Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tuesday, June 5, 2018

874. DEMO

ISLAM ADALAH AGAMA DEMOKRASI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.


       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Islam adalah agama demokrasi menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “demokrasi” bisa diartikan “(bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya”, “pemerintahan rakyat, “gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara”.
      Para ulama berpendapat bahwa biasanya yang paling berharga bagi sesuatu  adalah dirinya sendiri, artinya yang paling berharga buat agama adalah agama itu sendiri, karena itu setiap agama menuntut pengorbanan apa pun dari para pemeluknya untuk mempertahankan kelestariannya.
      Tetapi, agama Islam datang bukan hanya bertujuan mempertahankan   eksistensinya   sebagai  agama,  tetapi  juga mengakui eksistensi agama yang lain, dan memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati para pemeluk agama lain.    
      Al-Quran surah Al-An'am, surah ke-6 ayat 108 menyatakan jangan menghina orang yang tidak menyembah Allah. 

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
     
     “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 256 menyatakan tidak ada paksaan masuk Islam.

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
   
    “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Kafirun, surah ke-109 ayat 6 menyatakan bagiku agamaku, dan bagimu agamamu.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. 
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 40.

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

     “Yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.
       Ayat Al-Quran ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai argumentasi melarang  umat Islam merobohkan dan menghancurkan tempat ibadah agama lain.
      Al-Quran surah Al-Nahl, surah ke-16 ayat 93.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
    
   “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”.
       Allah tidak menghendaki manusia menjadi satu umat saja, karena Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih sendiri jalannya yang  dianggapnya baik, dan bertanggung jawab dengan pilihannya.
      Dapat disimpulkan bahwa Allah memberikan anugerah berupa hak kepada manusia kebebasan untuk  memilih agama, dan itu adalah ajaran demokrasi. 
     Sejarah mencatat pengalaman Nabi dalam  Perang  Uhud, ketika terdengar berita bahwa musuh dari Mekah akan menyerang Madinah, saat itu Nabi berpendapat sebaiknya menunggu musuh sampai di kota Madinah.
      Tetapi, mayoritas para sahabatnya dengan penuh semangat mendesak beliau agar menghadapi mereka di luar kota, yaitu di daerah Uhud. Kemudian Nabi menetujuinya, ternyata banyak sahabat Nabi yang gugur dalam Perang Uhud       sehingga muncul penyesalan.
       Setelah pengalaman  pahit mengikuti pendapat mayoritas tersebut, justu Al-Quran turun memberikan petunjuk kepada Nabi agar tetap melakukan musyawarah dengan para sahabatnya.
      Al-Quran surah Ali Imran,surah ke-3 ayat 159.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

       “Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
      Demikian bahwa kebebasan beragama, mengemukakan pendapat, dan demokrasi, adalah prinsip ajaran Islam, serta mengakui kenyataan tentang  banyaknya  jalan  yang dapat ditempuh oleh manusia.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 148 menyatakan agar berlomba dalam berbuat kebaikan..

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
     
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
     Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 16.

يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
    
  “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke-16 ayat 125 menyatakan untuk berdialog yang baik.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

      “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
      Al-Quran surah Saba, surah ke-34 ayat 24.  

۞ قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ قُلِ اللَّهُ ۖ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَىٰ هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
      “Katakanlah,”Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah,”Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”.
      Al-Quran surah Saba, surah ke-34 ayat 25.

قُلْ لَا تُسْأَلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلَا نُسْأَلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ

      “Katakanlah,”Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”.
     Ayat Al-Quran menyebutkan kesalahan yang kita perbuat dinamakan sebagai “dosa”, dan menghormati kesalahan yang dilakukan orang yang diajak dialog, dengan tidak menyebutkan sebagai “dosamu” atau “kesalahanmu”, tetapi menyebutnya sebagai “perbuatanmu”. 
      Kesimpulannya, agama Islam adalah demokrasi karena tidak memaksa orang lain untuk memeluk Islam dan mengajak berdialog orang yang berbeda keyakinan dengan cara yang baik dengan saling menghomati agama masing-masing.
      Setiap manusia sudah dibekali “software” atau “perangkat lunak” yang “tertanam” dalam dirinya oleh Allah Yang Maha Kuasa, sehingga mampu membedakan jalan yang baik dan yang jelek, dan kelak di akhirat harus bertanggung jawab terhadap semua pilihannya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

874. DEMO

ISLAM ADALAH AGAMA DEMOKRASI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.


