Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tuesday, June 5, 2018

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

869. IKTIKAF

IKTIKAF DI MASJID
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang iktikaf di masjid selama bulan Ramadan menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “puasa” menurut KBBI V dapat diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama berkaitan dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, atau “saum”.
      Ramadan adalah bulan ke-9 tahun Hijrah (sebanyak 29 atau 30 hari), pada bulan Ramadan ini semua orang Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa.
      Puasa (saumu) menurut bahasa Arab adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
      Menurut istilah agama Islam, “puasa” adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
    
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 184.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 187.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

      “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakan puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
      Syarat wajib berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang yang berakal. Orang gila tidak wajib berpuasa. Ke-2, Orang yang sudah balig, sekitar berumur 15 tahun. Anak-anak tidak wajib berpuasa, tetapi perlu berlatih berpuasa.
    Ke-3, Orang yang kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat berpuasa karena sudah tua atau sakit tidak wajib berpuasa, tetapi wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin.
      Syarat sah orang yang berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Orang yang bukan beragama Islam yang ikut berpuasa Ramadan, maka puasanya tidak sah. Ke-2, Orang yang sudah “mumayiz” yaitu orang yang sudah mampu membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang tidak baik.
      Ke-3, Suci dari darah haid (kotoran) dan darah nifas (darah wanita sehabis melahirkan bayi), tetapi wajib mengganti puasanya pada hari yang lain. Ke-4, pada waktu dibolehkan berpuasa. Waktu yang dilarang berpuasa adalah pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Haji.
      Rukun adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sehingga rukun berpuasa Ramadan adalah  hal-hal yang harus dipenuhi agar puasa Ramadan menjadi sah.   
      Rukun berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Berniat puasa Ramadan pada malam hari sebelum berpuasa esok paginya, sedangkan berniat untuk puasa sunah boleh dikerjakan pada pagi hari sebelum masuk waktu salat Zuhur.
      Ke-2, Menahan segala hal yang membatalkan puasa sejak waktu Subuh (terbit fajar) sampai Magrib (terbenam matahari). Jika kedua rukun berpuasa Ramadan tersebut dilanggar, maka puasanya tidak sah.
      Hal-hal yang membatalkan puasa Ramadan adalah berikut ini. Ke-1, makan dan minum dengan sengaja. Ke-2, muntah dengan sengaja, meskipun tidak ada benda apa pun yang masuk ke dalam mulut.
      Ke-3, Berhubungan suami istri. Ke-4, Keluar darah haid atau darah nifas. Ke-5, Gila. Ke-6, Keluar air mani dengan sengaja. Jika hal-hal yang membatalkan puasa tersebut terjadi pada rentang waktu sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, maka puasanya batal.
      Iktikaf adalah diam beberapa waktu di dalam masjid sebagai suatu ibadah dengan syarat tertentu sambil menjauhkan pikiran dari urusan keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
      Hukum iktikaf pada setiap waktu adalah sunah (dianjurkan), sedangkan iktikaf di dalam masjid setelah tanggal 20 bulan Ramadan sampai akhirnya, hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan).
      Aisyah berkata bahwa Nabi Muhammad melakukan iktikaf di Masjid Nabawi pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau meninggal dunia.
      Syarat orang yang mengerjakan iktikaf di masjid adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Kedua, Orang yang berakal. Ketiga, badannya dan pakaiannya suci dari hadas kecil dan hadas besar.
      Rukun iktikaf adalah berukut ini.
      Ke-1, Berniat iktikaf. Ke-2, Berhenti dan duduk minimal beberapa waktu di dalam masjid. Yang membatalkan iktikaf adalah keluar dari masjid dengan tidak ada uzur atau berhubungan suami istri.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

869. IKTIKAF

IKTIKAF DI MASJID
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang iktikaf di masjid selama bulan Ramadan menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “puasa” menurut KBBI V dapat diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama berkaitan dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, atau “saum”.
      Ramadan adalah bulan ke-9 tahun Hijrah (sebanyak 29 atau 30 hari), pada bulan Ramadan ini semua orang Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa.
      Puasa (saumu) menurut bahasa Arab adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
      Menurut istilah agama Islam, “puasa” adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
    
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 184.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 187.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

      “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakan puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
      Syarat wajib berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang yang berakal. Orang gila tidak wajib berpuasa. Ke-2, Orang yang sudah balig, sekitar berumur 15 tahun. Anak-anak tidak wajib berpuasa, tetapi perlu berlatih berpuasa.
    Ke-3, Orang yang kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat berpuasa karena sudah tua atau sakit tidak wajib berpuasa, tetapi wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin.
      Syarat sah orang yang berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Orang yang bukan beragama Islam yang ikut berpuasa Ramadan, maka puasanya tidak sah. Ke-2, Orang yang sudah “mumayiz” yaitu orang yang sudah mampu membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang tidak baik.
      Ke-3, Suci dari darah haid (kotoran) dan darah nifas (darah wanita sehabis melahirkan bayi), tetapi wajib mengganti puasanya pada hari yang lain. Ke-4, pada waktu dibolehkan berpuasa. Waktu yang dilarang berpuasa adalah pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Haji.
      Rukun adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sehingga rukun berpuasa Ramadan adalah  hal-hal yang harus dipenuhi agar puasa Ramadan menjadi sah.   
      Rukun berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Berniat puasa Ramadan pada malam hari sebelum berpuasa esok paginya, sedangkan berniat untuk puasa sunah boleh dikerjakan pada pagi hari sebelum masuk waktu salat Zuhur.
      Ke-2, Menahan segala hal yang membatalkan puasa sejak waktu Subuh (terbit fajar) sampai Magrib (terbenam matahari). Jika kedua rukun berpuasa Ramadan tersebut dilanggar, maka puasanya tidak sah.
      Hal-hal yang membatalkan puasa Ramadan adalah berikut ini. Ke-1, makan dan minum dengan sengaja. Ke-2, muntah dengan sengaja, meskipun tidak ada benda apa pun yang masuk ke dalam mulut.
      Ke-3, Berhubungan suami istri. Ke-4, Keluar darah haid atau darah nifas. Ke-5, Gila. Ke-6, Keluar air mani dengan sengaja. Jika hal-hal yang membatalkan puasa tersebut terjadi pada rentang waktu sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, maka puasanya batal.
      Iktikaf adalah diam beberapa waktu di dalam masjid sebagai suatu ibadah dengan syarat tertentu sambil menjauhkan pikiran dari urusan keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
      Hukum iktikaf pada setiap waktu adalah sunah (dianjurkan), sedangkan iktikaf di dalam masjid setelah tanggal 20 bulan Ramadan sampai akhirnya, hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan).
      Aisyah berkata bahwa Nabi Muhammad melakukan iktikaf di Masjid Nabawi pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau meninggal dunia.
      Syarat orang yang mengerjakan iktikaf di masjid adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Kedua, Orang yang berakal. Ketiga, badannya dan pakaiannya suci dari hadas kecil dan hadas besar.
      Rukun iktikaf adalah berukut ini.
      Ke-1, Berniat iktikaf. Ke-2, Berhenti dan duduk minimal beberapa waktu di dalam masjid. Yang membatalkan iktikaf adalah keluar dari masjid dengan tidak ada uzur atau berhubungan suami istri.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online