Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Thursday, December 7, 2017

549. PANGAN

MEMAHAMI MASALAH MAKANAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang masalah makanan manusia menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Organisasi pangan sedunia FAO (Food Agriculture Organization) pernah memperingati “Hari Pangan Sedunia” dengan memilih tema “Trees for Life” (Pohon untuk Kehidupan) sebagai tema peringatannya.
    Al-Quran telah membicarakan masalah pangan sejak awal yaitu dalam wahyu ke-16 yang diterima oleh Nabi Muhammad, yang menegaskan kaitan antara penyediaan pangan dengan ketulusan beragama.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

      “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3 tidak berbicara tentang kewajiban orang-orang yang mampu untuk “memberikan makanan” kepada orang yang membutuhkan, tetapi kewajiban “menganjurkan memberi makanan”.
    Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang yang kelebihan dan yang kekurangan berkewajiban untuk berperan sebagai orang yang “menganjurkan memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan”.
      Nabi bersabda,” Apabila kamu ingin melembutkan hatimu, maka sering-seringlah kamu memberikan makanan kepada orang-orang yang miskin dan usaplah kepala anak-anak yatim”.
      Nabi bersabda,”Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan berusaha memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat”.
      Nabi bersabda,”Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan”.
      Nabi bersabda,”Belum sempurna keimanan seseorang, apabila perutnya  kekenyangan,  sedangkan tetangganya kelaparan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

549. PANGAN

MEMAHAMI MASALAH MAKANAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang masalah makanan manusia menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Organisasi pangan sedunia FAO (Food Agriculture Organization) pernah memperingati “Hari Pangan Sedunia” dengan memilih tema “Trees for Life” (Pohon untuk Kehidupan) sebagai tema peringatannya.
    Al-Quran telah membicarakan masalah pangan sejak awal yaitu dalam wahyu ke-16 yang diterima oleh Nabi Muhammad, yang menegaskan kaitan antara penyediaan pangan dengan ketulusan beragama.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

      “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3 tidak berbicara tentang kewajiban orang-orang yang mampu untuk “memberikan makanan” kepada orang yang membutuhkan, tetapi kewajiban “menganjurkan memberi makanan”.
    Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang yang kelebihan dan yang kekurangan berkewajiban untuk berperan sebagai orang yang “menganjurkan memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan”.
      Nabi bersabda,” Apabila kamu ingin melembutkan hatimu, maka sering-seringlah kamu memberikan makanan kepada orang-orang yang miskin dan usaplah kepala anak-anak yatim”.
      Nabi bersabda,”Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan berusaha memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat”.
      Nabi bersabda,”Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan”.
      Nabi bersabda,”Belum sempurna keimanan seseorang, apabila perutnya  kekenyangan,  sedangkan tetangganya kelaparan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

549. PANGAN

MEMAHAMI MASALAH MAKANAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang masalah makanan manusia menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Organisasi pangan sedunia FAO (Food Agriculture Organization) pernah memperingati “Hari Pangan Sedunia” dengan memilih tema “Trees for Life” (Pohon untuk Kehidupan) sebagai tema peringatannya.
    Al-Quran telah membicarakan masalah pangan sejak awal yaitu dalam wahyu ke-16 yang diterima oleh Nabi Muhammad, yang menegaskan kaitan antara penyediaan pangan dengan ketulusan beragama.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

      “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3 tidak berbicara tentang kewajiban orang-orang yang mampu untuk “memberikan makanan” kepada orang yang membutuhkan, tetapi kewajiban “menganjurkan memberi makanan”.
    Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang yang kelebihan dan yang kekurangan berkewajiban untuk berperan sebagai orang yang “menganjurkan memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan”.
      Nabi bersabda,” Apabila kamu ingin melembutkan hatimu, maka sering-seringlah kamu memberikan makanan kepada orang-orang yang miskin dan usaplah kepala anak-anak yatim”.
      Nabi bersabda,”Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan berusaha memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat”.
      Nabi bersabda,”Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan”.
      Nabi bersabda,”Belum sempurna keimanan seseorang, apabila perutnya  kekenyangan,  sedangkan tetangganya kelaparan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

549. PANGAN

MEMAHAMI MASALAH MAKANAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang masalah makanan manusia menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Organisasi pangan sedunia FAO (Food Agriculture Organization) pernah memperingati “Hari Pangan Sedunia” dengan memilih tema “Trees for Life” (Pohon untuk Kehidupan) sebagai tema peringatannya.
    Al-Quran telah membicarakan masalah pangan sejak awal yaitu dalam wahyu ke-16 yang diterima oleh Nabi Muhammad, yang menegaskan kaitan antara penyediaan pangan dengan ketulusan beragama.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

