Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Friday, December 22, 2017

580. HIJRAH

HIKMAH HIJRAH NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hikmah hijrah Nabi Muhammad?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Nabi Muhammad bersabda,”Perlakukan hidup kalian di dunia ini bagaikan seorang musafir dalam perjalanan, artinya kalian boleh berteduh sejenak di bawah pohon yang rindang, tetapi ingat bahwa perjalanan masih jauh, maka bekal harus dipersiapkan dengan lengkap dan baik”.
     Itulah sebabnya ketika seseorang bertanya kepada Nabi tentang akhir masa pergantian malam dan siang, maka Nabi bersabda,”Bekal apa yang engkau persiapkan?” Perjalanan yang harus ditempuh oleh manusia sungguh panjang, sehingga harus membawa bekal yang lengkap dan banyak.
      Dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah sebagai awal penanggalan Islam, ditemukan bahwa bekal hidup manusia yang paling utama adalah “akidah”, dan peristiwa “hijrah” menggambarkan perjuangan menyelamatkan akidah, serta masa depan harus dihadapi dengan perjuangan dan optimisme, sedangkan hijrah adalah perjuangan yang optimisme.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 40.

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

       “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya,”Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
      Akidah dan tingkat kepatuhan seseorang terhadap agama diukur ketika terjadi krisis, bukan diukur pada saat sukses, karena semua orang akan memeluk satu akidah apabila terlihat sukses, tetapi belum tentu demikian, apa bila dia mengalami penderitaan.
      Sebagian umat Islam, sejak pertengahan abad ke-19 Masehi, merasa kehilangan kepercayaan diri dan merasa minder melihat kemajuan pihak lain, sehingga sebagai kompensasi, misalnya dalam bidang tafsir, muncul pernyataan bahwa setiap ada penemuan baru, cepat-cepat diklaim bahwa “penemuan itu sudah dibicarakan oleh Al-Quran.”
      Khalifah Umar bin Khattab tidak memilih tahun kelahiran atau kemenangan umat bagi penanggalan Islam, tetapi yang dipilihnya adalah peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah.
     Peristiwa hijrah adalah suatu peristiwa perjuangan dan optimisme agar setiap umat Islam, ketika membuka lembaran kalender atau menyongsong hari esok, dapat menyongsongnya dengan peijuangan dan optimisme.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

580. HIJRAH

HIKMAH HIJRAH NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hikmah hijrah Nabi Muhammad?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Nabi Muhammad bersabda,”Perlakukan hidup kalian di dunia ini bagaikan seorang musafir dalam perjalanan, artinya kalian boleh berteduh sejenak di bawah pohon yang rindang, tetapi ingat bahwa perjalanan masih jauh, maka bekal harus dipersiapkan dengan lengkap dan baik”.
     Itulah sebabnya ketika seseorang bertanya kepada Nabi tentang akhir masa pergantian malam dan siang, maka Nabi bersabda,”Bekal apa yang engkau persiapkan?” Perjalanan yang harus ditempuh oleh manusia sungguh panjang, sehingga harus membawa bekal yang lengkap dan banyak.
      Dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah sebagai awal penanggalan Islam, ditemukan bahwa bekal hidup manusia yang paling utama adalah “akidah”, dan peristiwa “hijrah” menggambarkan perjuangan menyelamatkan akidah, serta masa depan harus dihadapi dengan perjuangan dan optimisme, sedangkan hijrah adalah perjuangan yang optimisme.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 40.

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

       “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya,”Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
      Akidah dan tingkat kepatuhan seseorang terhadap agama diukur ketika terjadi krisis, bukan diukur pada saat sukses, karena semua orang akan memeluk satu akidah apabila terlihat sukses, tetapi belum tentu demikian, apa bila dia mengalami penderitaan.
      Sebagian umat Islam, sejak pertengahan abad ke-19 Masehi, merasa kehilangan kepercayaan diri dan merasa minder melihat kemajuan pihak lain, sehingga sebagai kompensasi, misalnya dalam bidang tafsir, muncul pernyataan bahwa setiap ada penemuan baru, cepat-cepat diklaim bahwa “penemuan itu sudah dibicarakan oleh Al-Quran.”
      Khalifah Umar bin Khattab tidak memilih tahun kelahiran atau kemenangan umat bagi penanggalan Islam, tetapi yang dipilihnya adalah peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah.
     Peristiwa hijrah adalah suatu peristiwa perjuangan dan optimisme agar setiap umat Islam, ketika membuka lembaran kalender atau menyongsong hari esok, dapat menyongsongnya dengan peijuangan dan optimisme.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Thursday, December 21, 2017

