Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Wednesday, January 10, 2018

627. MAYAT

SALAT JENAZAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara salat jenazah untuk orang yang meninggal dunia?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
      Tata cara salat jenazah. Pertama, berniat salat jenazah.

اُصَلِّى عَلَى هَذَاالْمَيِّتِ ِللهِ تَعَالَى
      “Saya berniat salat untuk jenazah laki-laki ini, karena Allah Yang Maha Tinggi”

اُصَلِّى عَلَى هَذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالَى
 
    “Saya berniat salat untuk jenazah wanita ini, karena Allah Yang Maha Tinggi”
      Kedua, takbir pertama. Membaca surah Al-Fatihah.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

      “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”  
     Ketiga, takbir kedua. Mengucapkan selawat Nabi.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد
   
  “Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga beliau.”

   اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

    Keempat, takbir ketiga. Berdoa untuk jenazah.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ

      ‘Ya Allah, ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, dan sejahterakan dia, dan maafkan dia.”

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

     “Ya Allah, ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkan dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkan dia dan tempatkan di tempat yang mulia (surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”

     Keenam, mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan dan  ke kiri,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

      “Semoga rahmat dan berkah Allah dicurahkan kepada kalian.”

اللّهمّ اغْفِرْ لَهُ (هَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِيْهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا) وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا) وَوَسِّعْ مَدْخََلَهُ (هَا) وَاَغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَآءِ وَالثّلْجِ والْبَرَدِ وَنَقِّهِ (هَا) مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثّّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنَ الدّنَسِ و اَبْدِلْهُ (هَا) دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (هَا) وَ اَهْلاً خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ (هَا) وَزَوْجٍا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (هَا) وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ

اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ
“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah pada kami setelah kematiannya.”

اللّهُمّ لاَ تَحْررِمْنَا اَجْرَهُ (هَا) وَ لاَ تََفْْتِنّاََ بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (هَا) وَلِإِخْوانِناََ اّلَذِيْنَ سَبَقُوْنَ بِالْإِيْمَانِ وَ لاَ تَجْعَلْ فِى قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ا رَبّنَا إِنّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

,
“Ya Allah, ampunilah ia, rahmatilah ia, berikanlah kebaikan kepadanya, maafkanlah ia, muliakanlah tempat turunnya, lapangkanlah tempat masuknya, mandikanlah ia dengan air , salju dan yang menyejukkan. Sucikanlah ia dari dosa-dosa sebagaimana kain putih dibersihkan dari noda. Gantilah negeri yang lebih baik dari negerinya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya, masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah ia dari azab kubur”, atau “dari azab neraka”. (HR. Muslim).
      Sebagian ulama berpendapat bahwa doa “Allahummaghfir lahu” untuk laki-laki diganti dengan “Allahummaghfir laha” untuk wanita, tetapi sebagian ulama yang lain berpendapat dalam berdoa untuk jenazah tidak perlu diganti sesuai jenis kelaminnya, semuanya tetap “Allahummaghfir lahu”.
      Para ulama berpendapat bahwa untuk jenazah dua orang laki-laki menjadi “Allahmumaghfir lahum, dan untuk jenazah dua wanita menjadi “Allahummaghfir lahunna”, sedangkan untuk banyak jenazah laki-laki atau banyak jenazah campuran laki-laki dan wanita menjadi “Allhummaghfir lahum”,

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

627. MAYAT

SALAT JENAZAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara salat jenazah untuk orang yang meninggal dunia?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
      Tata cara salat jenazah. Pertama, berniat salat jenazah.

اُصَلِّى عَلَى هَذَاالْمَيِّتِ ِللهِ تَعَالَى
      “Saya berniat salat untuk jenazah laki-laki ini, karena Allah Yang Maha Tinggi”

اُصَلِّى عَلَى هَذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالَى
 
    “Saya berniat salat untuk jenazah wanita ini, karena Allah Yang Maha Tinggi”
      Kedua, takbir pertama. Membaca surah Al-Fatihah.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

      “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”  
     Ketiga, takbir kedua. Mengucapkan selawat Nabi.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد
   
  “Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga beliau.”

   اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

    Keempat, takbir ketiga. Berdoa untuk jenazah.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ

      ‘Ya Allah, ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, dan sejahterakan dia, dan maafkan dia.”

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

     “Ya Allah, ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkan dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkan dia dan tempatkan di tempat yang mulia (surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”

     Keenam, mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan dan  ke kiri,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

      “Semoga rahmat dan berkah Allah dicurahkan kepada kalian.”

اللّهمّ اغْفِرْ لَهُ (هَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِيْهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا) وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا) وَوَسِّعْ مَدْخََلَهُ (هَا) وَاَغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَآءِ وَالثّلْجِ والْبَرَدِ وَنَقِّهِ (هَا) مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثّّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنَ الدّنَسِ و اَبْدِلْهُ (هَا) دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (هَا) وَ اَهْلاً خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ (هَا) وَزَوْجٍا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (هَا) وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ

اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ
“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah pada kami setelah kematiannya.”

