Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tuesday, June 5, 2018

871. QADAR 1

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97) menurut urutan mushaf dalam Al-Quran diletakkan setelah surah Iqra (surah ke-96), penempatan ini sesuai dengan petunjuk dari Allah, dan perurutan ini ditemukan keserasian yang mengagumkan.
      Al-Quran surah Iqra (surah ke-96) adalah perintah untuk “membaca”, maka wajar setelah surah Iqra (surah ke- 96), kemudian disusul surah Al-Qadar (surah ke-97), yang   berbicara tentang “turunnya Al-Quran” dan “lailatul qadar” (malam kemuliaan) yang terpilih sebagai malam “Nuzulul Quran”.
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97), diturunkan kepada Nabi  jauh sesudah turunnya surat Iqra (surah ke-96), bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97)  turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah, sedangkan surah Iqra (surah ke-96) adalah wahyu pertama yang turun di Mekah.  
       Kalau dalam surat Iqra(surah ke-96) Nabi dan umat Islam diperintahkan untuk “membaca” dan yang dibaca itu salah satunya adalah “Al-Quran”, sedangkan surah Al-Qadar (surah ke-97) menjelaskan tentang “bulan Ramadan” yang memiliki banyak  keistimewaan, salah satunya adalah malam “lailatul qadar” yaitu suatu malam yang dikatakan oleh Al-Quran “lebih baik daripada seribu bulan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
      Al-Quran surah Ad-Dukhan (surah ke-44) ayat 3-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ

      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami Yang mengutus rasul-rasul”.
      Kalaimat “ma adraka?” (tahukah kamu?) muncul 13 kali dalam Al-Quran, yang 10 mempertanyakan  tentang kehebatan yang berkait dengan hari akhir, seperti “ma adraka ma  yaumul fashl”  dan sebagainya, yang semuanya adalah hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Sedangkan yang 3 kali dalam surah At-Thariq [86]: 2), surah Al-Balad [90]: 12), dan surah Al-Qadr [97]: 2).
      Al-Quran surah At-Thariq (surah ke-86) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ

      “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”
      Al-Quran surah Al-Balad (surah ke-90) ayat 12.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ

      “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?”
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
      “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
      Pemakaian kalimat “ma adraka” (tahukah kamu?) dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal yang sangat hebat dan sulit  dijangkau  hakikatnya  secara  sempurna  oleh  akal pikiran manusia. 
     Para ulama   membedakan antara pertanyaan “ma adraka” (tahukah kamu?)  dengan “ma yudrika” (tahukah kamu?) yang dipakai Al-Quran dalam 3 ayat, yaitu dalam surah Al-Ahzab [33]: 63), surah Asy-Syura [42]: 17), dan surah Abasa [80]: 3).
      Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 63.

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”.
      Al-Quran surah Asy-Syura (surah ke-42) ayat 17.

اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ ۗ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ

       “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
      Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 3.

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

      “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat yang ke-1 dan ke-2 mempertanyakan dengan “ma yudrika” menyangkut “waktu kedatangan hari kiamat”, sedangkan ayat  ke-3 berkaitan dengan “kesucian jiwa manusia” dan ketiga  hal  tersebut tidak mungkin diketahui oleh manusia.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

871. QADAR 1

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97) menurut urutan mushaf dalam Al-Quran diletakkan setelah surah Iqra (surah ke-96), penempatan ini sesuai dengan petunjuk dari Allah, dan perurutan ini ditemukan keserasian yang mengagumkan.
      Al-Quran surah Iqra (surah ke-96) adalah perintah untuk “membaca”, maka wajar setelah surah Iqra (surah ke- 96), kemudian disusul surah Al-Qadar (surah ke-97), yang   berbicara tentang “turunnya Al-Quran” dan “lailatul qadar” (malam kemuliaan) yang terpilih sebagai malam “Nuzulul Quran”.
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97), diturunkan kepada Nabi  jauh sesudah turunnya surat Iqra (surah ke-96), bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97)  turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah, sedangkan surah Iqra (surah ke-96) adalah wahyu pertama yang turun di Mekah.  
       Kalau dalam surat Iqra(surah ke-96) Nabi dan umat Islam diperintahkan untuk “membaca” dan yang dibaca itu salah satunya adalah “Al-Quran”, sedangkan surah Al-Qadar (surah ke-97) menjelaskan tentang “bulan Ramadan” yang memiliki banyak  keistimewaan, salah satunya adalah malam “lailatul qadar” yaitu suatu malam yang dikatakan oleh Al-Quran “lebih baik daripada seribu bulan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
      Al-Quran surah Ad-Dukhan (surah ke-44) ayat 3-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ

