Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Thursday, November 2, 2017

442. SETAN 1

BERJIHAD MENGHADAPI SETAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad melawan setan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
       Allah memerintahkan  manusia untuk  mempersiapkan  kekuatan dan mengatur strategi menghadapi musuh sebelum berjihad, dan salah satu hal yang membantu   tercapainya kemenangan adalah memahami kekuatan dan kelemahan musuh, serta  tipu dayanya.
       Al-Quran dan hadis Nabi banyak menguraikan sifat-sifat setan, nafsu manusia, orang kafir, dan orang munafik, serta memberikan petunjuk cara menghadapi setan  dan nafsu manusia, serta memberikan batasan jihad dengan menggunakan senjata. 
      Al-Quran menyatakan bahwa setan adalah sumber segala kejahatan yang sering menggunakan kelemahan nafsu manusia. 
      Setan adalah nama yang paling populer di antara nama-nama si perayu kejahatan, dan nama setan dikenal dalam ketiga agama samawi, yaitu Yahudi, Nasrani, dan  Islam.
       Konon, kata “setan” berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya “lawan” atau “musuh", dan mungkin kata “setan” berasal dari bahasa  Arab  “syaththa” yang  artinya “tepi”, dan “syatha” yang artinya “hancur dan terbakar”, atau “syathatha” yang berarti “melampaui batas”. 
     Setan, karena jauh dari rahmat Allah, akan hancur dan terbakar di neraka, dan “setan” selalu berda di tepi, karena memilih yang ekstrem dan melampaui batas, sehingga Nabi bersabda,”Sebaik-baik sesuatu adalah yang moderat, yang berada di tengah”.
     Konon, kata “devil” dalam  bahasa Inggris terambil dari kata “do” yang artinya “melakukan” dan “evil” yang  artinya “kejahatan”, sehingga “setan” adalah “yang melakukan kejahatan”.
     Setan yang paling jahat bernama “iblis”, dan sebagian ahli Barat berpendapat bahwa kata “iblis” berasal dari bahasa Yunani “diabolos” yang artinya “memasuki dua pihak untuk menghasut dan memecah belah”, dan “diabolos”  adalah  gabungan  “dia”  yang artinya “ketika”  dan “ballein”  yang artinya “melontar”.
      Kata “iblis” diduga berasal dar bahasa Arab terambil  dari  akar  kata “ablasa” yang artinya “putus harapan”, karena iblis telah putus harapannya masuk ke  surga. 
     Allah tidak menciptakan setan dengan sia-sia, karena sejak manusia mengenal setan, maka sejak itu terbuka lebar pintu kebaikan bagi manusia, karena dengan  setan, dan mengetahui sifat-sifatnya, manusia dapat membedakan yang baik dan  yang buruk, serta dapat  mengenal substansi kebaikan.
     Kebaikan bukan sekadar sesuatu yang tidak  jelek  dan jahat, dan bukan sekadar  lawan kejelekan dan kejahatan, tetapi wujud kebaikan akan nyata pada saat  kejahatan yang ada itu diabaikan, lalu dipilih yang  baik.
     Apabila manusia mampu memilih kebaikan dan menolak kejelekan, maka manusia derajatnya melebihi malaikat, karena malaikat tidak dapat  tergoda kejahatan, tetapi manusia dapat menjadi setan ketika memilih yang jelek dan merayu  yang lain untuk memilih kejahatan. 
      Al-Quran surah Al-A'raf, ke-7 ayat 16-17. 

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

      “Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.
      Setan akan menghadang dan merayu manusia dari empat penjuru, yaitu dari depan, belakang, kanan dan kiri, sehingga tersisa dua penjuru yang aman,  yaitu  dari arah “atas”, yaitu lambang kehadiran Allah, dan dari arah “bawah”, yaitu lambang kesadaran manusia akan kelemahannya di hadapan Allah.
      Manusia harus berlindung kepada Allah, dan menyadari  kelemahannya sebagai makhluk Allah, agar dapat selamat dari godaan dan rayuan setan.
     Para ulama menggambarkan godaan setan seperti serangan virus, yaitu seseorang tidak akan terjangkiti olehnya selama memiliki kekebalan tubuh, dan imunisasi dari “setan” adalah cara terbaik untuk menjaga diri dari penyakit jasmani, serta kekebalan jiwa diperoleh dari arah “atas” dan “bawah”.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 76.

الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
    
      “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan “thaghut”, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah”.
      Ayat Al-Quran di atas menjelaskan bahwa tipu daya setan adalah lemah bagi orang yang memiliki kekebalan jiwa, dan hal ini menjadi dasar Al-Quran   memerintahkan agar manusia untuk membaca “berta'awwudz”, yaitu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
  
  “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”
     Dalam berjihad seorang Muslim dianjurkan banyak berzikir, serta banyak menyebut dan memekikkan kalimat takbir “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). 

اللهُ أكْبَرُ
      “Allah Maha Besar”

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

442. SETAN 1

BERJIHAD MENGHADAPI SETAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad melawan setan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
       Allah memerintahkan  manusia untuk  mempersiapkan  kekuatan dan mengatur strategi menghadapi musuh sebelum berjihad, dan salah satu hal yang membantu   tercapainya kemenangan adalah memahami kekuatan dan kelemahan musuh, serta  tipu dayanya.
       Al-Quran dan hadis Nabi banyak menguraikan sifat-sifat setan, nafsu manusia, orang kafir, dan orang munafik, serta memberikan petunjuk cara menghadapi setan  dan nafsu manusia, serta memberikan batasan jihad dengan menggunakan senjata. 
      Al-Quran menyatakan bahwa setan adalah sumber segala kejahatan yang sering menggunakan kelemahan nafsu manusia. 
      Setan adalah nama yang paling populer di antara nama-nama si perayu kejahatan, dan nama setan dikenal dalam ketiga agama samawi, yaitu Yahudi, Nasrani, dan  Islam.
       Konon, kata “setan” berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya “lawan” atau “musuh", dan mungkin kata “setan” berasal dari bahasa  Arab  “syaththa” yang  artinya “tepi”, dan “syatha” yang artinya “hancur dan terbakar”, atau “syathatha” yang berarti “melampaui batas”. 
     Setan, karena jauh dari rahmat Allah, akan hancur dan terbakar di neraka, dan “setan” selalu berda di tepi, karena memilih yang ekstrem dan melampaui batas, sehingga Nabi bersabda,”Sebaik-baik sesuatu adalah yang moderat, yang berada di tengah”.
     Konon, kata “devil” dalam  bahasa Inggris terambil dari kata “do” yang artinya “melakukan” dan “evil” yang  artinya “kejahatan”, sehingga “setan” adalah “yang melakukan kejahatan”.
     Setan yang paling jahat bernama “iblis”, dan sebagian ahli Barat berpendapat bahwa kata “iblis” berasal dari bahasa Yunani “diabolos” yang artinya “memasuki dua pihak untuk menghasut dan memecah belah”, dan “diabolos”  adalah  gabungan  “dia”  yang artinya “ketika”  dan “ballein”  yang artinya “melontar”.
      Kata “iblis” diduga berasal dar bahasa Arab terambil  dari  akar  kata “ablasa” yang artinya “putus harapan”, karena iblis telah putus harapannya masuk ke  surga. 
     Allah tidak menciptakan setan dengan sia-sia, karena sejak manusia mengenal setan, maka sejak itu terbuka lebar pintu kebaikan bagi manusia, karena dengan  setan, dan mengetahui sifat-sifatnya, manusia dapat membedakan yang baik dan  yang buruk, serta dapat  mengenal substansi kebaikan.
     Kebaikan bukan sekadar sesuatu yang tidak  jelek  dan jahat, dan bukan sekadar  lawan kejelekan dan kejahatan, tetapi wujud kebaikan akan nyata pada saat  kejahatan yang ada itu diabaikan, lalu dipilih yang  baik.
     Apabila manusia mampu memilih kebaikan dan menolak kejelekan, maka manusia derajatnya melebihi malaikat, karena malaikat tidak dapat  tergoda kejahatan, tetapi manusia dapat menjadi setan ketika memilih yang jelek dan merayu  yang lain untuk memilih kejahatan. 
      Al-Quran surah Al-A'raf, ke-7 ayat 16-17. 

