Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Thursday, December 7, 2017

551. MORAL

MEMAHAMI BAHASA MORAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bahasa moral dalam masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Umar bin Khattab adalah seorang Muslim yang memiliki karakter kuat dalam memimpin dengan sikapnya yang tegas dan otaknya yang cerdas sering kali melahirkan ide-ide dan pendapat brilian, bahkan sebelum Umar bin Khattab menjadi pemimpin.
     Beberapa pendapat Umar bin Khattab yang menjadi faktor penyebab turunnya beberapa ayat Al-Quran.
     Pertama, menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat. Saat itu Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi untuk menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat, dan kemudian turunlah Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 125.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

      “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,”Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.
     Kedua, hijab untuk para istri Nabi. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi,”Wahai Nabi, ada hal bagus dan jelek yang menimpa istri-istrimu, mungkin lebih baik engkau memerintahkan mereka untuk berhijab”. Selanjutnya turunlah Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 31.

    وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

  “Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
     Ketiga, ketika istri-istri Nabi saling cemburu, termasuk putri Umar bin Khattab yang bernama Hafsah binti Umar, lalu Umar bin Khattab memberikan nasihat kepada putrinya, Hafsah binti Umar untuk tidak berlaku demikian, karena Nabi dapat menceraikannya dan dicarikan ganti oleh Allah dengan istri yang lebih baik.
      Kemudian turun Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 5.

عَسَىٰ رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
  
   “Jika Nabi menceraikanmu, boleh jadi Tuhannya akan memberikan ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”.
     Keempat, tentang tawanan Perang Badar. Umar bin Khattab mengusulkan agar  kaum Qurasy tawanan Perang Badar dibunuh, karena mereka akan membocorkan informasi dan menyiapkan pembalasan kepada pihak Muslim.
     Tetapi Nabi lebih memilih pendapat Abu Bakar untuk tidak membunuhnya dan memberikan hukuman lain kepada mereka, dan Al-Quran turun menegur Nabi dan menyetujui pendapat Umar bin Khattab.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 67.

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

      “Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
     Tetapi, juga terdapat pendapat Umar bin Khattab yang ditolak dan ditegur oleh Nabi, yaitu dalam Perjanjian Hudaibiyah, ketika Umar bin Khattab menolak dengan keras, “Mengapa kita harus mengalah dan menerima syarat yang meremehkan agama kita?”.
     Dalam Perang Hudaibiyah situasinya memang berbeda, sehingga dalam setiap situasi membutuhkan sikap yang tepat dan berlandaskan pengetahuan yang benar dan arif, serta sikap tepat adalah hikmah atau kebijaksanaan.
     Artinya kadang kala kita perlu bersikap lunak dan perlu bersikap keras, apabila keliru bersikap maka artinya kita telah berbuat tidak adil, karena “keadilan” adalah “menempatkan sesuatu pada tempatnya”.
     Seorang Muslim yang baik dapat merasakan kebersamaan dengan Muslim lainnya, seperti organ dalam satu tubuh yang merasakan derita yang dirasakan oleh organ tubuh lainnya.
    Tetapi pada saat yang sama, sebagai seorang Muslim harus juga merasakan kebersamaannya dengan penganut agama lain dan dengan seluruh umat manusia lainnya, juga harus mempunyai “perasaan” yang sama, yaitu sesama manusia dan makhluk Allah di bumi.
     Apabila menggunakan bahasa agama, kadang kala sulit dan tidak dipahami oleh menganut agama yang lain, sehingga semua manusia memerlukan bahasa yang sama,  yaitu  bahasa moral dan etika.
      Al-Quran dan hadis Nabi mendorong disebarluaskan bahasa moral dan etika, karena Nabi diutus untuk menyempurnakan budi pekerti dan akhlak yang mulia.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 21.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

      “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
      Al-Quran surah Al-Qalam, surah ke-68 ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

     “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

      Nabi bersabda,“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
      Dasar dari segala etika adalah “mengorbankan kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain”. Tetapi dasar etika ini dapat mengalami perkembangan  sesuai dengan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