      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami Yang mengutus rasul-rasul”.
      Kalaimat “ma adraka?” (tahukah kamu?) muncul 13 kali dalam Al-Quran, yang 10 mempertanyakan  tentang kehebatan yang berkait dengan hari akhir, seperti “ma adraka ma  yaumul fashl”  dan sebagainya, yang semuanya adalah hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Sedangkan yang 3 kali dalam surah At-Thariq [86]: 2), surah Al-Balad [90]: 12), dan surah Al-Qadr [97]: 2).
      Al-Quran surah At-Thariq (surah ke-86) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ

      “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”
      Al-Quran surah Al-Balad (surah ke-90) ayat 12.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ

      “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?”
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
      “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
      Pemakaian kalimat “ma adraka” (tahukah kamu?) dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal yang sangat hebat dan sulit  dijangkau  hakikatnya  secara  sempurna  oleh  akal pikiran manusia. 
     Para ulama   membedakan antara pertanyaan “ma adraka” (tahukah kamu?)  dengan “ma yudrika” (tahukah kamu?) yang dipakai Al-Quran dalam 3 ayat, yaitu dalam surah Al-Ahzab [33]: 63), surah Asy-Syura [42]: 17), dan surah Abasa [80]: 3).
      Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 63.

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”.
      Al-Quran surah Asy-Syura (surah ke-42) ayat 17.

اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ ۗ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ

       “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
      Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 3.

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

      “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat yang ke-1 dan ke-2 mempertanyakan dengan “ma yudrika” menyangkut “waktu kedatangan hari kiamat”, sedangkan ayat  ke-3 berkaitan dengan “kesucian jiwa manusia” dan ketiga  hal  tersebut tidak mungkin diketahui oleh manusia.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

871. QADAR 1

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97) menurut urutan mushaf dalam Al-Quran diletakkan setelah surah Iqra (surah ke-96), penempatan ini sesuai dengan petunjuk dari Allah, dan perurutan ini ditemukan keserasian yang mengagumkan.
      Al-Quran surah Iqra (surah ke-96) adalah perintah untuk “membaca”, maka wajar setelah surah Iqra (surah ke- 96), kemudian disusul surah Al-Qadar (surah ke-97), yang   berbicara tentang “turunnya Al-Quran” dan “lailatul qadar” (malam kemuliaan) yang terpilih sebagai malam “Nuzulul Quran”.
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97), diturunkan kepada Nabi  jauh sesudah turunnya surat Iqra (surah ke-96), bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97)  turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah, sedangkan surah Iqra (surah ke-96) adalah wahyu pertama yang turun di Mekah.  
       Kalau dalam surat Iqra(surah ke-96) Nabi dan umat Islam diperintahkan untuk “membaca” dan yang dibaca itu salah satunya adalah “Al-Quran”, sedangkan surah Al-Qadar (surah ke-97) menjelaskan tentang “bulan Ramadan” yang memiliki banyak  keistimewaan, salah satunya adalah malam “lailatul qadar” yaitu suatu malam yang dikatakan oleh Al-Quran “lebih baik daripada seribu bulan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
      Al-Quran surah Ad-Dukhan (surah ke-44) ayat 3-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ

      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami Yang mengutus rasul-rasul”.
      Kalaimat “ma adraka?” (tahukah kamu?) muncul 13 kali dalam Al-Quran, yang 10 mempertanyakan  tentang kehebatan yang berkait dengan hari akhir, seperti “ma adraka ma  yaumul fashl”  dan sebagainya, yang semuanya adalah hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Sedangkan yang 3 kali dalam surah At-Thariq [86]: 2), surah Al-Balad [90]: 12), dan surah Al-Qadr [97]: 2).
      Al-Quran surah At-Thariq (surah ke-86) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ

      “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”
      Al-Quran surah Al-Balad (surah ke-90) ayat 12.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ

      “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?”
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
      “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
      Pemakaian kalimat “ma adraka” (tahukah kamu?) dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal yang sangat hebat dan sulit  dijangkau  hakikatnya  secara  sempurna  oleh  akal pikiran manusia. 
     Para ulama   membedakan antara pertanyaan “ma adraka” (tahukah kamu?)  dengan “ma yudrika” (tahukah kamu?) yang dipakai Al-Quran dalam 3 ayat, yaitu dalam surah Al-Ahzab [33]: 63), surah Asy-Syura [42]: 17), dan surah Abasa [80]: 3).
      Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 63.