اللّهُمّ لاَ تَحْررِمْنَا اَجْرَهُ (هَا) وَ لاَ تََفْْتِنّاََ بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (هَا) وَلِإِخْوانِناََ اّلَذِيْنَ سَبَقُوْنَ بِالْإِيْمَانِ وَ لاَ تَجْعَلْ فِى قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ا رَبّنَا إِنّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

,
“Ya Allah, ampunilah ia, rahmatilah ia, berikanlah kebaikan kepadanya, maafkanlah ia, muliakanlah tempat turunnya, lapangkanlah tempat masuknya, mandikanlah ia dengan air , salju dan yang menyejukkan. Sucikanlah ia dari dosa-dosa sebagaimana kain putih dibersihkan dari noda. Gantilah negeri yang lebih baik dari negerinya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya, masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah ia dari azab kubur”, atau “dari azab neraka”. (HR. Muslim).
      Sebagian ulama berpendapat bahwa doa “Allahummaghfir lahu” untuk laki-laki diganti dengan “Allahummaghfir laha” untuk wanita, tetapi sebagian ulama yang lain berpendapat dalam berdoa untuk jenazah tidak perlu diganti sesuai jenis kelaminnya, semuanya tetap “Allahummaghfir lahu”.
      Para ulama berpendapat bahwa untuk jenazah dua orang laki-laki menjadi “Allahmumaghfir lahum, dan untuk jenazah dua wanita menjadi “Allahummaghfir lahunna”, sedangkan untuk banyak jenazah laki-laki atau banyak jenazah campuran laki-laki dan wanita menjadi “Allhummaghfir lahum”,

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

627.SAKSI

SAKSI UNTUK JENAZAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang persaksian seseorang terhadap jenazah orang yang meninggal dunia?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Anas bin Malik berkata,” Nabi dan para sahabat melewati jenazah seseorang, para sahabat memuji kebaikan jenazah itu, Nabi bersabda,”Wajib”. Kemudian para sahabat melewati jenazah orang yang lain, para sahabat mencela kejelekan mayat tersebut, Nabi bersabda,”Wajib”.
      Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksudkan dengan kata wajib?” Rasulullah bersabda,”Jenazah yang kalian puji dengan perkataan baik, dia wajib masuk surga, sedangkan mayat yang kalian katakan jelek, dia wajib masuk neraka. Kalian adalah para saksi Allah di atas bumi”. (HR. Bukhari dan Muslim).
    Kalimat pujian dalam hadis tersebut adalah murni dari orang-orang yang ingin memberikan persaksian, bukan direkayasa dan bukan persaksian palsu, artinya jenazah yang dikatakan baik, memang dalam hidupnya adalah orang yang benar-benar baik, menurut penilaian masyarakat sekitarnya.
     Apabila Pak Modin yang akan memberangkatkan mayat ke tempat pemakaman bertanya,”Apakah si Fulan yang telah menjadi jenazah ini adalah orang baik atau orang yang sangat baik?” Pertanyaan seperti ini akan membuat orang berbohong apabila si Fulan selama hidupnya terkenal sebagai orang yang jahat, karena tidak ada orang yang akan menjawab,”Si Fulan adalah orang yang tidak baik.”
    Jika seseorang menyatakan bahwa si Fulan adalah orang yang baik, padahal selama hidupnya dia adalah orang yang jahat, maka orang itu dapat dimasukkan kedalam golongan orang-orang yang bersaksi palsu, padahal saksi palsu termasuk dosa besar.
      Anas berkata bahwa ketika Nabi ditanya tentang dosa-dosa yang besar, Nabi bersabda,”Dosa yang paling besar di antara dosa-dosa yang besar adalah menyekutukan Allah, membunuh manusia, dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Tuesday, January 9, 2018

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

626. JENGGOT

MASALAH JENGGOT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang jenggot menurut ajaran Islam?” Ustad Abdul Somad menjelaskannya.
     Banyak hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan agar membiarkan jenggot memanjang dan tidak mencukur jenggot.
     Nabi bersabda,”Bedakan diri kalian dengan orang-orang musyrik, maka biarkan jenggot memanjang dan rapikan kumis kalian.” Ibnu Umar ketika melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah, beliau menggenggam jenggotnya dan jenggot yang melebihi  genggamannya lalu dipotongnya.
      Apakah perintah Rasulullah “Biarkanlah jenggot memanjang!” mengandung makna wajib untuk membiarkan jenggot menjadi panjang? Atau hanya bersifat anjuran untuk memanjangkan jenggot?
      Ulama Mazhab Syafii berpendapat bahwa makna perintah membiarkan jenggot menjadi panjang hanya bersifat saran dan anjuran, bukan bersifat wajib, sehingga mencukur jenggot hanya dikatakan makruh.
     Pendapat ulama kalangan mazhab Syafii bahwa hukumnya makruh mencabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.
     Sebagian ahli Fiqh memahami hadis Nabi sebagai perintah membiarkan jenggot mengandung makna wajib, sebagian besar ahli Fiqh menyebutnya sunah, yaitu orang yang melakukannya mendapatkan pahala dan orang yang tidak melakukannya tidak bersalah.
     Tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa mencukur jenggot itu haram  selain hadis Nabi yang khusus terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan orang Islam dengan orang Majusi dan musyrik.
     Perintah dalam hadis Nabi tersebut yang dipahami oleh sebagian ulama sebagai perintah wajib, dan sebagian ulama yang lain memahaminya bukan wajib, tetapi sebagai  anjuran yang lebih utama.
     Hukum memanjangkan jenggot pada masa salaf (tiga abad pertama Hijriah), seluruh penduduk bumi yang kafir maupun yang muslim, semuanya memanjangkan jenggot, sehingga tidak ada alasan untuk mencukur jenggot.
     Oleh sebab itu ulama berbeda pendapat antara jumhur yang mewajibkan memelihara jenggot dan Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa memelihara jenggot itu sunah, tidak berdosa bagi orang yang mencukur jenggotnya.
      Para ulama berpendapat bahwa mencukur jenggot hukumnya makruh, dan memelihara jenggot hukumnya adalah sunah yaitu mendapatkan pahala bagi yang menjaga jenggotnya tetap rapi dan tampilan yang bagus sesuai dengan wajah dan tampilan seorang Muslim.

Daftar Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online