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

579. ALASAN

ALASAN YANG MENAMBAH KESALAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang alasan yang menambah kesalahan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dikisahkan, bahwa ketika hari masih gelap, Abu Nawas (813-862 Masehi), seorang penyair jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Al-Rasyid bertemu dengan seseorang.
    Rupanya Abu Nawas ingin bergurau, maka dipegangnya bagian anggota tubuh terpenting orang tersebut, tetapi Abu Nawas sangat terkejut ketika dia mendengar suara orang yang menghardiknya dengan keras.
     Abu Nawas tersadar dan sangat kaget ternyata anggota tubuh terpenting yang dipegangnya adalah milik Khalifah Harun Al-Rasyid, maka dengan suara terbata-bata Abu Nawas mengajukan alasan, “Maafkan saya tuanku, saya kira yang saya pegang adalah permaisuri”.
     Tentu saja, alasan ini menambah amarah Khalifah Harun Al-Rasyid karena alasan yang ditampilkan oleh Abu Nawas sangat lebih buruk daripada kesalahan yang telah dilakukannya.
      Alasan yang lebih buruk daripada kesalahan sering kali kita dengar, misalnya seseorang yang telah jelas melakukan pelanggaran ajaran agama Islam, sesuatu yang jelas haram, tetapi dikatakan tidak haram dan bahkan dikatakan tidak apa-apa melanggar sesuatu yang haram.
      Perkataan seperti itu menjadikan kesalahannya menjadi berganda, yang pertama dia melanggar sesuatu yang haram, dan yang kedua, dia membenarkan perbuatannya  yang salah tersebut.
     Pada saat menjelang Pemilu, kadang kala muncul alasan yang lebih buruk daripada kesalahan, yaitu dengan berkata,”Tidak usah ikut pemilu, dan tidak perlu mencoblos untuk memilih partai dan pemimpin, karena semuanya jelek dan tidak ada yang mewakili aspirasi rakyat”.
     Alasan ini lebih buruk daripada keengganan memilih, karena menjadikan seluruh putra-putri bangsa yang dicalonkan semuanya jelek dan buruk adalah salah, karena apabila rakyat tidak ikut pemilu, maka dia bukan warga negara yang baik dan yang akan menang dan terpilih adalah orang-orang yang tidak mewakili mereka.
      Agama Islam dan pertimbangan akal sehat menetapkan keharusan adanya pemerintah yang mengelola kepentingan masyarakat, dan pemilu adalah cara yang paling tepat untuk mencapainya.
      Nabi bersabda,”Apabila beberapa orang mengadakan perjalanan, maka dianjurkan untuk memilih salah seorang di antaranya sebagai pemimpin selama perjalanan”.
    Nabi bersabda,”Memilih adalah amanat, dan jabatan yang diberikan oleh pemilih dan diterima oleh yang terpilih juga amanat, maka apabila amanat disia-siakan atau diserahkan kepada pihak yang tidak layak memikulnya, maka nantikan saat kehancuran,"
    Nabi bersabda,” Apabila semua pilihan adalah jelek, maka pilihlah yang paling sedikit kejelekannya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

578. MITOS

MITOS HARUT DAN MARUT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mitos Harut dan Marut menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
    Malaikat pernah “memprotes” kepada Allah sebanyak dua kali. Protes yang pertama muncul ketika Allah menyampaikan ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, malaikat merasa lebih layak menjadi khalifah di bumi daripada manusia, tetapi pilihan Allah dibuktikan kebenarannya melalui ujian lisan.
      Ternyata malaikat gagal dan manusia lulus dalam ujian, bahkan berhasil mengajar kepada malaikat, seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 30.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