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”.
      Al-Quran surah Asy-Syura (surah ke-42) ayat 17.

اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ ۗ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ

       “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
      Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 3.

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

      “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat yang ke-1 dan ke-2 mempertanyakan dengan “ma yudrika” menyangkut “waktu kedatangan hari kiamat”, sedangkan ayat  ke-3 berkaitan dengan “kesucian jiwa manusia” dan ketiga  hal  tersebut tidak mungkin diketahui oleh manusia.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

871. QADAR 1

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97) menurut urutan mushaf dalam Al-Quran diletakkan setelah surah Iqra (surah ke-96), penempatan ini sesuai dengan petunjuk dari Allah, dan perurutan ini ditemukan keserasian yang mengagumkan.
      Al-Quran surah Iqra (surah ke-96) adalah perintah untuk “membaca”, maka wajar setelah surah Iqra (surah ke- 96), kemudian disusul surah Al-Qadar (surah ke-97), yang   berbicara tentang “turunnya Al-Quran” dan “lailatul qadar” (malam kemuliaan) yang terpilih sebagai malam “Nuzulul Quran”.
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97), diturunkan kepada Nabi  jauh sesudah turunnya surat Iqra (surah ke-96), bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97)  turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah, sedangkan surah Iqra (surah ke-96) adalah wahyu pertama yang turun di Mekah.  
       Kalau dalam surat Iqra(surah ke-96) Nabi dan umat Islam diperintahkan untuk “membaca” dan yang dibaca itu salah satunya adalah “Al-Quran”, sedangkan surah Al-Qadar (surah ke-97) menjelaskan tentang “bulan Ramadan” yang memiliki banyak  keistimewaan, salah satunya adalah malam “lailatul qadar” yaitu suatu malam yang dikatakan oleh Al-Quran “lebih baik daripada seribu bulan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
      Al-Quran surah Ad-Dukhan (surah ke-44) ayat 3-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ

      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami Yang mengutus rasul-rasul”.
      Kalaimat “ma adraka?” (tahukah kamu?) muncul 13 kali dalam Al-Quran, yang 10 mempertanyakan  tentang kehebatan yang berkait dengan hari akhir, seperti “ma adraka ma  yaumul fashl”  dan sebagainya, yang semuanya adalah hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Sedangkan yang 3 kali dalam surah At-Thariq [86]: 2), surah Al-Balad [90]: 12), dan surah Al-Qadr [97]: 2).
      Al-Quran surah At-Thariq (surah ke-86) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ

      “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”
      Al-Quran surah Al-Balad (surah ke-90) ayat 12.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ

      “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?”
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
      “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
      Pemakaian kalimat “ma adraka” (tahukah kamu?) dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal yang sangat hebat dan sulit  dijangkau  hakikatnya  secara  sempurna  oleh  akal pikiran manusia. 
     Para ulama   membedakan antara pertanyaan “ma adraka” (tahukah kamu?)  dengan “ma yudrika” (tahukah kamu?) yang dipakai Al-Quran dalam 3 ayat, yaitu dalam surah Al-Ahzab [33]: 63), surah Asy-Syura [42]: 17), dan surah Abasa [80]: 3).
      Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 63.

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”.
      Al-Quran surah Asy-Syura (surah ke-42) ayat 17.

اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ ۗ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ

       “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
      Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 3.