551.MORAL

MEMAHAMI BAHASA MORAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bahasa moral dalam masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Umar bin Khattab adalah seorang Muslim yang memiliki karakter kuat dalam memimpin dengan sikapnya yang tegas dan otaknya yang cerdas sering kali melahirkan ide-ide dan pendapat brilian, bahkan sebelum Umar bin Khattab menjadi pemimpin.
     Beberapa pendapat Umar bin Khattab yang menjadi faktor penyebab turunnya beberapa ayat Al-Quran.
     Pertama, menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat. Saat itu Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi untuk menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat, dan kemudian turunlah Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 125.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

      “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,”Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.
     Kedua, hijab untuk para istri Nabi. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi,”Wahai Nabi, ada hal bagus dan jelek yang menimpa istri-istrimu, mungkin lebih baik engkau memerintahkan mereka untuk berhijab”. Selanjutnya turunlah Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 31.

    وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

  “Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
     Ketiga, ketika istri-istri Nabi saling cemburu, termasuk putri Umar bin Khattab yang bernama Hafsah binti Umar, lalu Umar bin Khattab memberikan nasihat kepada putrinya, Hafsah binti Umar untuk tidak berlaku demikian, karena Nabi dapat menceraikannya dan dicarikan ganti oleh Allah dengan istri yang lebih baik.
      Kemudian turun Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 5.

عَسَىٰ رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
  
   “Jika Nabi menceraikanmu, boleh jadi Tuhannya akan memberikan ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”.
     Keempat, tentang tawanan Perang Badar. Umar bin Khattab mengusulkan agar  kaum Qurasy tawanan Perang Badar dibunuh, karena mereka akan membocorkan informasi dan menyiapkan pembalasan kepada pihak Muslim.
     Tetapi Nabi lebih memilih pendapat Abu Bakar untuk tidak membunuhnya dan memberikan hukuman lain kepada mereka, dan Al-Quran turun menegur Nabi dan menyetujui pendapat Umar bin Khattab.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 67.

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

      “Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
     Tetapi, juga terdapat pendapat Umar bin Khattab yang ditolak dan ditegur oleh Nabi, yaitu dalam Perjanjian Hudaibiyah, ketika Umar bin Khattab menolak dengan keras, “Mengapa kita harus mengalah dan menerima syarat yang meremehkan agama kita?”.
     Dalam Perang Hudaibiyah situasinya memang berbeda, sehingga dalam setiap situasi membutuhkan sikap yang tepat dan berlandaskan pengetahuan yang benar dan arif, serta sikap tepat adalah hikmah atau kebijaksanaan.
     Artinya kadang kala kita perlu bersikap lunak dan perlu bersikap keras, apabila keliru bersikap maka artinya kita telah berbuat tidak adil, karena “keadilan” adalah “menempatkan sesuatu pada tempatnya”.
     Seorang Muslim yang baik dapat merasakan kebersamaan dengan Muslim lainnya, seperti organ dalam satu tubuh yang merasakan derita yang dirasakan oleh organ tubuh lainnya.
    Tetapi pada saat yang sama, sebagai seorang Muslim harus juga merasakan kebersamaannya dengan penganut agama lain dan dengan seluruh umat manusia lainnya, juga harus mempunyai “perasaan” yang sama, yaitu sesama manusia dan makhluk Allah di bumi.
     Apabila menggunakan bahasa agama, kadang kala sulit dan tidak dipahami oleh menganut agama yang lain, sehingga semua manusia memerlukan bahasa yang sama,  yaitu  bahasa moral dan etika.
      Al-Quran dan hadis Nabi mendorong disebarluaskan bahasa moral dan etika, karena Nabi diutus untuk menyempurnakan budi pekerti dan akhlak yang mulia.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 21.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

      “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
      Al-Quran surah Al-Qalam, surah ke-68 ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

     “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

      Nabi bersabda,“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
      Dasar dari segala etika adalah “mengorbankan kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain”. Tetapi dasar etika ini dapat mengalami perkembangan  sesuai dengan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

551. MORAL

MEMAHAMI BAHASA MORAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bahasa moral dalam masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Umar bin Khattab adalah seorang Muslim yang memiliki karakter kuat dalam memimpin dengan sikapnya yang tegas dan otaknya yang cerdas sering kali melahirkan ide-ide dan pendapat brilian, bahkan sebelum Umar bin Khattab menjadi pemimpin.
     Beberapa pendapat Umar bin Khattab yang menjadi faktor penyebab turunnya beberapa ayat Al-Quran.
     Pertama, menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat. Saat itu Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi untuk menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat, dan kemudian turunlah Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 125.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

      “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,”Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.
     Kedua, hijab untuk para istri Nabi. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi,”Wahai Nabi, ada hal bagus dan jelek yang menimpa istri-istrimu, mungkin lebih baik engkau memerintahkan mereka untuk berhijab”. Selanjutnya turunlah Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 31.

    وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

  “Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
     Ketiga, ketika istri-istri Nabi saling cemburu, termasuk putri Umar bin Khattab yang bernama Hafsah binti Umar, lalu Umar bin Khattab memberikan nasihat kepada putrinya, Hafsah binti Umar untuk tidak berlaku demikian, karena Nabi dapat menceraikannya dan dicarikan ganti oleh Allah dengan istri yang lebih baik.
      Kemudian turun Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 5.

عَسَىٰ رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
  
   “Jika Nabi menceraikanmu, boleh jadi Tuhannya akan memberikan ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”.
     Keempat, tentang tawanan Perang Badar. Umar bin Khattab mengusulkan agar  kaum Qurasy tawanan Perang Badar dibunuh, karena mereka akan membocorkan informasi dan menyiapkan pembalasan kepada pihak Muslim.
     Tetapi Nabi lebih memilih pendapat Abu Bakar untuk tidak membunuhnya dan memberikan hukuman lain kepada mereka, dan Al-Quran turun menegur Nabi dan menyetujui pendapat Umar bin Khattab.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 67.

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

      “Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
     Tetapi, juga terdapat pendapat Umar bin Khattab yang ditolak dan ditegur oleh Nabi, yaitu dalam Perjanjian Hudaibiyah, ketika Umar bin Khattab menolak dengan keras, “Mengapa kita harus mengalah dan menerima syarat yang meremehkan agama kita?”.
     Dalam Perang Hudaibiyah situasinya memang berbeda, sehingga dalam setiap situasi membutuhkan sikap yang tepat dan berlandaskan pengetahuan yang benar dan arif, serta sikap tepat adalah hikmah atau kebijaksanaan.
     Artinya kadang kala kita perlu bersikap lunak dan perlu bersikap keras, apabila keliru bersikap maka artinya kita telah berbuat tidak adil, karena “keadilan” adalah “menempatkan sesuatu pada tempatnya”.
     Seorang Muslim yang baik dapat merasakan kebersamaan dengan Muslim lainnya, seperti organ dalam satu tubuh yang merasakan derita yang dirasakan oleh organ tubuh lainnya.
    Tetapi pada saat yang sama, sebagai seorang Muslim harus juga merasakan kebersamaannya dengan penganut agama lain dan dengan seluruh umat manusia lainnya, juga harus mempunyai “perasaan” yang sama, yaitu sesama manusia dan makhluk Allah di bumi.
     Apabila menggunakan bahasa agama, kadang kala sulit dan tidak dipahami oleh menganut agama yang lain, sehingga semua manusia memerlukan bahasa yang sama,  yaitu  bahasa moral dan etika.
      Al-Quran dan hadis Nabi mendorong disebarluaskan bahasa moral dan etika, karena Nabi diutus untuk menyempurnakan budi pekerti dan akhlak yang mulia.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 21.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

      “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
      Al-Quran surah Al-Qalam, surah ke-68 ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

     “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

      Nabi bersabda,“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
      Dasar dari segala etika adalah “mengorbankan kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain”. Tetapi dasar etika ini dapat mengalami perkembangan  sesuai dengan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

551. MORAL

MEMAHAMI BAHASA MORAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bahasa moral dalam masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Umar bin Khattab adalah seorang Muslim yang memiliki karakter kuat dalam memimpin dengan sikapnya yang tegas dan otaknya yang cerdas sering kali melahirkan ide-ide dan pendapat brilian, bahkan sebelum Umar bin Khattab menjadi pemimpin.
     Beberapa pendapat Umar bin Khattab yang menjadi faktor penyebab turunnya beberapa ayat Al-Quran.
     Pertama, menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat. Saat itu Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi untuk menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat, dan kemudian turunlah Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 125.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

      “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,”Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.
     Kedua, hijab untuk para istri Nabi. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi,”Wahai Nabi, ada hal bagus dan jelek yang menimpa istri-istrimu, mungkin lebih baik engkau memerintahkan mereka untuk berhijab”. Selanjutnya turunlah Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 31.

    وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

  “Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
     Ketiga, ketika istri-istri Nabi saling cemburu, termasuk putri Umar bin Khattab yang bernama Hafsah binti Umar, lalu Umar bin Khattab memberikan nasihat kepada putrinya, Hafsah binti Umar untuk tidak berlaku demikian, karena Nabi dapat menceraikannya dan dicarikan ganti oleh Allah dengan istri yang lebih baik.
      Kemudian turun Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 5.

عَسَىٰ رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
  
   “Jika Nabi menceraikanmu, boleh jadi Tuhannya akan memberikan ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”.
     Keempat, tentang tawanan Perang Badar. Umar bin Khattab mengusulkan agar  kaum Qurasy tawanan Perang Badar dibunuh, karena mereka akan membocorkan informasi dan menyiapkan pembalasan kepada pihak Muslim.
     Tetapi Nabi lebih memilih pendapat Abu Bakar untuk tidak membunuhnya dan memberikan hukuman lain kepada mereka, dan Al-Quran turun menegur Nabi dan menyetujui pendapat Umar bin Khattab.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 67.

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

      “Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
     Tetapi, juga terdapat pendapat Umar bin Khattab yang ditolak dan ditegur oleh Nabi, yaitu dalam Perjanjian Hudaibiyah, ketika Umar bin Khattab menolak dengan keras, “Mengapa kita harus mengalah dan menerima syarat yang meremehkan agama kita?”.
     Dalam Perang Hudaibiyah situasinya memang berbeda, sehingga dalam setiap situasi membutuhkan sikap yang tepat dan berlandaskan pengetahuan yang benar dan arif, serta sikap tepat adalah hikmah atau kebijaksanaan.
     Artinya kadang kala kita perlu bersikap lunak dan perlu bersikap keras, apabila keliru bersikap maka artinya kita telah berbuat tidak adil, karena “keadilan” adalah “menempatkan sesuatu pada tempatnya”.
     Seorang Muslim yang baik dapat merasakan kebersamaan dengan Muslim lainnya, seperti organ dalam satu tubuh yang merasakan derita yang dirasakan oleh organ tubuh lainnya.
    Tetapi pada saat yang sama, sebagai seorang Muslim harus juga merasakan kebersamaannya dengan penganut agama lain dan dengan seluruh umat manusia lainnya, juga harus mempunyai “perasaan” yang sama, yaitu sesama manusia dan makhluk Allah di bumi.
     Apabila menggunakan bahasa agama, kadang kala sulit dan tidak dipahami oleh menganut agama yang lain, sehingga semua manusia memerlukan bahasa yang sama,  yaitu  bahasa moral dan etika.
      Al-Quran dan hadis Nabi mendorong disebarluaskan bahasa moral dan etika, karena Nabi diutus untuk menyempurnakan budi pekerti dan akhlak yang mulia.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 21.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

      “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
      Al-Quran surah Al-Qalam, surah ke-68 ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

     “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

      Nabi bersabda,“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
      Dasar dari segala etika adalah “mengorbankan kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain”. Tetapi dasar etika ini dapat mengalami perkembangan  sesuai dengan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

551. MORAL

MEMAHAMI BAHASA MORAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bahasa moral dalam masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Umar bin Khattab adalah seorang Muslim yang memiliki karakter kuat dalam memimpin dengan sikapnya yang tegas dan otaknya yang cerdas sering kali melahirkan ide-ide dan pendapat brilian, bahkan sebelum Umar bin Khattab menjadi pemimpin.
     Beberapa pendapat Umar bin Khattab yang menjadi faktor penyebab turunnya beberapa ayat Al-Quran.
     Pertama, menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat. Saat itu Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi untuk menjadikan “maqam Ibrahim” sebagai tempat salat, dan kemudian turunlah Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 125.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

      “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,”Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.
     Kedua, hijab untuk para istri Nabi. Umar bin Khattab mengusulkan kepada Nabi,”Wahai Nabi, ada hal bagus dan jelek yang menimpa istri-istrimu, mungkin lebih baik engkau memerintahkan mereka untuk berhijab”. Selanjutnya turunlah Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 31.

    وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

  “Katakanlah kepada wanita yang beriman,”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
     Ketiga, ketika istri-istri Nabi saling cemburu, termasuk putri Umar bin Khattab yang bernama Hafsah binti Umar, lalu Umar bin Khattab memberikan nasihat kepada putrinya, Hafsah binti Umar untuk tidak berlaku demikian, karena Nabi dapat menceraikannya dan dicarikan ganti oleh Allah dengan istri yang lebih baik.
      Kemudian turun Al-Quran surah At-Tahrim, surah ke-66 ayat 5.

عَسَىٰ رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
  
   “Jika Nabi menceraikanmu, boleh jadi Tuhannya akan memberikan ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan”.
     Keempat, tentang tawanan Perang Badar. Umar bin Khattab mengusulkan agar  kaum Qurasy tawanan Perang Badar dibunuh, karena mereka akan membocorkan informasi dan menyiapkan pembalasan kepada pihak Muslim.
     Tetapi Nabi lebih memilih pendapat Abu Bakar untuk tidak membunuhnya dan memberikan hukuman lain kepada mereka, dan Al-Quran turun menegur Nabi dan menyetujui pendapat Umar bin Khattab.
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8 ayat 67.

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

      “Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
     Tetapi, juga terdapat pendapat Umar bin Khattab yang ditolak dan ditegur oleh Nabi, yaitu dalam Perjanjian Hudaibiyah, ketika Umar bin Khattab menolak dengan keras, “Mengapa kita harus mengalah dan menerima syarat yang meremehkan agama kita?”.
     Dalam Perang Hudaibiyah situasinya memang berbeda, sehingga dalam setiap situasi membutuhkan sikap yang tepat dan berlandaskan pengetahuan yang benar dan arif, serta sikap tepat adalah hikmah atau kebijaksanaan.
     Artinya kadang kala kita perlu bersikap lunak dan perlu bersikap keras, apabila keliru bersikap maka artinya kita telah berbuat tidak adil, karena “keadilan” adalah “menempatkan sesuatu pada tempatnya”.
     Seorang Muslim yang baik dapat merasakan kebersamaan dengan Muslim lainnya, seperti organ dalam satu tubuh yang merasakan derita yang dirasakan oleh organ tubuh lainnya.
    Tetapi pada saat yang sama, sebagai seorang Muslim harus juga merasakan kebersamaannya dengan penganut agama lain dan dengan seluruh umat manusia lainnya, juga harus mempunyai “perasaan” yang sama, yaitu sesama manusia dan makhluk Allah di bumi.
     Apabila menggunakan bahasa agama, kadang kala sulit dan tidak dipahami oleh menganut agama yang lain, sehingga semua manusia memerlukan bahasa yang sama,  yaitu  bahasa moral dan etika.
      Al-Quran dan hadis Nabi mendorong disebarluaskan bahasa moral dan etika, karena Nabi diutus untuk menyempurnakan budi pekerti dan akhlak yang mulia.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 21.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

      “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
      Al-Quran surah Al-Qalam, surah ke-68 ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

     “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

      Nabi bersabda,“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
      Dasar dari segala etika adalah “mengorbankan kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain”. Tetapi dasar etika ini dapat mengalami perkembangan  sesuai dengan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