       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Islam adalah agama demokrasi menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “demokrasi” bisa diartikan “(bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya”, “pemerintahan rakyat, “gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara”.
      Para ulama berpendapat bahwa biasanya yang paling berharga bagi sesuatu  adalah dirinya sendiri, artinya yang paling berharga buat agama adalah agama itu sendiri, karena itu setiap agama menuntut pengorbanan apa pun dari para pemeluknya untuk mempertahankan kelestariannya.
      Tetapi, agama Islam datang bukan hanya bertujuan mempertahankan   eksistensinya   sebagai  agama,  tetapi  juga mengakui eksistensi agama yang lain, dan memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati para pemeluk agama lain.    
      Al-Quran surah Al-An'am, surah ke-6 ayat 108 menyatakan jangan menghina orang yang tidak menyembah Allah. 

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
     
     “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 256 menyatakan tidak ada paksaan masuk Islam.

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
   
    “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Kafirun, surah ke-109 ayat 6 menyatakan bagiku agamaku, dan bagimu agamamu.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. 
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 40.

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

     “Yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.
       Ayat Al-Quran ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai argumentasi melarang  umat Islam merobohkan dan menghancurkan tempat ibadah agama lain.
      Al-Quran surah Al-Nahl, surah ke-16 ayat 93.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
    
   “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”.
       Allah tidak menghendaki manusia menjadi satu umat saja, karena Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih sendiri jalannya yang  dianggapnya baik, dan bertanggung jawab dengan pilihannya.
      Dapat disimpulkan bahwa Allah memberikan anugerah berupa hak kepada manusia kebebasan untuk  memilih agama, dan itu adalah ajaran demokrasi. 
     Sejarah mencatat pengalaman Nabi dalam  Perang  Uhud, ketika terdengar berita bahwa musuh dari Mekah akan menyerang Madinah, saat itu Nabi berpendapat sebaiknya menunggu musuh sampai di kota Madinah.
      Tetapi, mayoritas para sahabatnya dengan penuh semangat mendesak beliau agar menghadapi mereka di luar kota, yaitu di daerah Uhud. Kemudian Nabi menetujuinya, ternyata banyak sahabat Nabi yang gugur dalam Perang Uhud       sehingga muncul penyesalan.
       Setelah pengalaman  pahit mengikuti pendapat mayoritas tersebut, justu Al-Quran turun memberikan petunjuk kepada Nabi agar tetap melakukan musyawarah dengan para sahabatnya.
      Al-Quran surah Ali Imran,surah ke-3 ayat 159.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

       “Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
      Demikian bahwa kebebasan beragama, mengemukakan pendapat, dan demokrasi, adalah prinsip ajaran Islam, serta mengakui kenyataan tentang  banyaknya  jalan  yang dapat ditempuh oleh manusia.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 148 menyatakan agar berlomba dalam berbuat kebaikan..

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
     
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
     Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 16.

يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
    
  “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke-16 ayat 125 menyatakan untuk berdialog yang baik.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

      “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
      Al-Quran surah Saba, surah ke-34 ayat 24.  

۞ قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ قُلِ اللَّهُ ۖ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَىٰ هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
      “Katakanlah,”Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah,”Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”.
      Al-Quran surah Saba, surah ke-34 ayat 25.