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

      “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat yang ke-1 dan ke-2 mempertanyakan dengan “ma yudrika” menyangkut “waktu kedatangan hari kiamat”, sedangkan ayat  ke-3 berkaitan dengan “kesucian jiwa manusia” dan ketiga  hal  tersebut tidak mungkin diketahui oleh manusia.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

871. QADAR 1

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97) menurut urutan mushaf dalam Al-Quran diletakkan setelah surah Iqra (surah ke-96), penempatan ini sesuai dengan petunjuk dari Allah, dan perurutan ini ditemukan keserasian yang mengagumkan.
      Al-Quran surah Iqra (surah ke-96) adalah perintah untuk “membaca”, maka wajar setelah surah Iqra (surah ke- 96), kemudian disusul surah Al-Qadar (surah ke-97), yang   berbicara tentang “turunnya Al-Quran” dan “lailatul qadar” (malam kemuliaan) yang terpilih sebagai malam “Nuzulul Quran”.
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97), diturunkan kepada Nabi  jauh sesudah turunnya surat Iqra (surah ke-96), bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97)  turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah, sedangkan surah Iqra (surah ke-96) adalah wahyu pertama yang turun di Mekah.  
       Kalau dalam surat Iqra(surah ke-96) Nabi dan umat Islam diperintahkan untuk “membaca” dan yang dibaca itu salah satunya adalah “Al-Quran”, sedangkan surah Al-Qadar (surah ke-97) menjelaskan tentang “bulan Ramadan” yang memiliki banyak  keistimewaan, salah satunya adalah malam “lailatul qadar” yaitu suatu malam yang dikatakan oleh Al-Quran “lebih baik daripada seribu bulan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
      Al-Quran surah Ad-Dukhan (surah ke-44) ayat 3-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ

      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami Yang mengutus rasul-rasul”.
      Kalaimat “ma adraka?” (tahukah kamu?) muncul 13 kali dalam Al-Quran, yang 10 mempertanyakan  tentang kehebatan yang berkait dengan hari akhir, seperti “ma adraka ma  yaumul fashl”  dan sebagainya, yang semuanya adalah hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Sedangkan yang 3 kali dalam surah At-Thariq [86]: 2), surah Al-Balad [90]: 12), dan surah Al-Qadr [97]: 2).
      Al-Quran surah At-Thariq (surah ke-86) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ

      “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”
      Al-Quran surah Al-Balad (surah ke-90) ayat 12.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ

      “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?”
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
      “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
      Pemakaian kalimat “ma adraka” (tahukah kamu?) dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal yang sangat hebat dan sulit  dijangkau  hakikatnya  secara  sempurna  oleh  akal pikiran manusia. 
     Para ulama   membedakan antara pertanyaan “ma adraka” (tahukah kamu?)  dengan “ma yudrika” (tahukah kamu?) yang dipakai Al-Quran dalam 3 ayat, yaitu dalam surah Al-Ahzab [33]: 63), surah Asy-Syura [42]: 17), dan surah Abasa [80]: 3).
      Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 63.

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”.
      Al-Quran surah Asy-Syura (surah ke-42) ayat 17.

اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ ۗ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ

       “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
      Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 3.

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

      “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat yang ke-1 dan ke-2 mempertanyakan dengan “ma yudrika” menyangkut “waktu kedatangan hari kiamat”, sedangkan ayat  ke-3 berkaitan dengan “kesucian jiwa manusia” dan ketiga  hal  tersebut tidak mungkin diketahui oleh manusia.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

871. QADAR 1

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97) menurut urutan mushaf dalam Al-Quran diletakkan setelah surah Iqra (surah ke-96), penempatan ini sesuai dengan petunjuk dari Allah, dan perurutan ini ditemukan keserasian yang mengagumkan.
      Al-Quran surah Iqra (surah ke-96) adalah perintah untuk “membaca”, maka wajar setelah surah Iqra (surah ke- 96), kemudian disusul surah Al-Qadar (surah ke-97), yang   berbicara tentang “turunnya Al-Quran” dan “lailatul qadar” (malam kemuliaan) yang terpilih sebagai malam “Nuzulul Quran”.
      Para ulama menjelaskan bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97), diturunkan kepada Nabi  jauh sesudah turunnya surat Iqra (surah ke-96), bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa surah Al-Qadar (surah ke-97)  turun setelah Nabi berhijrah ke Madinah, sedangkan surah Iqra (surah ke-96) adalah wahyu pertama yang turun di Mekah.  
       Kalau dalam surat Iqra(surah ke-96) Nabi dan umat Islam diperintahkan untuk “membaca” dan yang dibaca itu salah satunya adalah “Al-Quran”, sedangkan surah Al-Qadar (surah ke-97) menjelaskan tentang “bulan Ramadan” yang memiliki banyak  keistimewaan, salah satunya adalah malam “lailatul qadar” yaitu suatu malam yang dikatakan oleh Al-Quran “lebih baik daripada seribu bulan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
      Al-Quran surah Ad-Dukhan (surah ke-44) ayat 3-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ

      “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami Yang mengutus rasul-rasul”.
      Kalaimat “ma adraka?” (tahukah kamu?) muncul 13 kali dalam Al-Quran, yang 10 mempertanyakan  tentang kehebatan yang berkait dengan hari akhir, seperti “ma adraka ma  yaumul fashl”  dan sebagainya, yang semuanya adalah hal yang sulit bahkan mustahil dijangkau oleh akal pikiran manusia.
     Sedangkan yang 3 kali dalam surah At-Thariq [86]: 2), surah Al-Balad [90]: 12), dan surah Al-Qadr [97]: 2).
      Al-Quran surah At-Thariq (surah ke-86) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ

      “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”
      Al-Quran surah Al-Balad (surah ke-90) ayat 12.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ

      “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?”
      Al-Quran surah Al-Qadar (surah ke-97) ayat 2.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
      “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
      Pemakaian kalimat “ma adraka” (tahukah kamu?) dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal yang sangat hebat dan sulit  dijangkau  hakikatnya  secara  sempurna  oleh  akal pikiran manusia. 
     Para ulama   membedakan antara pertanyaan “ma adraka” (tahukah kamu?)  dengan “ma yudrika” (tahukah kamu?) yang dipakai Al-Quran dalam 3 ayat, yaitu dalam surah Al-Ahzab [33]: 63), surah Asy-Syura [42]: 17), dan surah Abasa [80]: 3).
      Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 63.

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

      “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”.
      Al-Quran surah Asy-Syura (surah ke-42) ayat 17.

اللَّهُ الَّذِي أَنْزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ ۗ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ

       “Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat?”
      Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 3.

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

      “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat yang ke-1 dan ke-2 mempertanyakan dengan “ma yudrika” menyangkut “waktu kedatangan hari kiamat”, sedangkan ayat  ke-3 berkaitan dengan “kesucian jiwa manusia” dan ketiga  hal  tersebut tidak mungkin diketahui oleh manusia.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

870. PUASA

PUASA MENELADANI SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang puasa adalah meneladani sifat-sifat Allah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “puasa” (menurut KBBI V) bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
      Kata “teladan” menurut KBI V bisa diartikan “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya)”, sedangkan “meneladani” adalah  memberi teladan.
      Para ulama berpendapat bahwa beragama adalah upaya manusia untuk meneladani  sifat-sifat Allah yang disesuaikan dengan kedudukan manusia sebagai  makhluk, karena Nabi bersabda,”Takhallaqu  bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah dan teladanilah sifat-sifat Allah). 
      Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan “fa'ali” yaitu makan, minum, dan hubungan seksual, sedangkan Allah memperkenalkan diri-Nya tidak mempunyai anak dan istri.
      Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 101.

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

     “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”
          Al-Quran surah Al-Jin (surah ke-72) ayat 3 menyatakan Allah tidak beristri dan tidak beranak.

وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
 
   “Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak”.
  
          Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 14 menyatakan Allah memberi makan dan tidak diberi makan.

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Katakanlah,’Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ Katakanlah,’Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik’.”
    Dengan berpuasa Ramadan, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat Allah tersebut, yaitu tidak makan, tidak minum, dan memberi makanan kepada orang lain, ketika berbuka puasa, serta tidak  berhubungan seks suami dan istri pada siang hari.
      Sifat-sifat Allah yang terkenal adalah 99 “asmaul husna” (nama-nama yang baik),   yang semuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah.
    Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia untuk menghadirkan sifat Allah dalam kesadarannya, dan apabila berhasil dilakukan, maka dapat mencapai derajat takwa.  
      Nilai  puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran untuk meneladani sifat-sifat Allah tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaganya, sehingga dapat  dipahami   Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
      Nabi bersabda,”Banyak orang yang berpuasa, tetapi  tidak memperoleh apa pun dari puasanya, selain rasa lapar dan dahaga saja.”
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.