Tuesday, August 29, 2017

231. RIBA3

ARTI ADH’AFAN MUDHA’AFAH
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang arti “adh’afan mudha’afah” yang dimaksudkan oleh  Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Dari segi bahasa, kata “adh’af” adalah bentuk jamak atau plural dari kata “dha’if” yang diartikan sebagai “sesuatu bersama dengan sesuatu yang lain yang sama dengannya (ganda)”, sehingga “adh’afan mudha’afah” adalah pelipatgandaan yang berkali-kali.
     Para ulama tafsir berpendapat bahwa pengertian “adh'afan mudha'afah” atau  riba yang berlaku pada masa turunnya Al-Quran adalah pelipatgandaan umur hewan.
    Seseorang yang berutang atau kreditor, bila tiba masa pembayarannya, ditagih oleh debitor atau orang yang mengutangi dan menagih kepadanya, “Bayarlah atau kamu tambah untukku.”
      Apabila yang dipinjamnya unta berumur setahun dan telah memasuki tahun kedua, dijadikannya pembayarannya menjadi unta yang berumur dua tahun dan telah memasuki tahun ketiga.
      Apabila yang dipinjamnya berupa materi uang, ketika penagih datang, tetapi dia tidak sanggup membayarnya, maka dia bersedia melipatgandakannya.
    Apabila utangnya 100, maka pada tahun berikutnya menjadi 200, dan bila tahun depan tidak lagi terbayar, maka utangnya menjadi 400, demikian berlipat ganda setiap tahun sampai dia mampu membayar.
     Ulama yang berpegang pada teks ayat menyatakan bahwa “berlipat ganda”, adalah syarat keharaman, artinya bila tidak berlipat ganda, maka tidak haram.
     Ulama lain menyatakan bahwa teks tersebut bukan merupakan syarat keharaman, tetapi penjelasan tentang bentuk riba yang sering dipraktikkan pada zaman turunnya Al-Quran, sehingga semua bentuk penambahan, meskipun  tidak  berlipat ganda adalah haram.
     Apakah setiap penambahan atau kelebihan yang tidak “berlipat ganda” menjadi tidak haram? Jawabannya terdapat pada kata kunci berikutnya, yaitu “falakum ru'usu amwalikum” yang artinya “bagimu modal-modal kamu”.
      Berarti setiap penambahan atau kelebihan dari modal yang dipungut dalam kondisi yang sama dengan masa turunnya ayat riba  adalah haram.
     Jadi, kata “adh'afan mudha'afah” bukan syarat, tetapi sekadar penjelasan tentang riba yang sudah lumrah mereka praktikkan. Kesimpulannya, yang diharamkan adalah segala bentuk kelebihan dalam kondisi yang sama seperti yang terjadi pada masa turunnya Al-Quran, yaitu “la tazhlimun wa latuzhlamun” artinya “kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.
    Apabila orang yang berutang dalam kesulitan, sehingga tidak mampu membayar pada waktu yang ditetapkan, agar diberikan waktu sampai dia mampu membayarnya, dan menyedekahkan sebagian atau semua utang lebih baik bagi kamu.
       Ayat di atas lebih memperkuat kesimpulan bahwa kelebihan yang dipungut, apalagi bila berlipatganda, merupakan penganiayaan bagi si peminjam. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

0 comments:

Post a Comment