      “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3 tidak berbicara tentang kewajiban orang-orang yang mampu untuk “memberikan makanan” kepada orang yang membutuhkan, tetapi kewajiban “menganjurkan memberi makanan”.
    Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang yang kelebihan dan yang kekurangan berkewajiban untuk berperan sebagai orang yang “menganjurkan memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan”.
      Nabi bersabda,” Apabila kamu ingin melembutkan hatimu, maka sering-seringlah kamu memberikan makanan kepada orang-orang yang miskin dan usaplah kepala anak-anak yatim”.
      Nabi bersabda,”Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan berusaha memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat”.
      Nabi bersabda,”Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan”.
      Nabi bersabda,”Belum sempurna keimanan seseorang, apabila perutnya  kekenyangan,  sedangkan tetangganya kelaparan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

549. PANGAN

MEMAHAMI MASALAH MAKANAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang masalah makanan manusia menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Organisasi pangan sedunia FAO (Food Agriculture Organization) pernah memperingati “Hari Pangan Sedunia” dengan memilih tema “Trees for Life” (Pohon untuk Kehidupan) sebagai tema peringatannya.
    Al-Quran telah membicarakan masalah pangan sejak awal yaitu dalam wahyu ke-16 yang diterima oleh Nabi Muhammad, yang menegaskan kaitan antara penyediaan pangan dengan ketulusan beragama.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ

      “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.
      Al-Quran surah Al-Maun, surah ke-107 ayat 1-3 tidak berbicara tentang kewajiban orang-orang yang mampu untuk “memberikan makanan” kepada orang yang membutuhkan, tetapi kewajiban “menganjurkan memberi makanan”.
    Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang yang kelebihan dan yang kekurangan berkewajiban untuk berperan sebagai orang yang “menganjurkan memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan”.
      Nabi bersabda,” Apabila kamu ingin melembutkan hatimu, maka sering-seringlah kamu memberikan makanan kepada orang-orang yang miskin dan usaplah kepala anak-anak yatim”.
      Nabi bersabda,”Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan berusaha memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat”.
      Nabi bersabda,”Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan”.
      Nabi bersabda,”Belum sempurna keimanan seseorang, apabila perutnya  kekenyangan,  sedangkan tetangganya kelaparan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

548. BELAJAR

BERMAIN ADALAH BELAJAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bermain adalah belajar menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Dunia anak-anak adalah dunia bermain, karena dengan bermain, anak-anak dapat mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya, dengan permainan dan alat-alatnya, seseorang dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya.
      Dalam ajaran agama Islam, ibu dan bapak dianjurkan untuk menyisihkan waktunya agar sering bermain dengan anak-anaknya, karena Nabi Muhammad bersabda,”Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah dia berperan sebagai anak pula, artinya hendaklah dia memahami, menjadi sahabat, dan teman bermain dengan anak-anaknya”.
     Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah berlama-lama sujud dalam salat, karena ketika itu salah seorang cucu beliau sedang “menunggangi” punggung Nabi, dan kadang kala Nabi bergegas menyelesaikan salat hanya karena mendengar suara tangisan anak.
     Ketika para orang tua mengantarkan anak-anaknya dalam bermain harus dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan, yang sering kali orang tua yang mengajak anaknya bermain justru mengarahkannya secara tidak sadar kepada hal-hal yang negatif.
     Seorang filosof Yunani Kuno yang sering kali mengecam adat kebiasaan masyarakatnya yang buruk, kabarnya pernah mencambuk seorang ayah sambil berkata,”Aku melihat dan mendengar anakmu culas dan berbohong ketika sedang bermain, hal itu diperoleh darimu atau orang lain, tetapi kamu tidak menegurnya”.
    Banyak hambatan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui permainan, karena waktunya hampir habis di tempat kerja dan di jalan, serta kemampuan dalam memilih permainan yang sesuai dengan daya belinya.
    Sekarang ini banyak tempat dan ruang untuk rekreasi dan bermain yang dibangun, terutama di kota-kota besar di Indonesia, tetapi pada umumnya biaya untuk menikmatinya masih belum terjangkau oleh masyarakat luas.
      Para ahli menjelaskan bahwa bermain adalah kebutuhan pokok untuk anak-anak kita, karena melalui permainan anak-anak bisa belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, dan keterampilan lainnya, termasuk belajar bergaul dengan temannya.
     Pembentukan kepribadian diawali dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak orang tuanya mulai berhubungan antara suami dan istri harus dimulai dengan membaca doa yang baik.
     Ummu Fadhl bercerita,”Suatu ketika aku menimang-nimang seorang bayi, lalu Nabi mengambil bayi itu dan menggendongnya, mendadak si bayi pipis membasahi pakaian Nabi, maka segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Nabi bersabda,”Air dapat membersihkan pakaianku, tetapi apa yang dapat menjernihkan perasaan dalam jiwa si bayi yang dikeruhkan oleh sikapmu yang kasar itu?”.
     Para ahli menjelaskan bahwa perlakuan terhadap bayi dapat berbekas ke dalam jiwa si bayi yang berpotensi menimbulkan perasaan rendah diri dan penyakit kompleks kejiwaan lainnya yang dibawanya sampai dewasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online