550. BACA

DAMPAK MATERI BACAAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dampak bahan dan materi bacaan yang dibaca oleh masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Semua penduduk Indonesia ingin maju, dan ingin duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan negara maju lainnya, bahkan bangsa Indonesia ingin membangun peradaban baru yang lebih baik bersama bangsa lainnya.
     Faktor utama yang harus disiapkan oleh bangsa Indonesia apabila ingin maju bersama bangsa lainnya, bukanlah faktor suku bangsa, ras, dan lingkungan geografisnya, serta bukan faktor persenjataan militernya, karena terdapat bangsa yang berhasil menaklukkan bangsa lainnya, tetapi ternyata berjalan di tempat dan bangsa jajahannya berhasil lebih maju.
    Faktor kemajuan suatu bangsa juga bukan karena faktor peralatan ilmu pengetahuan dan teknologinya, karena pernah dilakukan pengamatan terhadap sekelompok nelayan pada suatu masyarakat terbelakang dan ternyata hasilnya mengecewakan.
     Para nelayan diberikan alat-alat yang canggih hasil iptek mutakhir dan diberikan keterampilan teknis penggunaannya dan ternyata hasilnya sangat mengagumkan, karena hasil ikan yang mereka peroleh bertambah sangat banyak.
      Tetapi beberapa lama kemudian, sebagian para nelayan berhenti bekerja dengan alasan perolehan mereka sudah cukup untuk bekal hidup beberapa lama, sedangkan sebagian sisanya mereka habiskan untuk berfoya-foya, sehingga kelompok tersebut tidak mengalami kemajuan apalagi menciptakan peradaban baru yang lebih baik.
     Sehingga muncul keraguan terhadap kebenaran ungkapan,”Berilah mereka kail,  dan jangan beri mereka ikan”. Karena ternyata kail canggih pun gagal mengantarkan suatu penduduk kepada kemajuan peradaban yang baru.
     Kalau begitu, dari mana kita memulainya? Al-Quran menjelaskan, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada di dalam diri mereka sendiri”.
      Al-Quran surah Ar-Ra’du, surah ke-13 ayat 11.

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
     
      “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
    Al-Quran menjelaskan bahwa faktor utama apabila ingin mengubah keadaan suatu kaum adalah dengan cara mengubah “sesuatu” yang terdapat dalam diri manusianya, dan “sesuatu” itu adalah nilai yang menjadi pandangan hidup, kehendak, dan tekadnya.
      Apabila nilai yang dianut dan pandangan hidupnya hanya terbatas untuk sesuatu yang “di sini dan masa kini saja”, maka terbatas pula kehendak dan usahanya hanya “sampai kini dan di sini saja”, seperti para nelayan yang diberikan alat canggih tersebut.
     Sedangkan nilai dan pandangan hidup seorang Muslim harus mengarah kepada satu Wujud Mutlak yang tidak terbatas, yaitu Allah Yang Maha Kuasa dan sampai ke alam akhirat yang melampaui batas waktu hidup di dunia ini.
     Nilai dan pandangan tersebut harus tertancap ke dalam jiwa, antara lain dan terutama, melalui bacaan dan sajian yang diberikan kepada masyarakat.
      Seorang guru besar di Universitas Harvard melakukan penelitian terhadap 40 negara yang berkaitan dengan periode kemajuan dan kemunduran yang dialami negara-negara tersebut dalam sejarahnya.
     Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor utama yang dapat menentukan kemajuan atau kemunduran suatu negara adalah bahan dan materi bacaan yang disajikan kepada generasi muda mereka.
    Hasilnya menujukkan bahwa 20 tahun menjelang kemajuan atau kemunduran suatu Negara, para generasi muda dibekali dengan bahan dan materi bacaan yang mengantarkan mereka kepada kemajuan atau kemunduran masyarakatnya.
     Karena para murid itulah, setelah 20 tahun kemudian yang akan sangat berperan dalam berbagai aktivitas di negaranya, sedangkan peranan mereka ditentukan oleh bacaan dan sajian yang disuguhkan yang kemudian membentuk pandangan hidup dan nilai-nilai yang dianut.
     Kesimpulannya, apabila kita ingin anak-anak kita berhasil memajukan bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang seperti bangsa lainnya, maka harus disiapkan bahan dan materi bacaan yang baik dan bermutu yang dapat dinikmati semua oleh lapisan masyarakat dengan mudah dan murah.
.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