قُلْ لَا تُسْأَلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلَا نُسْأَلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ

      “Katakanlah,”Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”.
     Ayat Al-Quran menyebutkan kesalahan yang kita perbuat dinamakan sebagai “dosa”, dan menghormati kesalahan yang dilakukan orang yang diajak dialog, dengan tidak menyebutkan sebagai “dosamu” atau “kesalahanmu”, tetapi menyebutnya sebagai “perbuatanmu”. 
      Kesimpulannya, agama Islam adalah demokrasi karena tidak memaksa orang lain untuk memeluk Islam dan mengajak berdialog orang yang berbeda keyakinan dengan cara yang baik dengan saling menghomati agama masing-masing.
      Setiap manusia sudah dibekali “software” atau “perangkat lunak” yang “tertanam” dalam dirinya oleh Allah Yang Maha Kuasa, sehingga mampu membedakan jalan yang baik dan yang jelek, dan kelak di akhirat harus bertanggung jawab terhadap semua pilihannya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

874. DEMO

ISLAM ADALAH AGAMA DEMOKRASI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.


       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Islam adalah agama demokrasi menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Kata “demokrasi” bisa diartikan “(bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya”, “pemerintahan rakyat, “gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara”.
      Para ulama berpendapat bahwa biasanya yang paling berharga bagi sesuatu  adalah dirinya sendiri, artinya yang paling berharga buat agama adalah agama itu sendiri, karena itu setiap agama menuntut pengorbanan apa pun dari para pemeluknya untuk mempertahankan kelestariannya.
      Tetapi, agama Islam datang bukan hanya bertujuan mempertahankan   eksistensinya   sebagai  agama,  tetapi  juga mengakui eksistensi agama yang lain, dan memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati para pemeluk agama lain.    
      Al-Quran surah Al-An'am, surah ke-6 ayat 108 menyatakan jangan menghina orang yang tidak menyembah Allah. 

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
     
     “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 256 menyatakan tidak ada paksaan masuk Islam.

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
   
    “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
      Al-Quran surah Al-Kafirun, surah ke-109 ayat 6 menyatakan bagiku agamaku, dan bagimu agamamu.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. 
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22 ayat 40.

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

     “Yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.
       Ayat Al-Quran ini dijadikan oleh sebagian ulama sebagai argumentasi melarang  umat Islam merobohkan dan menghancurkan tempat ibadah agama lain.
      Al-Quran surah Al-Nahl, surah ke-16 ayat 93.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
    
   “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”.
       Allah tidak menghendaki manusia menjadi satu umat saja, karena Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih sendiri jalannya yang  dianggapnya baik, dan bertanggung jawab dengan pilihannya.
      Dapat disimpulkan bahwa Allah memberikan anugerah berupa hak kepada manusia kebebasan untuk  memilih agama, dan itu adalah ajaran demokrasi. 
     Sejarah mencatat pengalaman Nabi dalam  Perang  Uhud, ketika terdengar berita bahwa musuh dari Mekah akan menyerang Madinah, saat itu Nabi berpendapat sebaiknya menunggu musuh sampai di kota Madinah.
      Tetapi, mayoritas para sahabatnya dengan penuh semangat mendesak beliau agar menghadapi mereka di luar kota, yaitu di daerah Uhud. Kemudian Nabi menetujuinya, ternyata banyak sahabat Nabi yang gugur dalam Perang Uhud       sehingga muncul penyesalan.
       Setelah pengalaman  pahit mengikuti pendapat mayoritas tersebut, justu Al-Quran turun memberikan petunjuk kepada Nabi agar tetap melakukan musyawarah dengan para sahabatnya.
      Al-Quran surah Ali Imran,surah ke-3 ayat 159.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

       “Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
      Demikian bahwa kebebasan beragama, mengemukakan pendapat, dan demokrasi, adalah prinsip ajaran Islam, serta mengakui kenyataan tentang  banyaknya  jalan  yang dapat ditempuh oleh manusia.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 148 menyatakan agar berlomba dalam berbuat kebaikan..

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
     
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
     Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 16.

يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
    
  “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke-16 ayat 125 menyatakan untuk berdialog yang baik.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

      “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
      Al-Quran surah Saba, surah ke-34 ayat 24.  

۞ قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ قُلِ اللَّهُ ۖ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَىٰ هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
      “Katakanlah,”Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah,”Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”.
      Al-Quran surah Saba, surah ke-34 ayat 25.