      “Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata,”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman,”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
     Protes kedua muncul setelah beberapa lama manusia menjadi khalifah dalam mengelola bumi, maka malaikat mengeluh, “Manusia terlalu banyak berbuat dosa dan merusak lingkungannya”.
     Malaikat merasa lebih bersih dan lebih mampu menjadi khalifah di bumi daripada manusia, maka ujian kali ini dilakukan dalam bentuk praktik, kemudian para “pemrotes” dipersilakan memilih wakil mereka untuk menggantikan manusia, dan terpilihlan dua “orang” malaikat yaitu Harut dan Marut.
     Harut dan Marut turun ke bumi, kemudian keduanya bertemu wanita penggoda yang cantik jelita, yang bersedia “melayani” mereka berdua dengan syarat harus mempersekutukan Allah, ternyata Harut dan Marut tidak berani karena syaratnya terlalu berat.
     Si cantik jelita berkata,”Kalau begitu kalian membunuh saja”. Tetapi syarat ini pun ditolak oleh Harut dan Marut. “Dengan seteguk minuman keras, maka diriku kuserahkan kepada kalian”. Untuk kali ini Harut dan Marut setuju.
      Begitu mereka meneguk minum keras tersebut, maka mereka mabuk dan tidak dapat mengendalikan dirinya, sehingga mereka membunuh dan mempersekutukan Allah, bahkan rahasia langit pun mereka buka, sehingga si pelacur berubah menjadi planet Mars.
     Itulah rangkuman mitos dalam hikayat masyarakat Arab kuno yang ditemukan dalam berbagai riwayat dalam beberapa tafsir tentang Harut dan Marut, yaitu dua nama yang ditemukan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 102.

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

      “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan,”Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberikan mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tida ada baginya keuntungan di akhirat dan amat jahat perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui”.
      Para ulama menjelaskan bahwa cerita mitos Harut dan Marut dapat dipahami sebagai simbol kehidupan masyarakat dalam berpolitik, artinya pihak masyarakat yang berada “di luar pemerintahan” selalu menilai kinerja “di  dalam pemerintah” dalam kekurangan dan kelemahannya, sebaliknya pihak yang berada “dalam pemerintahan” selalu merasa bersih, mampu, dan berhasil dalam menjalankan pemerintahan dengan baik.
     Padahal, dalam kenyataanya tidak selalu begitu, artinya apabila pihak oposisi yang “di luar pemerintahan” diberikan kesempatan bertugas “di dalam pemerintahan”, meskipun sudah memilih wakilnya yang terbaik, ternyata hasinya tidak selalu lebih baik daripada yang dikritiknya, bahkan sering kali hasilnya lebih buruk.
      Memang, pada awalnya mereka yang “di dalam pemerintahan” mempunyai keinginan dan cita-cita dengan janji “kampanye” dan idealisme yang bagus, tetapi hanya sebentar saja, mereka sudah tergelincir dan melupakan janji manisnya, seperti kisah Harut dan Marut.
     Pada awalnya, yang “dijual” oleh pemerintah yang sedang berkuasa dan dipindahkan kepemilikannya kepada pihak lain adalah hal yang dianggap “kecil”,  seperti “meminum seteguk minuman keras”, tetapi akhirnya segalanya sudah terjual dan habis tak bersisa.
      Para ulama menjelaskan makna lain dari kisah Harut dan Marut di atas, yaitu malaikat adalah makhluk yang “berpikir” tetapi “tidak mempunyai jasmani”, dapat diibaratkan sebagai “ilmuwan”, sedangkan “bumi” dapat dimisalkan kehidupan dunia yang praktis, terutama dalam bidang politik.
      Artinya apabila para ilmuwan dan para pemikir terlibat dalam politik praktis, maka mereka cenderung gagal dan tidak berhasil dalam melaksanakan tugasnya, karena malaikat Harut dan Marut yang “pemikir” gagal melaksanakan tugasnya.
      Para ulama berpendapat bahwa para pemikir dan filosoflah yang paling tepat untuk tugas dalam bidang kenegaraan, asalkan mereka tidak tergiur planet Mars yang gemerlapan, yaitu tidak tergoda harta, wanita, tahta, dan popularitas.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

578. MITOS

MITOS HARUT DAN MARUT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mitos Harut dan Marut menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
    Malaikat pernah “memprotes” kepada Allah sebanyak dua kali. Protes yang pertama muncul ketika Allah menyampaikan ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, malaikat merasa lebih layak menjadi khalifah di bumi daripada manusia, tetapi pilihan Allah dibuktikan kebenarannya melalui ujian lisan.
      Ternyata malaikat gagal dan manusia lulus dalam ujian, bahkan berhasil mengajar kepada malaikat, seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 30.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

