Wednesday, August 30, 2017

235. KERJA

HAK WANITA DALAM BEKERJA
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hak wanita dalam memilih pekerjaan menurut Islam?  Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     Kalau kita kembali menelaah keterlibatan wanita dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan wanita aktif dalam berbagai aktivitas.
     Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam atau di luar rumahnya,  secara mandiri atau bersama orang lain, dalam lembaga pemerintah atau swasta, selama pekerjaannya dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, dan dapat menjaga agamanya, serta dapat  menghindari dampak negatif terhadap diri dan lingkungannya.
     Secara singkat, rumusan menyangkut pekerjaan wanita adalah “Wanita mempunyai hak untuk bekerja, selama pekerjaan dan wanita tersebut saling membutuhkan”.
     Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh wanita pada zaman Nabi beraneka ragam, bahkan wanita terlibat secara langsung dalam peperangan, dan saling membantu dengan kaum lelaki.
    Misalnya, Ummu Salamah, istri Nabi, Shafiyah, Laila Al-Ghaffariyah, Ummu Sinam Al-Aslamiyah, dan lainnya tercatat sebagai tokoh wanita yang terlibat dalam peperangan.
     Ahli hadis, Imam Bukhari, membukukan bab-bab dalam kitab Sahih-nya, yang menginformasikan kegiatan kaum wanita, seperti Bab Keterlibatan Wanita dalam Jihad, Bab Peperangan Wanita di Lautan, Bab Keterlibatan Wanita Merawat Korban, dan lainnya.
     Para wanita pada masa Nabi juga aktif  dalam berbagai bidang pekerjaan. Misalnya, ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias Shafiyah bin Huyay, istri Nabi Muhammad, dan ada wanita yang menjadi perawat atau bidan, dan sebagainya.
     Dalam bidang perdagangan, Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi yang pertama,  tercatat sebagai seorang wanita pengusaha yang sangat sukses.
     Qilat Umi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang wanita yang pernah datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk tentang bisnis jual-beli.
     Nabi bersabda kepada Qilat Umi, “Apabila Anda akan membeli atau menjual sesuatu, maka tentukan lebih dahulu harga yang Anda inginkan untuk membeli atau menjualnya”. Artinya jangan bertele-tele dalam menawar atau menawarkan sesuatu.
     Istri Nabi, Zainab binti Jahsy, aktif bekerja dengan menyamak kulit binatang, dan uang hasil usahanya itu, lalu disedekahkan kepada fakir miskin.
    Raithah, istri Abdullah ibn Masud, sahabat Nabi sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
     Syifa’, seorang wanita yang pandai menulis, diberi tugas oleh Khalifah Umar bin Khaththab  sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.
     Demikian beberapa contoh yang terjadi pada masa Rasul dan para sahabat  menyangkut keikutsertaan wanita dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan.
     Nabi banyak memberikan perhatian dan pengarahan kepada para wanita agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan yang bermanfaat.
      Nabi bersabda,“Sebaik-baik ‘permainan’ untuk seorang wanita muslimah di dalam rumahnya adalah memintal dan menenun”.
     Aisyah, istri Nabi, pernah berkata, “Alat pemintal di tangan seorang wanita lebih baik daripada tombak di tangan seorang lelaki”.
     Tentu saja, tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi.
     Para ulama menyimpulkan bahwa wanita dapat melakukan pekerjaan apa pun selama dia memerlukan atau pekerjaannya yang membutuhkannya, asalkan norma agama dan susila tetap terjaga.
     Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, maka para wanita mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan tertinggi.
     Sebagian ulama menganggap jabatan kepala negara dan hakim yang tidak boleh diduduki oleh kaum wanita.
     Namun, perkembangan masyarakat dari zaman ke zaman pendukung larangan tersebut semakin berkurang, khususnya menyangkut kedudukan wanita sebagai hakim.
     Beberapa kitab hukum Islam menjelaskan bahwa “Setiap orang yang memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat diwakilkannya kepada orang lain, atau menerima perwakilan dari orang lain”.
      Atas dasar kaidah itu, maka sebagian ulama berpendapat bahwa berdasarkan kitab fiqih dan perkembangan masyarakat, maka wanita dapat bertindak sebagai pembela dan penuntut dalam berbagai bidang.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

0 comments:

Post a Comment