قُلْ لَا تُسْأَلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلَا نُسْأَلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ

      “Katakanlah,”Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”.
     Ayat Al-Quran menyebutkan kesalahan yang kita perbuat dinamakan sebagai “dosa”, dan menghormati kesalahan yang dilakukan orang yang diajak dialog, dengan tidak menyebutkan sebagai “dosamu” atau “kesalahanmu”, tetapi menyebutnya sebagai “perbuatanmu”. 
      Kesimpulannya, agama Islam adalah demokrasi karena tidak memaksa orang lain untuk memeluk Islam dan mengajak berdialog orang yang berbeda keyakinan dengan cara yang baik dengan saling menghomati agama masing-masing.
      Setiap manusia sudah dibekali “software” atau “perangkat lunak” yang “tertanam” dalam dirinya oleh Allah Yang Maha Kuasa, sehingga mampu membedakan jalan yang baik dan yang jelek, dan kelak di akhirat harus bertanggung jawab terhadap semua pilihannya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

873. QADAR 3

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Sebagian ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” hanya muncul sekali ke bumi yaitu pada waktu turunnya Al-Quran wahyu pertama kali kepada Nabi Muhammad pada zaman dahulu.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” turun setiap tahun pada bulan Ramadan berdasarkan teks Al-Quran dan hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk menyambutnya, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa kemuliaan malam “Lailatul Qadar” bukan hanya disebabkan Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. 
      Pendapat mayoritas ulama diperkuat dengan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” (present tense) dalam ayat 4 surat Al-Qadar, surah ke-97, yang mengandung arti “kesinambungan” artinya “terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa mendatang”.
      Para ulama berpendapat bahwa tidak semua orang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar”, meskipun orang tersebut tidak tidur pada malam itu, karena orang yang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar” hanya orang yang siap menyambutnya dengan hati yang bersih.
      Bagaikan air dengan minyak tidak mungkin bisa menyatu, sehingga kebaikan dan kemuliaan malam “Lailatul Qadar” hanya dapat diraih oleh orang yang tulus dan bersih hatinya, bukan oleh orang yang kotor hatinya.
     Bagaikan seorang tamu agung yang berkunjung ke satu tempat tertentu, maka tamu agung itu tidak akan datang menemui setiap orang yang berada di lokasi itu, meskipun setiap orang mendambakannya.
       Sehingga munculnya malam “Lailatul Qadar” terdapat pada bulan Ramadan, karena bulan Ramadan adalah bulan penyucian jiwa, maka Nabi memerintahkan untuk menyambutnya dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, setelah umat Islam menjalani 20 hari berpuasa Ramadan.
      Selama  20 hari berpuasa Ramadan diharapkan jiwa manusia sudah bersih dan suci sehingga memungkinkan malam “Lailatul Qadar” itu berkenan mampir menemuinya, karena Nabi menganjurkan untuk iktikaf dengan berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.  
     Turunnya para malaikat pada malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai orang yang mempersiapkan diri menyambutnya, dan menjadikan orang itu akan  selalu  didampingi  oleh malaikat, sehingga jiwanya akan selalu terdorong untuk berbuat kebaikan dalam hidupnya.
      Al-Quran tidak memberikan tanda fisik kehadiran malam “Lailatul Qadar”, tetapi para ulama berpendapat berdasarkan hadis Nabi, maka tanda adanya malam “Lailatul Qadar” adalah langit bersih, sinar matahari pada pagi harinya terlihat putih bercahaya bagaikan bulan purnama, udara tenang, dan cuaca sejuk menyegarkan.
            Doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menyambut malam “Lailatul Qadar”, seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 201.

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,’Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’."