      “Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata,”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman,”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
     Protes kedua muncul setelah beberapa lama manusia menjadi khalifah dalam mengelola bumi, maka malaikat mengeluh, “Manusia terlalu banyak berbuat dosa dan merusak lingkungannya”.
     Malaikat merasa lebih bersih dan lebih mampu menjadi khalifah di bumi daripada manusia, maka ujian kali ini dilakukan dalam bentuk praktik, kemudian para “pemrotes” dipersilakan memilih wakil mereka untuk menggantikan manusia, dan terpilihlan dua “orang” malaikat yaitu Harut dan Marut.
     Harut dan Marut turun ke bumi, kemudian keduanya bertemu wanita penggoda yang cantik jelita, yang bersedia “melayani” mereka berdua dengan syarat harus mempersekutukan Allah, ternyata Harut dan Marut tidak berani karena syaratnya terlalu berat.
     Si cantik jelita berkata,”Kalau begitu kalian membunuh saja”. Tetapi syarat ini pun ditolak oleh Harut dan Marut. “Dengan seteguk minuman keras, maka diriku kuserahkan kepada kalian”. Untuk kali ini Harut dan Marut setuju.
      Begitu mereka meneguk minum keras tersebut, maka mereka mabuk dan tidak dapat mengendalikan dirinya, sehingga mereka membunuh dan mempersekutukan Allah, bahkan rahasia langit pun mereka buka, sehingga si pelacur berubah menjadi planet Mars.
     Itulah rangkuman mitos dalam hikayat masyarakat Arab kuno yang ditemukan dalam berbagai riwayat dalam beberapa tafsir tentang Harut dan Marut, yaitu dua nama yang ditemukan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 102.

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

      “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan,”Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberikan mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tida ada baginya keuntungan di akhirat dan amat jahat perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui”.
      Para ulama menjelaskan bahwa cerita mitos Harut dan Marut dapat dipahami sebagai simbol kehidupan masyarakat dalam berpolitik, artinya pihak masyarakat yang berada “di luar pemerintahan” selalu menilai kinerja “di  dalam pemerintah” dalam kekurangan dan kelemahannya, sebaliknya pihak yang berada “dalam pemerintahan” selalu merasa bersih, mampu, dan berhasil dalam menjalankan pemerintahan dengan baik.
     Padahal, dalam kenyataanya tidak selalu begitu, artinya apabila pihak oposisi yang “di luar pemerintahan” diberikan kesempatan bertugas “di dalam pemerintahan”, meskipun sudah memilih wakilnya yang terbaik, ternyata hasinya tidak selalu lebih baik daripada yang dikritiknya, bahkan sering kali hasilnya lebih buruk.
      Memang, pada awalnya mereka yang “di dalam pemerintahan” mempunyai keinginan dan cita-cita dengan janji “kampanye” dan idealisme yang bagus, tetapi hanya sebentar saja, mereka sudah tergelincir dan melupakan janji manisnya, seperti kisah Harut dan Marut.
     Pada awalnya, yang “dijual” oleh pemerintah yang sedang berkuasa dan dipindahkan kepemilikannya kepada pihak lain adalah hal yang dianggap “kecil”,  seperti “meminum seteguk minuman keras”, tetapi akhirnya segalanya sudah terjual dan habis tak bersisa.
      Para ulama menjelaskan makna lain dari kisah Harut dan Marut di atas, yaitu malaikat adalah makhluk yang “berpikir” tetapi “tidak mempunyai jasmani”, dapat diibaratkan sebagai “ilmuwan”, sedangkan “bumi” dapat dimisalkan kehidupan dunia yang praktis, terutama dalam bidang politik.
      Artinya apabila para ilmuwan dan para pemikir terlibat dalam politik praktis, maka mereka cenderung gagal dan tidak berhasil dalam melaksanakan tugasnya, karena malaikat Harut dan Marut yang “pemikir” gagal melaksanakan tugasnya.
      Para ulama berpendapat bahwa para pemikir dan filosoflah yang paling tepat untuk tugas dalam bidang kenegaraan, asalkan mereka tidak tergiur planet Mars yang gemerlapan, yaitu tidak tergoda harta, wanita, tahta, dan popularitas.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online