550. BACA

DAMPAK MATERI BACAAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dampak bahan dan materi bacaan yang dibaca oleh masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Semua penduduk Indonesia ingin maju, dan ingin duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan negara maju lainnya, bahkan bangsa Indonesia ingin membangun peradaban baru yang lebih baik bersama bangsa lainnya.
     Faktor utama yang harus disiapkan oleh bangsa Indonesia apabila ingin maju bersama bangsa lainnya, bukanlah faktor suku bangsa, ras, dan lingkungan geografisnya, serta bukan faktor persenjataan militernya, karena terdapat bangsa yang berhasil menaklukkan bangsa lainnya, tetapi ternyata berjalan di tempat dan bangsa jajahannya berhasil lebih maju.
    Faktor kemajuan suatu bangsa juga bukan karena faktor peralatan ilmu pengetahuan dan teknologinya, karena pernah dilakukan pengamatan terhadap sekelompok nelayan pada suatu masyarakat terbelakang dan ternyata hasilnya mengecewakan.
     Para nelayan diberikan alat-alat yang canggih hasil iptek mutakhir dan diberikan keterampilan teknis penggunaannya dan ternyata hasilnya sangat mengagumkan, karena hasil ikan yang mereka peroleh bertambah sangat banyak.
      Tetapi beberapa lama kemudian, sebagian para nelayan berhenti bekerja dengan alasan perolehan mereka sudah cukup untuk bekal hidup beberapa lama, sedangkan sebagian sisanya mereka habiskan untuk berfoya-foya, sehingga kelompok tersebut tidak mengalami kemajuan apalagi menciptakan peradaban baru yang lebih baik.
     Sehingga muncul keraguan terhadap kebenaran ungkapan,”Berilah mereka kail,  dan jangan beri mereka ikan”. Karena ternyata kail canggih pun gagal mengantarkan suatu penduduk kepada kemajuan peradaban yang baru.
     Kalau begitu, dari mana kita memulainya? Al-Quran menjelaskan, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada di dalam diri mereka sendiri”.
      Al-Quran surah Ar-Ra’du, surah ke-13 ayat 11.

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
     
      “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
    Al-Quran menjelaskan bahwa faktor utama apabila ingin mengubah keadaan suatu kaum adalah dengan cara mengubah “sesuatu” yang terdapat dalam diri manusianya, dan “sesuatu” itu adalah nilai yang menjadi pandangan hidup, kehendak, dan tekadnya.
      Apabila nilai yang dianut dan pandangan hidupnya hanya terbatas untuk sesuatu yang “di sini dan masa kini saja”, maka terbatas pula kehendak dan usahanya hanya “sampai kini dan di sini saja”, seperti para nelayan yang diberikan alat canggih tersebut.
     Sedangkan nilai dan pandangan hidup seorang Muslim harus mengarah kepada satu Wujud Mutlak yang tidak terbatas, yaitu Allah Yang Maha Kuasa dan sampai ke alam akhirat yang melampaui batas waktu hidup di dunia ini.
     Nilai dan pandangan tersebut harus tertancap ke dalam jiwa, antara lain dan terutama, melalui bacaan dan sajian yang diberikan kepada masyarakat.
      Seorang guru besar di Universitas Harvard melakukan penelitian terhadap 40 negara yang berkaitan dengan periode kemajuan dan kemunduran yang dialami negara-negara tersebut dalam sejarahnya.
     Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor utama yang dapat menentukan kemajuan atau kemunduran suatu negara adalah bahan dan materi bacaan yang disajikan kepada generasi muda mereka.
    Hasilnya menujukkan bahwa 20 tahun menjelang kemajuan atau kemunduran suatu Negara, para generasi muda dibekali dengan bahan dan materi bacaan yang mengantarkan mereka kepada kemajuan atau kemunduran masyarakatnya.
     Karena para murid itulah, setelah 20 tahun kemudian yang akan sangat berperan dalam berbagai aktivitas di negaranya, sedangkan peranan mereka ditentukan oleh bacaan dan sajian yang disuguhkan yang kemudian membentuk pandangan hidup dan nilai-nilai yang dianut.
     Kesimpulannya, apabila kita ingin anak-anak kita berhasil memajukan bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang seperti bangsa lainnya, maka harus disiapkan bahan dan materi bacaan yang baik dan bermutu yang dapat dinikmati semua oleh lapisan masyarakat dengan mudah dan murah.
.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