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

      “Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.
      Setan akan menghadang dan merayu manusia dari empat penjuru, yaitu dari depan, belakang, kanan dan kiri, sehingga tersisa dua penjuru yang aman,  yaitu  dari arah “atas”, yaitu lambang kehadiran Allah, dan dari arah “bawah”, yaitu lambang kesadaran manusia akan kelemahannya di hadapan Allah.
      Manusia harus berlindung kepada Allah, dan menyadari  kelemahannya sebagai makhluk Allah, agar dapat selamat dari godaan dan rayuan setan.
     Para ulama menggambarkan godaan setan seperti serangan virus, yaitu seseorang tidak akan terjangkiti olehnya selama memiliki kekebalan tubuh, dan imunisasi dari “setan” adalah cara terbaik untuk menjaga diri dari penyakit jasmani, serta kekebalan jiwa diperoleh dari arah “atas” dan “bawah”.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 76.

الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
    
      “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan “thaghut”, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah”.
      Ayat Al-Quran di atas menjelaskan bahwa tipu daya setan adalah lemah bagi orang yang memiliki kekebalan jiwa, dan hal ini menjadi dasar Al-Quran   memerintahkan agar manusia untuk membaca “berta'awwudz”, yaitu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
  
  “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”
     Dalam berjihad seorang Muslim dianjurkan banyak berzikir, serta banyak menyebut dan memekikkan kalimat takbir “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). 

اللهُ أكْبَرُ
      “Allah Maha Besar”

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

442. SETAN 1

BERJIHAD MENGHADAPI SETAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad melawan setan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
       Allah memerintahkan  manusia untuk  mempersiapkan  kekuatan dan mengatur strategi menghadapi musuh sebelum berjihad, dan salah satu hal yang membantu   tercapainya kemenangan adalah memahami kekuatan dan kelemahan musuh, serta  tipu dayanya.
       Al-Quran dan hadis Nabi banyak menguraikan sifat-sifat setan, nafsu manusia, orang kafir, dan orang munafik, serta memberikan petunjuk cara menghadapi setan  dan nafsu manusia, serta memberikan batasan jihad dengan menggunakan senjata. 
      Al-Quran menyatakan bahwa setan adalah sumber segala kejahatan yang sering menggunakan kelemahan nafsu manusia. 
      Setan adalah nama yang paling populer di antara nama-nama si perayu kejahatan, dan nama setan dikenal dalam ketiga agama samawi, yaitu Yahudi, Nasrani, dan  Islam.
       Konon, kata “setan” berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya “lawan” atau “musuh", dan mungkin kata “setan” berasal dari bahasa  Arab  “syaththa” yang  artinya “tepi”, dan “syatha” yang artinya “hancur dan terbakar”, atau “syathatha” yang berarti “melampaui batas”. 
     Setan, karena jauh dari rahmat Allah, akan hancur dan terbakar di neraka, dan “setan” selalu berda di tepi, karena memilih yang ekstrem dan melampaui batas, sehingga Nabi bersabda,”Sebaik-baik sesuatu adalah yang moderat, yang berada di tengah”.
     Konon, kata “devil” dalam  bahasa Inggris terambil dari kata “do” yang artinya “melakukan” dan “evil” yang  artinya “kejahatan”, sehingga “setan” adalah “yang melakukan kejahatan”.
     Setan yang paling jahat bernama “iblis”, dan sebagian ahli Barat berpendapat bahwa kata “iblis” berasal dari bahasa Yunani “diabolos” yang artinya “memasuki dua pihak untuk menghasut dan memecah belah”, dan “diabolos”  adalah  gabungan  “dia”  yang artinya “ketika”  dan “ballein”  yang artinya “melontar”.
      Kata “iblis” diduga berasal dar bahasa Arab terambil  dari  akar  kata “ablasa” yang artinya “putus harapan”, karena iblis telah putus harapannya masuk ke  surga. 
     Allah tidak menciptakan setan dengan sia-sia, karena sejak manusia mengenal setan, maka sejak itu terbuka lebar pintu kebaikan bagi manusia, karena dengan  setan, dan mengetahui sifat-sifatnya, manusia dapat membedakan yang baik dan  yang buruk, serta dapat  mengenal substansi kebaikan.
     Kebaikan bukan sekadar sesuatu yang tidak  jelek  dan jahat, dan bukan sekadar  lawan kejelekan dan kejahatan, tetapi wujud kebaikan akan nyata pada saat  kejahatan yang ada itu diabaikan, lalu dipilih yang  baik.
     Apabila manusia mampu memilih kebaikan dan menolak kejelekan, maka manusia derajatnya melebihi malaikat, karena malaikat tidak dapat  tergoda kejahatan, tetapi manusia dapat menjadi setan ketika memilih yang jelek dan merayu  yang lain untuk memilih kejahatan. 
      Al-Quran surah Al-A'raf, ke-7 ayat 16-17. 