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

      “Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku”.
      Para ulama menjelaskan tanda-tanda yang jelas kehadiran malam “Lailatul Qadar” bagi seseorang adalah perasaan kedamaian dan ketenangan yang ada dalam hatinya.
     Semoga kita semua mendapatkan berkah dari malam “Lailatul Qadar”. Amin .
    Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

873. QADAR 3

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Sebagian ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” hanya muncul sekali ke bumi yaitu pada waktu turunnya Al-Quran wahyu pertama kali kepada Nabi Muhammad pada zaman dahulu.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” turun setiap tahun pada bulan Ramadan berdasarkan teks Al-Quran dan hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk menyambutnya, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa kemuliaan malam “Lailatul Qadar” bukan hanya disebabkan Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. 
      Pendapat mayoritas ulama diperkuat dengan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” (present tense) dalam ayat 4 surat Al-Qadar, surah ke-97, yang mengandung arti “kesinambungan” artinya “terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa mendatang”.
      Para ulama berpendapat bahwa tidak semua orang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar”, meskipun orang tersebut tidak tidur pada malam itu, karena orang yang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar” hanya orang yang siap menyambutnya dengan hati yang bersih.
      Bagaikan air dengan minyak tidak mungkin bisa menyatu, sehingga kebaikan dan kemuliaan malam “Lailatul Qadar” hanya dapat diraih oleh orang yang tulus dan bersih hatinya, bukan oleh orang yang kotor hatinya.
     Bagaikan seorang tamu agung yang berkunjung ke satu tempat tertentu, maka tamu agung itu tidak akan datang menemui setiap orang yang berada di lokasi itu, meskipun setiap orang mendambakannya.
       Sehingga munculnya malam “Lailatul Qadar” terdapat pada bulan Ramadan, karena bulan Ramadan adalah bulan penyucian jiwa, maka Nabi memerintahkan untuk menyambutnya dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, setelah umat Islam menjalani 20 hari berpuasa Ramadan.
      Selama  20 hari berpuasa Ramadan diharapkan jiwa manusia sudah bersih dan suci sehingga memungkinkan malam “Lailatul Qadar” itu berkenan mampir menemuinya, karena Nabi menganjurkan untuk iktikaf dengan berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.  
     Turunnya para malaikat pada malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai orang yang mempersiapkan diri menyambutnya, dan menjadikan orang itu akan  selalu  didampingi  oleh malaikat, sehingga jiwanya akan selalu terdorong untuk berbuat kebaikan dalam hidupnya.
      Al-Quran tidak memberikan tanda fisik kehadiran malam “Lailatul Qadar”, tetapi para ulama berpendapat berdasarkan hadis Nabi, maka tanda adanya malam “Lailatul Qadar” adalah langit bersih, sinar matahari pada pagi harinya terlihat putih bercahaya bagaikan bulan purnama, udara tenang, dan cuaca sejuk menyegarkan.
            Doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menyambut malam “Lailatul Qadar”, seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 201.

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,’Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’."

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

      “Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku”.
      Para ulama menjelaskan tanda-tanda yang jelas kehadiran malam “Lailatul Qadar” bagi seseorang adalah perasaan kedamaian dan ketenangan yang ada dalam hatinya.
     Semoga kita semua mendapatkan berkah dari malam “Lailatul Qadar”. Amin .
    Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