550. BACA

DAMPAK MATERI BACAAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dampak bahan dan materi bacaan yang dibaca oleh masyarakat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Semua penduduk Indonesia ingin maju, dan ingin duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan negara maju lainnya, bahkan bangsa Indonesia ingin membangun peradaban baru yang lebih baik bersama bangsa lainnya.
     Faktor utama yang harus disiapkan oleh bangsa Indonesia apabila ingin maju bersama bangsa lainnya, bukanlah faktor suku bangsa, ras, dan lingkungan geografisnya, serta bukan faktor persenjataan militernya, karena terdapat bangsa yang berhasil menaklukkan bangsa lainnya, tetapi ternyata berjalan di tempat dan bangsa jajahannya berhasil lebih maju.
    Faktor kemajuan suatu bangsa juga bukan karena faktor peralatan ilmu pengetahuan dan teknologinya, karena pernah dilakukan pengamatan terhadap sekelompok nelayan pada suatu masyarakat terbelakang dan ternyata hasilnya mengecewakan.
     Para nelayan diberikan alat-alat yang canggih hasil iptek mutakhir dan diberikan keterampilan teknis penggunaannya dan ternyata hasilnya sangat mengagumkan, karena hasil ikan yang mereka peroleh bertambah sangat banyak.
      Tetapi beberapa lama kemudian, sebagian para nelayan berhenti bekerja dengan alasan perolehan mereka sudah cukup untuk bekal hidup beberapa lama, sedangkan sebagian sisanya mereka habiskan untuk berfoya-foya, sehingga kelompok tersebut tidak mengalami kemajuan apalagi menciptakan peradaban baru yang lebih baik.
     Sehingga muncul keraguan terhadap kebenaran ungkapan,”Berilah mereka kail,  dan jangan beri mereka ikan”. Karena ternyata kail canggih pun gagal mengantarkan suatu penduduk kepada kemajuan peradaban yang baru.
     Kalau begitu, dari mana kita memulainya? Al-Quran menjelaskan, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada di dalam diri mereka sendiri”.
      Al-Quran surah Ar-Ra’du, surah ke-13 ayat 11.

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
     
      “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
    Al-Quran menjelaskan bahwa faktor utama apabila ingin mengubah keadaan suatu kaum adalah dengan cara mengubah “sesuatu” yang terdapat dalam diri manusianya, dan “sesuatu” itu adalah nilai yang menjadi pandangan hidup, kehendak, dan tekadnya.
      Apabila nilai yang dianut dan pandangan hidupnya hanya terbatas untuk sesuatu yang “di sini dan masa kini saja”, maka terbatas pula kehendak dan usahanya hanya “sampai kini dan di sini saja”, seperti para nelayan yang diberikan alat canggih tersebut.
     Sedangkan nilai dan pandangan hidup seorang Muslim harus mengarah kepada satu Wujud Mutlak yang tidak terbatas, yaitu Allah Yang Maha Kuasa dan sampai ke alam akhirat yang melampaui batas waktu hidup di dunia ini.
     Nilai dan pandangan tersebut harus tertancap ke dalam jiwa, antara lain dan terutama, melalui bacaan dan sajian yang diberikan kepada masyarakat.
      Seorang guru besar di Universitas Harvard melakukan penelitian terhadap 40 negara yang berkaitan dengan periode kemajuan dan kemunduran yang dialami negara-negara tersebut dalam sejarahnya.
     Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor utama yang dapat menentukan kemajuan atau kemunduran suatu negara adalah bahan dan materi bacaan yang disajikan kepada generasi muda mereka.
    Hasilnya menujukkan bahwa 20 tahun menjelang kemajuan atau kemunduran suatu Negara, para generasi muda dibekali dengan bahan dan materi bacaan yang mengantarkan mereka kepada kemajuan atau kemunduran masyarakatnya.
     Karena para murid itulah, setelah 20 tahun kemudian yang akan sangat berperan dalam berbagai aktivitas di negaranya, sedangkan peranan mereka ditentukan oleh bacaan dan sajian yang disuguhkan yang kemudian membentuk pandangan hidup dan nilai-nilai yang dianut.
     Kesimpulannya, apabila kita ingin anak-anak kita berhasil memajukan bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang seperti bangsa lainnya, maka harus disiapkan bahan dan materi bacaan yang baik dan bermutu yang dapat dinikmati semua oleh lapisan masyarakat dengan mudah dan murah.
.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online