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

      “Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.
      Setan akan menghadang dan merayu manusia dari empat penjuru, yaitu dari depan, belakang, kanan dan kiri, sehingga tersisa dua penjuru yang aman,  yaitu  dari arah “atas”, yaitu lambang kehadiran Allah, dan dari arah “bawah”, yaitu lambang kesadaran manusia akan kelemahannya di hadapan Allah.
      Manusia harus berlindung kepada Allah, dan menyadari  kelemahannya sebagai makhluk Allah, agar dapat selamat dari godaan dan rayuan setan.
     Para ulama menggambarkan godaan setan seperti serangan virus, yaitu seseorang tidak akan terjangkiti olehnya selama memiliki kekebalan tubuh, dan imunisasi dari “setan” adalah cara terbaik untuk menjaga diri dari penyakit jasmani, serta kekebalan jiwa diperoleh dari arah “atas” dan “bawah”.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 76.

الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
    
      “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan “thaghut”, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah”.
      Ayat Al-Quran di atas menjelaskan bahwa tipu daya setan adalah lemah bagi orang yang memiliki kekebalan jiwa, dan hal ini menjadi dasar Al-Quran   memerintahkan agar manusia untuk membaca “berta'awwudz”, yaitu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
  
  “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”
     Dalam berjihad seorang Muslim dianjurkan banyak berzikir, serta banyak menyebut dan memekikkan kalimat takbir “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). 

اللهُ أكْبَرُ
      “Allah Maha Besar”

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

442. SETAN 1

BERJIHAD MENGHADAPI SETAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad melawan setan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
       Allah memerintahkan  manusia untuk  mempersiapkan  kekuatan dan mengatur strategi menghadapi musuh sebelum berjihad, dan salah satu hal yang membantu   tercapainya kemenangan adalah memahami kekuatan dan kelemahan musuh, serta  tipu dayanya.
       Al-Quran dan hadis Nabi banyak menguraikan sifat-sifat setan, nafsu manusia, orang kafir, dan orang munafik, serta memberikan petunjuk cara menghadapi setan  dan nafsu manusia, serta memberikan batasan jihad dengan menggunakan senjata. 
      Al-Quran menyatakan bahwa setan adalah sumber segala kejahatan yang sering menggunakan kelemahan nafsu manusia. 
      Setan adalah nama yang paling populer di antara nama-nama si perayu kejahatan, dan nama setan dikenal dalam ketiga agama samawi, yaitu Yahudi, Nasrani, dan  Islam.
       Konon, kata “setan” berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya “lawan” atau “musuh", dan mungkin kata “setan” berasal dari bahasa  Arab  “syaththa” yang  artinya “tepi”, dan “syatha” yang artinya “hancur dan terbakar”, atau “syathatha” yang berarti “melampaui batas”. 
     Setan, karena jauh dari rahmat Allah, akan hancur dan terbakar di neraka, dan “setan” selalu berda di tepi, karena memilih yang ekstrem dan melampaui batas, sehingga Nabi bersabda,”Sebaik-baik sesuatu adalah yang moderat, yang berada di tengah”.
     Konon, kata “devil” dalam  bahasa Inggris terambil dari kata “do” yang artinya “melakukan” dan “evil” yang  artinya “kejahatan”, sehingga “setan” adalah “yang melakukan kejahatan”.
     Setan yang paling jahat bernama “iblis”, dan sebagian ahli Barat berpendapat bahwa kata “iblis” berasal dari bahasa Yunani “diabolos” yang artinya “memasuki dua pihak untuk menghasut dan memecah belah”, dan “diabolos”  adalah  gabungan  “dia”  yang artinya “ketika”  dan “ballein”  yang artinya “melontar”.
      Kata “iblis” diduga berasal dar bahasa Arab terambil  dari  akar  kata “ablasa” yang artinya “putus harapan”, karena iblis telah putus harapannya masuk ke  surga. 
     Allah tidak menciptakan setan dengan sia-sia, karena sejak manusia mengenal setan, maka sejak itu terbuka lebar pintu kebaikan bagi manusia, karena dengan  setan, dan mengetahui sifat-sifatnya, manusia dapat membedakan yang baik dan  yang buruk, serta dapat  mengenal substansi kebaikan.
     Kebaikan bukan sekadar sesuatu yang tidak  jelek  dan jahat, dan bukan sekadar  lawan kejelekan dan kejahatan, tetapi wujud kebaikan akan nyata pada saat  kejahatan yang ada itu diabaikan, lalu dipilih yang  baik.
     Apabila manusia mampu memilih kebaikan dan menolak kejelekan, maka manusia derajatnya melebihi malaikat, karena malaikat tidak dapat  tergoda kejahatan, tetapi manusia dapat menjadi setan ketika memilih yang jelek dan merayu  yang lain untuk memilih kejahatan. 
      Al-Quran surah Al-A'raf, ke-7 ayat 16-17. 