873. QADAR 3

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Sebagian ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” hanya muncul sekali ke bumi yaitu pada waktu turunnya Al-Quran wahyu pertama kali kepada Nabi Muhammad pada zaman dahulu.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” turun setiap tahun pada bulan Ramadan berdasarkan teks Al-Quran dan hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk menyambutnya, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa kemuliaan malam “Lailatul Qadar” bukan hanya disebabkan Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. 
      Pendapat mayoritas ulama diperkuat dengan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” (present tense) dalam ayat 4 surat Al-Qadar, surah ke-97, yang mengandung arti “kesinambungan” artinya “terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa mendatang”.
      Para ulama berpendapat bahwa tidak semua orang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar”, meskipun orang tersebut tidak tidur pada malam itu, karena orang yang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar” hanya orang yang siap menyambutnya dengan hati yang bersih.
      Bagaikan air dengan minyak tidak mungkin bisa menyatu, sehingga kebaikan dan kemuliaan malam “Lailatul Qadar” hanya dapat diraih oleh orang yang tulus dan bersih hatinya, bukan oleh orang yang kotor hatinya.
     Bagaikan seorang tamu agung yang berkunjung ke satu tempat tertentu, maka tamu agung itu tidak akan datang menemui setiap orang yang berada di lokasi itu, meskipun setiap orang mendambakannya.
       Sehingga munculnya malam “Lailatul Qadar” terdapat pada bulan Ramadan, karena bulan Ramadan adalah bulan penyucian jiwa, maka Nabi memerintahkan untuk menyambutnya dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, setelah umat Islam menjalani 20 hari berpuasa Ramadan.
      Selama  20 hari berpuasa Ramadan diharapkan jiwa manusia sudah bersih dan suci sehingga memungkinkan malam “Lailatul Qadar” itu berkenan mampir menemuinya, karena Nabi menganjurkan untuk iktikaf dengan berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.  
     Turunnya para malaikat pada malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai orang yang mempersiapkan diri menyambutnya, dan menjadikan orang itu akan  selalu  didampingi  oleh malaikat, sehingga jiwanya akan selalu terdorong untuk berbuat kebaikan dalam hidupnya.
      Al-Quran tidak memberikan tanda fisik kehadiran malam “Lailatul Qadar”, tetapi para ulama berpendapat berdasarkan hadis Nabi, maka tanda adanya malam “Lailatul Qadar” adalah langit bersih, sinar matahari pada pagi harinya terlihat putih bercahaya bagaikan bulan purnama, udara tenang, dan cuaca sejuk menyegarkan.
            Doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menyambut malam “Lailatul Qadar”, seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 201.

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,’Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’."

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

      “Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku”.
      Para ulama menjelaskan tanda-tanda yang jelas kehadiran malam “Lailatul Qadar” bagi seseorang adalah perasaan kedamaian dan ketenangan yang ada dalam hatinya.
     Semoga kita semua mendapatkan berkah dari malam “Lailatul Qadar”. Amin .
    Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

873. QADAR 3

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Sebagian ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” hanya muncul sekali ke bumi yaitu pada waktu turunnya Al-Quran wahyu pertama kali kepada Nabi Muhammad pada zaman dahulu.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” turun setiap tahun pada bulan Ramadan berdasarkan teks Al-Quran dan hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk menyambutnya, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa kemuliaan malam “Lailatul Qadar” bukan hanya disebabkan Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. 
      Pendapat mayoritas ulama diperkuat dengan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” (present tense) dalam ayat 4 surat Al-Qadar, surah ke-97, yang mengandung arti “kesinambungan” artinya “terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa mendatang”.
      Para ulama berpendapat bahwa tidak semua orang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar”, meskipun orang tersebut tidak tidur pada malam itu, karena orang yang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar” hanya orang yang siap menyambutnya dengan hati yang bersih.
      Bagaikan air dengan minyak tidak mungkin bisa menyatu, sehingga kebaikan dan kemuliaan malam “Lailatul Qadar” hanya dapat diraih oleh orang yang tulus dan bersih hatinya, bukan oleh orang yang kotor hatinya.
     Bagaikan seorang tamu agung yang berkunjung ke satu tempat tertentu, maka tamu agung itu tidak akan datang menemui setiap orang yang berada di lokasi itu, meskipun setiap orang mendambakannya.
       Sehingga munculnya malam “Lailatul Qadar” terdapat pada bulan Ramadan, karena bulan Ramadan adalah bulan penyucian jiwa, maka Nabi memerintahkan untuk menyambutnya dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, setelah umat Islam menjalani 20 hari berpuasa Ramadan.
      Selama  20 hari berpuasa Ramadan diharapkan jiwa manusia sudah bersih dan suci sehingga memungkinkan malam “Lailatul Qadar” itu berkenan mampir menemuinya, karena Nabi menganjurkan untuk iktikaf dengan berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.  
     Turunnya para malaikat pada malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai orang yang mempersiapkan diri menyambutnya, dan menjadikan orang itu akan  selalu  didampingi  oleh malaikat, sehingga jiwanya akan selalu terdorong untuk berbuat kebaikan dalam hidupnya.
      Al-Quran tidak memberikan tanda fisik kehadiran malam “Lailatul Qadar”, tetapi para ulama berpendapat berdasarkan hadis Nabi, maka tanda adanya malam “Lailatul Qadar” adalah langit bersih, sinar matahari pada pagi harinya terlihat putih bercahaya bagaikan bulan purnama, udara tenang, dan cuaca sejuk menyegarkan.
            Doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menyambut malam “Lailatul Qadar”, seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 201.

