JANGAN
BERSEDIH,
AYO
TERTAWA YANG WAJAR
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
JANGAN
BERSEDIH
Jangan bersedih, sebab kesedihan akan
membuat air yang segar terasa pahit , dan sinar matahari pagi yang indah terasa
suram, serta suara burung yang merdu
bagaikan suara hantu menyeramkan.
Jangan bersedih, karena kesedihan akan
membuat rumah yang luas terasa sempit, dan istri yang cantik tampak menyeramkan,
serta anak-anak yang lucu terasa membisingkan.
Jangan bersedih, sebab kesedihan akan membuat
udara yang sejuk tampak menyesakkan, dan pemandangan yang elok menjadi
menakutkan, serta kebun yang indah tampak seonggok sampah menjengkelkan.
Jangan bersedih, karena kesedihan akan
membuat suasana rumah terasa pengap laksana penjara, dan hubungan harmonis
dalam keluarga menjadi “berantakan” bagaikan kapal pecah serta kendaraan yang
bagus tidak bermanfaat sedikit pun.
Jangan bersedih. Karena kita masih
memiliki dua mata, dua telinga, dua tangan, dua kaki, dua bibir, pikiran , dan
hati. Kita masih memiliki kesehatan, waktu luang, dan keamanan.
Jangan bersedih, sebab kita masih
memiliki agama yang kita anut, tempat tinggal
yang kita huni, nasi yang kita makan, air yang kita minum, pakaian yang
kita kenakan, dan keluarga tempat berbagi perasaan, mengapa harus bersedih?
Jangan bersedih, ketika anak kita gagal
dalam ujian, lalu kita bersedih, apakah anak kita menjadi lulus? Saat keluarga
kita ada yang meninggal dunia, apakah dia akan hidup kembali? Jika kita rugi
dalam bisnis, apakah kita menjadi untung?
Jangan bersedih, ketika kita berada di
pagi hari, jangan menunggu datangnya sore hari. Hari ini yang kita jalani,
bukan hari kemarin, juga bukan hari esok yang belum pasti datangnya. Mari kita
nikmati dan syukuri hari ini, karena hari ini adalah milik kita.
Jangan bersedih, mari kita jalani hari
ini tanpa kesedihan, kegalauan, kemarahan, kedengkian, dan kebencian. Jika hari
ini kita minum air jernih yang segar, mengapa kita harus bersedih dengan air
asin yang kita minum kemarin, atau mengkhawatirkan air pahit esok hari yang
belum tentu terjadi?
Hal itu akan membuat kita bertekad dalam
hati, hanya hari ini kesempatan saya, cuma saat ini waktu saya, dan akan saya
manfaatkan dengan maksimal. Saya akan berbicara yang bermanfaat, berkata yang
baik-baik saja, tidak berkata yang jelek dan kotor, tidak akan mencela dan
menghardik, tidak membicarakan kejelekan orang lain, dan tidak berbuat yang
sia-sia.
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari
kesedihan dan kecemasan, dari kemalasan dan kebakhilan, dari sifat pengecut,
beban utang, dan tekanan orang jahat. Cukuplah Allah bagi kita, dan Allah
sebaik-baik pelindung. Amin.
AYO
TERTAWA YANG WAJAR
Tertawa yang wajar itu bagaikan “obat”
bagi kesedihan, dan laksana “pil kuat” untuk kegalauan. Pengaruh tertawa yang wajar amat kuat, akan membuat
hati bergembira dan berbahagia, serta lingkungan menjadi menyenangkan.
Sahabat Nabi berkata, ”Nabi Muhammad
kadang kala tertawa, sehingga tampak gigi gerahamnya.” Tertawa merupakan puncak
kegembiraan, titik tertinggi keceriaan, dan ujung perasaan kesenangan.
Nabi bersabda, “Senyummu di depan
saudaramu adalah sedekah.” Bahkan Nabi Sulaiman tertawa. Al-Quran surah An-Naml,
surah ke-27 ayat 19. ”Maka Sulaiman tertawa karena mendengarkan perkataan
semut.”