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

      “Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.
      Setan akan menghadang dan merayu manusia dari empat penjuru, yaitu dari depan, belakang, kanan dan kiri, sehingga tersisa dua penjuru yang aman,  yaitu  dari arah “atas”, yaitu lambang kehadiran Allah, dan dari arah “bawah”, yaitu lambang kesadaran manusia akan kelemahannya di hadapan Allah.
      Manusia harus berlindung kepada Allah, dan menyadari  kelemahannya sebagai makhluk Allah, agar dapat selamat dari godaan dan rayuan setan.
     Para ulama menggambarkan godaan setan seperti serangan virus, yaitu seseorang tidak akan terjangkiti olehnya selama memiliki kekebalan tubuh, dan imunisasi dari “setan” adalah cara terbaik untuk menjaga diri dari penyakit jasmani, serta kekebalan jiwa diperoleh dari arah “atas” dan “bawah”.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 76.

الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
    
      “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan “thaghut”, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah”.
      Ayat Al-Quran di atas menjelaskan bahwa tipu daya setan adalah lemah bagi orang yang memiliki kekebalan jiwa, dan hal ini menjadi dasar Al-Quran   memerintahkan agar manusia untuk membaca “berta'awwudz”, yaitu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
  
  “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”
     Dalam berjihad seorang Muslim dianjurkan banyak berzikir, serta banyak menyebut dan memekikkan kalimat takbir “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). 

اللهُ أكْبَرُ
      “Allah Maha Besar”

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

442. SETAN 1

BERJIHAD MENGHADAPI SETAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad melawan setan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
       Allah memerintahkan  manusia untuk  mempersiapkan  kekuatan dan mengatur strategi menghadapi musuh sebelum berjihad, dan salah satu hal yang membantu   tercapainya kemenangan adalah memahami kekuatan dan kelemahan musuh, serta  tipu dayanya.
       Al-Quran dan hadis Nabi banyak menguraikan sifat-sifat setan, nafsu manusia, orang kafir, dan orang munafik, serta memberikan petunjuk cara menghadapi setan  dan nafsu manusia, serta memberikan batasan jihad dengan menggunakan senjata. 
      Al-Quran menyatakan bahwa setan adalah sumber segala kejahatan yang sering menggunakan kelemahan nafsu manusia. 
      Setan adalah nama yang paling populer di antara nama-nama si perayu kejahatan, dan nama setan dikenal dalam ketiga agama samawi, yaitu Yahudi, Nasrani, dan  Islam.
       Konon, kata “setan” berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya “lawan” atau “musuh", dan mungkin kata “setan” berasal dari bahasa  Arab  “syaththa” yang  artinya “tepi”, dan “syatha” yang artinya “hancur dan terbakar”, atau “syathatha” yang berarti “melampaui batas”. 
     Setan, karena jauh dari rahmat Allah, akan hancur dan terbakar di neraka, dan “setan” selalu berda di tepi, karena memilih yang ekstrem dan melampaui batas, sehingga Nabi bersabda,”Sebaik-baik sesuatu adalah yang moderat, yang berada di tengah”.
     Konon, kata “devil” dalam  bahasa Inggris terambil dari kata “do” yang artinya “melakukan” dan “evil” yang  artinya “kejahatan”, sehingga “setan” adalah “yang melakukan kejahatan”.
     Setan yang paling jahat bernama “iblis”, dan sebagian ahli Barat berpendapat bahwa kata “iblis” berasal dari bahasa Yunani “diabolos” yang artinya “memasuki dua pihak untuk menghasut dan memecah belah”, dan “diabolos”  adalah  gabungan  “dia”  yang artinya “ketika”  dan “ballein”  yang artinya “melontar”.
      Kata “iblis” diduga berasal dar bahasa Arab terambil  dari  akar  kata “ablasa” yang artinya “putus harapan”, karena iblis telah putus harapannya masuk ke  surga. 
     Allah tidak menciptakan setan dengan sia-sia, karena sejak manusia mengenal setan, maka sejak itu terbuka lebar pintu kebaikan bagi manusia, karena dengan  setan, dan mengetahui sifat-sifatnya, manusia dapat membedakan yang baik dan  yang buruk, serta dapat  mengenal substansi kebaikan.
     Kebaikan bukan sekadar sesuatu yang tidak  jelek  dan jahat, dan bukan sekadar  lawan kejelekan dan kejahatan, tetapi wujud kebaikan akan nyata pada saat  kejahatan yang ada itu diabaikan, lalu dipilih yang  baik.
     Apabila manusia mampu memilih kebaikan dan menolak kejelekan, maka manusia derajatnya melebihi malaikat, karena malaikat tidak dapat  tergoda kejahatan, tetapi manusia dapat menjadi setan ketika memilih yang jelek dan merayu  yang lain untuk memilih kejahatan. 
      Al-Quran surah Al-A'raf, ke-7 ayat 16-17. 