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,’Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’."

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

      “Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku”.
      Para ulama menjelaskan tanda-tanda yang jelas kehadiran malam “Lailatul Qadar” bagi seseorang adalah perasaan kedamaian dan ketenangan yang ada dalam hatinya.
     Semoga kita semua mendapatkan berkah dari malam “Lailatul Qadar”. Amin .
    Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

873? QADAR 3

MEMAHAMI MALAM “LAILATUL QADAR”
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Malam Lailatul Qadar  menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Qadar, surah ke-97 ayat 1-5.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.  
      Sebagian ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” hanya muncul sekali ke bumi yaitu pada waktu turunnya Al-Quran wahyu pertama kali kepada Nabi Muhammad pada zaman dahulu.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa malam “Lailatul Qadar” turun setiap tahun pada bulan Ramadan berdasarkan teks Al-Quran dan hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk menyambutnya, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.
      Mayoritas ulama berpendapat bahwa kemuliaan malam “Lailatul Qadar” bukan hanya disebabkan Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. 
      Pendapat mayoritas ulama diperkuat dengan dengan penggunaan bentuk kata kerja “mudharik” (present tense) dalam ayat 4 surat Al-Qadar, surah ke-97, yang mengandung arti “kesinambungan” artinya “terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa mendatang”.
      Para ulama berpendapat bahwa tidak semua orang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar”, meskipun orang tersebut tidak tidur pada malam itu, karena orang yang dapat menjumpai malam “Lailatul Qadar” hanya orang yang siap menyambutnya dengan hati yang bersih.
      Bagaikan air dengan minyak tidak mungkin bisa menyatu, sehingga kebaikan dan kemuliaan malam “Lailatul Qadar” hanya dapat diraih oleh orang yang tulus dan bersih hatinya, bukan oleh orang yang kotor hatinya.
     Bagaikan seorang tamu agung yang berkunjung ke satu tempat tertentu, maka tamu agung itu tidak akan datang menemui setiap orang yang berada di lokasi itu, meskipun setiap orang mendambakannya.
       Sehingga munculnya malam “Lailatul Qadar” terdapat pada bulan Ramadan, karena bulan Ramadan adalah bulan penyucian jiwa, maka Nabi memerintahkan untuk menyambutnya dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, setelah umat Islam menjalani 20 hari berpuasa Ramadan.
      Selama  20 hari berpuasa Ramadan diharapkan jiwa manusia sudah bersih dan suci sehingga memungkinkan malam “Lailatul Qadar” itu berkenan mampir menemuinya, karena Nabi menganjurkan untuk iktikaf dengan berdiam diri dan merenung di masjid pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.  
     Turunnya para malaikat pada malam “Lailatul Qadar” akan menjumpai orang yang mempersiapkan diri menyambutnya, dan menjadikan orang itu akan  selalu  didampingi  oleh malaikat, sehingga jiwanya akan selalu terdorong untuk berbuat kebaikan dalam hidupnya.
      Al-Quran tidak memberikan tanda fisik kehadiran malam “Lailatul Qadar”, tetapi para ulama berpendapat berdasarkan hadis Nabi, maka tanda adanya malam “Lailatul Qadar” adalah langit bersih, sinar matahari pada pagi harinya terlihat putih bercahaya bagaikan bulan purnama, udara tenang, dan cuaca sejuk menyegarkan.
            Doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menyambut malam “Lailatul Qadar”, seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah, ke-2 ayat 201.

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,’Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’."

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

      “Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku”.
      Para ulama menjelaskan tanda-tanda yang jelas kehadiran malam “Lailatul Qadar” bagi seseorang adalah perasaan kedamaian dan ketenangan yang ada dalam hatinya.
     Semoga kita semua mendapatkan berkah dari malam “Lailatul Qadar”. Amin .
    Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.