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِنْ قَوْلِهَا وَقَالَ
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ
وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“Maka Sulaiman tersenyum dan
tertawa karena (mendengarkan) perkataan semut itu, dan dia berdoa, “Ya Tuhanku,
berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridai, dan masukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-Mu yang saleh”.
Salah satu nikmat Allah untuk penghuni
surga adalah tertawa, seperti dalam Al-Quran
surah Al-Mutaffifin, surah ke-83 ayat 34. “Maka pada hari ini, orang-orang
beriman menertawakan orang-orang kafir.”
فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُوا
مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ
“Maka pada hari ini, orang-orang yang
beriman menertawakan orang-orang kafir”.
Namun, jangan tertawa berlebihan, karena Nabi bersabda,“Jangan engkau banyak tertawa,
karena banyak tertawa akan mematikan hati.” Oleh karena itu, mari kita tertawa
yang wajar saja.
Jangan tertawa sinis dan penuh
kesombongan, sebagaimana dilakukan orang-orang kafir dalam Al-Quran surah
Azzukruf, surah ke-43 ayat 47. “Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan
membawa mukjizat Kami, dengan serta merta mereka menertawakannya.”
فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِآيَاتِنَا
إِذَا هُمْ مِنْهَا يَضْحَكُونَ
“Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat Kami,
dengan serta merta mereka mentertawakannya”.
Pada umumnya, semua orang senang wajah
yang murah senyum, dan suka dengan wajah yang selalu tampak ceria. Hal itu
merupakan cermin kemurahan hati dan kelapangan dada, serta kedermawanan.
Pada dasarnya, Islam dibangun berdasarkan
prinsip keseimbangan, serta moderat dalam hal akidah, ibadah, budi pekerti, dan
perilaku. Islam mengajarkan pertengahan dalam bersikap, tidak mengenal
kemuraman yang menakutkan, maupun tertawa lepas tidak beraturan.
Islam senantiasa mengajarkan kesungguhan
penuh wibawa dan ringan langkah yang terarah, serta menganjurkan perbuatan yang
bermanfaat untuk diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Imam Gazali melontarkan humor, “Benda
apakah yang paling tajam di dunia ini? Muridnya menjawab dengan berbagai
jawaban, ada yang menjwab: pisau, silet, pedang dan semacamnya. Imam Gazali
menjawab, “Betul, semua benda yang kalian sebutkan itu tajam, tetapi ada yang
lebih tajam dari itu semua, yaitu Lidah”.
Abu Hurairah bertanya, “Wahai Rasul,
apakah engkau pernah bersenda gurau?” Nabi menjawab,” Benar, hanya saya selalu
berkata benar.”
Nabi bergurau, “Naikkan barang-barangmu
ke punggung anak unta di sebelah sana!” Sahabat bingung, “Ya Rasul, bagaimana
anak unta mampu memikul beban berat?” Nabi menjawab,”Saya tidak bilang anak
unta itu kecil, karena semua unta pasti lahir dari ibu unta.”
Seorang wanita tua bertanya, “Ya Nabi,
apakah wanita tua seperti saya layak masuk surga?” Nabi menjawab, “Maaf, Bu, di
surga tidak ada wanita tua”. Wanita itu langsung menangis, lalu Nabi
menjelaskan,”Semua orang yang masuk surga, akan menjadi muda lagi.” Mendengar
penjelasan Nabi, maka wanita tua itu tersenyum.
Sungguh, manusia membutuhkan senyuman,
dan memerlukan humor yang menghibur yang tidak menghina siapa pun, tidak merendahkan
apa pun.
Semua orang senang dengan wajah yang
selalu berseri-seri, hati yang lapang dalam menerima perbedaan, budi pekerti
yang luhur, dan perilaku yang lembut, serta pembawaan yang tidak kasar.
Jadi, janganlah kita bersedih, mari kita lontarkan
humor yang cedas, yaitu humor yang tidak menyinggung siapa pun, dan tidak
menghina apa pun. Mari kita tersenyum dan tertawa yang wajar, maka kehidupan akan
terasa lebih indah, ceria, dan memesona. Semoga.
Daftar
Pustaka
1. Al-Qarni,
Aidh. La Tahzan. Jangan Bersedih. Penerbit Qisthi Press. Jakarta 2007.
0 comments:
Post a Comment