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

      “Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.
      Setan akan menghadang dan merayu manusia dari empat penjuru, yaitu dari depan, belakang, kanan dan kiri, sehingga tersisa dua penjuru yang aman,  yaitu  dari arah “atas”, yaitu lambang kehadiran Allah, dan dari arah “bawah”, yaitu lambang kesadaran manusia akan kelemahannya di hadapan Allah.
      Manusia harus berlindung kepada Allah, dan menyadari  kelemahannya sebagai makhluk Allah, agar dapat selamat dari godaan dan rayuan setan.
     Para ulama menggambarkan godaan setan seperti serangan virus, yaitu seseorang tidak akan terjangkiti olehnya selama memiliki kekebalan tubuh, dan imunisasi dari “setan” adalah cara terbaik untuk menjaga diri dari penyakit jasmani, serta kekebalan jiwa diperoleh dari arah “atas” dan “bawah”.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 76.

الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
    
      “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan “thaghut”, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah”.
      Ayat Al-Quran di atas menjelaskan bahwa tipu daya setan adalah lemah bagi orang yang memiliki kekebalan jiwa, dan hal ini menjadi dasar Al-Quran   memerintahkan agar manusia untuk membaca “berta'awwudz”, yaitu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
  
  “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”
     Dalam berjihad seorang Muslim dianjurkan banyak berzikir, serta banyak menyebut dan memekikkan kalimat takbir “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). 

اللهُ أكْبَرُ
      “Allah Maha Besar”

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

441. MACAM

MEMAHAMI MACAM-MACAM JIHAD
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Macam-macam jihad menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
   Sejarah turunnya ayat Al-Quran membuktikan bahwa Nabi Muhammad telah diperintahkan berjihad sejak masih berada di Mekah, dan jauh sebelum adanya izin mengangkat senjata  untuk membela  diri  dan  agama. 
     Pertempuran pertama dalam sejarah Islam terjadi pada tahun ke-2 Hijrah,  tepatnya 17 Ramadan dengan meletusnya Perang Badar, ketika Nabi berumur 55 tahun.
     Al-Quran surah Al-Furqan, surah ke-25 ayat 52 menyatakan jihad yang besar ketika Nabi masih berada di Mekah .

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

      “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar”.
     Kesalahpahaman itu disuburkan juga oleh terjemahan yang kurang tepat terhadap ayat Al-Quran yang berbicara tentang “jihad” yang diartikan dengan “anfus dan harta benda”.
      Kata “anfus” sering diterjemahkan sebagai “jiwa”, misalnya terjemahan oleh Departemen  Agama  RI.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 72.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
      Kata “anfus” dalam Al-Quran bisa bermakna “nyawa”, “hati”, “jenis”, atau “totalitas manusia”, yaitu tempat terpadu jiwa dan raganya, serta segala sesuatu yang tidak dapat terpisah darinya.  
      Al-Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan  masyarakat dengan menggunakan kata “nafs”, dan kata “nafs” dalam konteks jihad dapat dipahami sebagai  “totalitas manusia”,   sehingga kata “nafs”   mencakup nyawa,   emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, serta waktu dan tempat yang berkaitan  dengannya.
      Pengertian ini,  diperkuat  dengan adanya perintah dalam Al-Quran untuk   berjihad  tanpa menyebutkan “nafs” atau harta benda.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 78. 

