing mazhab mempunyai “karakter” dan “keistimewaan” tersendiri. Mazhab Hanafi didirikan oleh Nukman bin Tsabit, yang lahir tahun 89 Hijriah, dan wafat tahun 150 Hijirah. Nukman bin Tsabit seorang guru besar ilmu fikih di Irak.
      Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas, yang lahir tahun 93 Hijriah, dan wafat tahun 179 Hijriah. Imam Malik bin Anas berasal dari Madinah.
     Mazhab Syafii didirikan oleh Muhammad bin Idris, yang lahir tahun 150 Hijriah, dan wafat tahun 200 Hijirah. Muhammad bin Idris berasal dari Gaza, Palestina.
     Mazhab Hambali didirikan oleh Ahmad bin Hambal, yang lahir tahun 164 Hijriah, dan wafat tahun 241 Hijriah. Ahmad bin Hambal berasal dari Baghdad, Irak.
      Kisah warna warni kehidupan Imam Hanafi. Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi tentang keberadaan Tuhan. Ateis ialah orang yang tidak percaya adanya Tuhan.
      Seorang ateis bertanya kepada Imam Hanafi, “Apakah kamu melihat Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah Al-Anam surah ke-6 ayat 103. “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. Dia dapat melihat segala penglihatan.  Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
    Seorang ateis bertanya,” Apakah kamu dapat menyentuh Tuhanmu? Mencium Tuhanmu? atau merasakan Tuhanmu? Imam Hanafi menjawab dengan membacakan Al-Quran surah ke-42 ayat 11. “Dia Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikanmu dari jenismu sendiri. Pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
      Seorang ateis bertanya,”Jika kamu tidak dapat melihat Tuhanmu, tidak dapat menyentuh Tuhanmu, tidak bisa mencium Tuhanmu, dan merasakan Tuhanmu? Bagaimana kamu bisa membuktikan keberadaan Tuhanmu?”
      Imam Hanafi menjawab, “Apakah kamu ini memang benar-benar tidak bisa berpikir?” “Apakah kamu bisa melihat akalmu?” “Tidak bisa,“jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya lagi,” Apakah kamu dapat menyentuh akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi melanjutkan,”Apakah kamu bisa mencium akalmu? “Tidak bisa,” jawab orang ateis sambil menggelengkan kepala.
     Imam Hanafi bertanya,”Apakah kamu dapat merasakan akalmu? “Tidak,” jawab orang ateis.
     Imam Hanafi bertanya,”Kamu itu orang yang berakal atau orang gila? “Saya orang yang berakal,”sahut orang ateis. Imam Hanafi melanjutkan,”Jika kamu memang orang yang berakal, lalu di manakah akalmu? “Saya tidak tahu, tetapi dia ada.”jawab orang ateis.
      “Demikian pula Allah Subhanahu Wataala,” jelas Imam Hanafi. Imam Hanafi melanjutkan,” Allah memang tidak bisa dilihat mata manusia, tetapi semua alam semesta yang serba teratur ini pasti ada yang mengaturnya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, semuanya merupakan salah satu bukti bahwa Allah ada.”
Daftar Pustaka
1. Asy-Syinawi, Abdul Aziz. Biografi Empat Mazhab. Penerbit Beirut Publishing. Ummul Qura. Jakarta, 2013.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

178. BADUI PINTAR

ORANG BADUI YANG “BODOH” TETAPI “PINTAR”
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

 
      Seorang lelaki Badui tinggal di pedalaman yang jauh dari pusat keramaian kota. Dia berada di daerah terpencil di pelosok pedesaan.
      Tempat tinggalnya termasuk daerah terpencil, terjauh dan terluar. Wilayahnya sulit terjangkau. Dia tidak berpendidikaan dan orang “bodoh”. Dia tidak pernah “makan” sekolah.
      Si Badui datang menjumpai Nabi. Badui bertanya, “Wahai Nabi, siapakah yang mengurus hisabnya seluruh makhluk?” “Allah”, jawab Nabi. “Apakah Allah mengurusnya seorang diri?” Tanya Si Badui. “Ya,” jawab Nabi.
      Mendengarkan jawaban Nabi, si Badui tersenyum puas, dan tampaknya dia amat gembira. Nabi bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, Wahai orang Badui?” Badui menjawab, “Seorang yang pemurah, jika menghisab pasti akan banyak memaafkan.”
     Si Badui melanjutkan,”Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika Allah menghisab manusia pasti akan banyak memaafkan, dan banyak memberi ampunan.” Nabi tersenyum mendengarkan jawabannya.
     Nabi bersabda,”Engkau benar, tidak ada yang lebih pemurah dibandingkan dengan Allah.  Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun.”
     Si Badui mengucapkan terima kasih kepada Nabi dan pamit pulang dengan riang gembira. Nabi bersabda, “Dia sungguh pintar.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.