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

      “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa berjihad adalah berjuang sekuat tenaga untuk mengalahkan musuh, yaitu berjihad menghadapi  musuh yang  nyata,  berjihad menghadapi  setan, dan berjihad melawan nafsunya masing-masing.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 218.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Nabi bersabda,”Berjihadlah menghadapi nafsumu, seperti kamu berjihad menghadapi musuhmu”. 
      Nabi bersabda,”Berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dengan tangan dan lidahmu”. 
     Pada  umumnya,  ayat Al-Quran yang  berbicara tentang “jihad” tidak menyebutkan objek yang harus dihadapi, dan yang secara tegas dinyatakan objeknya hanyalah berjihad menghadapi orang kafir dan munafik.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 73.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

      “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya”.
      Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 9.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
    
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali”.
      Kesimpulannya, bahwa umat Islam harus berjihad menghadapi orang-orang kafir, munafik, setan, dan hawa nafsu, serta dapat dikatakan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah setan yang sering memanfaatkan kelemahan nafsu manusia.
     Ketika manusia sudah tergoda oleh setan, maka manusia menjadi kafir, munafik, dan menderita penyakit hati, pada akhirnya manusia itu  sendiri menjadi  setan, karena setan adalah “manusia dan jin yang durhaka kepada Allah serta merayu pihak lain untuk melakukan kejahatan”.
     Dalam berjihad, maka seluruh potensi umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh, dan penggunaan potensi tersebut harus juga disesuaikan dengan musuh yang dihadapi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

441. MACAM

MEMAHAMI MACAM-MACAM JIHAD
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Macam-macam jihad menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
   Sejarah turunnya ayat Al-Quran membuktikan bahwa Nabi Muhammad telah diperintahkan berjihad sejak masih berada di Mekah, dan jauh sebelum adanya izin mengangkat senjata  untuk membela  diri  dan  agama. 
     Pertempuran pertama dalam sejarah Islam terjadi pada tahun ke-2 Hijrah,  tepatnya 17 Ramadan dengan meletusnya Perang Badar, ketika Nabi berumur 55 tahun.
     Al-Quran surah Al-Furqan, surah ke-25 ayat 52 menyatakan jihad yang besar ketika Nabi masih berada di Mekah .

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

      “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar”.
     Kesalahpahaman itu disuburkan juga oleh terjemahan yang kurang tepat terhadap ayat Al-Quran yang berbicara tentang “jihad” yang diartikan dengan “anfus dan harta benda”.
      Kata “anfus” sering diterjemahkan sebagai “jiwa”, misalnya terjemahan oleh Departemen  Agama  RI.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 72.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
      Kata “anfus” dalam Al-Quran bisa bermakna “nyawa”, “hati”, “jenis”, atau “totalitas manusia”, yaitu tempat terpadu jiwa dan raganya, serta segala sesuatu yang tidak dapat terpisah darinya.  
      Al-Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan  masyarakat dengan menggunakan kata “nafs”, dan kata “nafs” dalam konteks jihad dapat dipahami sebagai  “totalitas manusia”,   sehingga kata “nafs”   mencakup nyawa,   emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, serta waktu dan tempat yang berkaitan  dengannya.
      Pengertian ini,  diperkuat  dengan adanya perintah dalam Al-Quran untuk   berjihad  tanpa menyebutkan “nafs” atau harta benda.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 78. 

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

      “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa berjihad adalah berjuang sekuat tenaga untuk mengalahkan musuh, yaitu berjihad menghadapi  musuh yang  nyata,  berjihad menghadapi  setan, dan berjihad melawan nafsunya masing-masing.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 218.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Nabi bersabda,”Berjihadlah menghadapi nafsumu, seperti kamu berjihad menghadapi musuhmu”. 
      Nabi bersabda,”Berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dengan tangan dan lidahmu”. 
     Pada  umumnya,  ayat Al-Quran yang  berbicara tentang “jihad” tidak menyebutkan objek yang harus dihadapi, dan yang secara tegas dinyatakan objeknya hanyalah berjihad menghadapi orang kafir dan munafik.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 73.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

      “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya”.
      Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 9.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
    
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali”.
      Kesimpulannya, bahwa umat Islam harus berjihad menghadapi orang-orang kafir, munafik, setan, dan hawa nafsu, serta dapat dikatakan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah setan yang sering memanfaatkan kelemahan nafsu manusia.
     Ketika manusia sudah tergoda oleh setan, maka manusia menjadi kafir, munafik, dan menderita penyakit hati, pada akhirnya manusia itu  sendiri menjadi  setan, karena setan adalah “manusia dan jin yang durhaka kepada Allah serta merayu pihak lain untuk melakukan kejahatan”.
     Dalam berjihad, maka seluruh potensi umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh, dan penggunaan potensi tersebut harus juga disesuaikan dengan musuh yang dihadapi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

441. MACAM

MEMAHAMI MACAM-MACAM JIHAD
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Macam-macam jihad menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
      Para ulama menjelaskan bahwa terjadi kekeliruan dalam memahami istilah “jihad”, karena “jihad” biasanya  hanya  dipahami  dalam arti  “perjuangan fisik” atau “perlawanan bersenjata’, hal ini terjadi karena sering kali kata “jihad” terucapkan pada  saat perjuangan fisik.
     Salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik dengan berperang,  tetapi  harus  diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, Nabi bersabda ketika  baru kembali dari medan pertempuran, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
   Sejarah turunnya ayat Al-Quran membuktikan bahwa Nabi Muhammad telah diperintahkan berjihad sejak masih berada di Mekah, dan jauh sebelum adanya izin mengangkat senjata  untuk membela  diri  dan  agama. 
     Pertempuran pertama dalam sejarah Islam terjadi pada tahun ke-2 Hijrah,  tepatnya 17 Ramadan dengan meletusnya Perang Badar, ketika Nabi berumur 55 tahun.
     Al-Quran surah Al-Furqan, surah ke-25 ayat 52 menyatakan jihad yang besar ketika Nabi masih berada di Mekah .

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

      “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar”.
     Kesalahpahaman itu disuburkan juga oleh terjemahan yang kurang tepat terhadap ayat Al-Quran yang berbicara tentang “jihad” yang diartikan dengan “anfus dan harta benda”.
      Kata “anfus” sering diterjemahkan sebagai “jiwa”, misalnya terjemahan oleh Departemen  Agama  RI.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 72.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
      Kata “anfus” dalam Al-Quran bisa bermakna “nyawa”, “hati”, “jenis”, atau “totalitas manusia”, yaitu tempat terpadu jiwa dan raganya, serta segala sesuatu yang tidak dapat terpisah darinya.  
      Al-Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan  masyarakat dengan menggunakan kata “nafs”, dan kata “nafs” dalam konteks jihad dapat dipahami sebagai  “totalitas manusia”,   sehingga kata “nafs”   mencakup nyawa,   emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, serta waktu dan tempat yang berkaitan  dengannya.
      Pengertian ini,  diperkuat  dengan adanya perintah dalam Al-Quran untuk   berjihad  tanpa menyebutkan “nafs” atau harta benda.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 78. 

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

      “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa berjihad adalah berjuang sekuat tenaga untuk mengalahkan musuh, yaitu berjihad menghadapi  musuh yang  nyata,  berjihad menghadapi  setan, dan berjihad melawan nafsunya masing-masing.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 218.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Nabi bersabda,”Berjihadlah menghadapi nafsumu, seperti kamu berjihad menghadapi musuhmu”. 
      Nabi bersabda,”Berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dengan tangan dan lidahmu”. 
     Pada  umumnya,  ayat Al-Quran yang  berbicara tentang “jihad” tidak menyebutkan objek yang harus dihadapi, dan yang secara tegas dinyatakan objeknya hanyalah berjihad menghadapi orang kafir dan munafik.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 73.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

      “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya”.
      Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 9.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
    
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali”.
      Kesimpulannya, bahwa umat Islam harus berjihad menghadapi orang-orang kafir, munafik, setan, dan hawa nafsu, serta dapat dikatakan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah setan yang sering memanfaatkan kelemahan nafsu manusia.
     Ketika manusia sudah tergoda oleh setan, maka manusia menjadi kafir, munafik, dan menderita penyakit hati, pada akhirnya manusia itu  sendiri menjadi  setan, karena setan adalah “manusia dan jin yang durhaka kepada Allah serta merayu pihak lain untuk melakukan kejahatan”.
     Dalam berjihad, maka seluruh potensi umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh, dan penggunaan potensi tersebut harus juga disesuaikan dengan musuh yang dihadapi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.