PASUKAN GAJAH ABRAHAH, GAGAL MENYERANG KAKBAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Kisah pasukan gajah Abrahah yang gagal menyerang Kakbah?” Berikut ini penjelasannya.
Abrahah adalah seorang Gubernur Najashi di Yaman, sebagai perwakilan kerajaan Raja Najashi di Habasyah, sekarang Etiopia, di benua Afrika.
Gubernur Abrahah berhasil membangun sebuah gereja raksasa terbesar di bumi yang belum pernah dibangun sebelumnya, lalu Gubernur Abrahah mengirim surat kepada Raja Najashi di Afrika menceritakan tentang ambisi besarnya agar semua bangsa Arab mengunjungi gerejanya untuk melaksanakan “ibadah haji” seperti yang dilakukan terhadap Kakbah di Mekah.
. Seluruh bangsa Arab telah mengetahui pembangunan gereja terbesar di Yaman, dan seorang badui suku Bani Fukaim mendatangi gereja raksasa tersebut lalu melaburi gereja dengan kotoran manusia.
Gubernur Abrahah sangat murka dan dengan cepat menyiapkan pasukan sejumlah 60.000 tentara berkuda bersenjata lengkap dengan beberapa ekor gajah.
Gubernur Abrahah menunggang gajah putih besar yang bernama “Mahmud” dengan diiringi 13 gajah lainnya dan pasukannya berangkat dari Yaman menuju Mekah untuk menghancurkan Kakbah.
Seluruh bangsa Arab ketakutan melihat besarnya jumlah pasukan Abrahah. Dzu Nafar, seorang Raja Yaman yang telah digulingkan mencoba melawan pasukan Abrahah, tetapi pasukan Dzu Nafar menyerah kalah, dan dia menjadi tawanan perang, serta beberapa suku mencoba melawan Abrahah, tetapi, mereka kalah dan menjadi tawanan.
Pasukan Abrahah berhenti dan mendirikan tenda di luar Mekah, lalu Abrahah mengirimkan beberapa pasukan berkuda untuk merampas harta kekayaan penduduk Mekah, termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muththalib, kepala suku Quraisy.
Abrahah mengirimkan beberapa utusan menemui Abdul Muththalib untuk mengabarkan bahwa pasukan Abrahah tidak ingin berperang, mereka hanya bertujuan menghancurkan Kakbah.
Abdul Muththalib sebagai kepala suku Quraisy adalah seorang yang tampan dan berwibawa segera menuju tenda pasukan Abrahah, ketika pemimpin Mekah datang Gubernur Abrahah turun dari tahtanya ikut duduk di permadani mendekati Abdul Muththalib.
Raja Abrahah berdialog dengan Abdul Muththalib lewat penerjemah, dan Abdul Muththalib berkata, “Kami hanya ingin harta kekayaan yang dirampas dikembalikan, termasuk 200 ekor unta milik saya,”
Gubernur Abrahah kecewa, “Pertama aku melihatmu, aku kagum kepadamu, tetapi sekarang memudar, ternyata kamu hanya menginginkan 200 ekor unta dikembalikan.”
Abrahah melanjutkan, “Apakah kamu membiarkan Kakbah yang merupakan simbol agamamu saya hancurkan?” Abdul Muththalib menjawab, “Saya adalah pemilik unta, sedangkan Kakbah ada pemiliknya sendiri yang akan melindunginya.” Abrahah berkata,“Tidak mungkin ada yang bisa berlindung dari serangan pasukanku.”
Kemudian Abdul Muththalib kembali ke Mekah, dan semua harta kekayaan yang dirampas dikembalikan kepada pemiliknya, termasuk 200 ekor unta, lalu semua penduduk keluar rumah, dan bersembunyi di atas gunung, sehingga daerah Kakbah dan sekitarnya kosong melompong.
Pasukan Abrahah bersiap menghancurkan Kakbah, tetapi gajah putih besar yang bernama “Mahmud’, yang ditunggangi Abrahah tidak mau berdiri. Gajah “Mahmud” tetap “menderum” yaitu gajah berlutut dengan kedua kaki depan atau keempat kakinya.
Kepala gajah besar dipukul dengan besi, tetapi gajah tetap menderum dan tidak mau berdiri. Perut gajah dipukul dengan “mahjan” yang berupa tongkat bengkok untuk menekan perut gajah, namun gajah tidak bergeming.
Ketika “Kepala suku” gajah diarahkan menghadap ke Selatan, ke arah Yaman ternyata gajah dengan cepat berdiri dan berlari, tetapi ketika kepala gajah diarahkan menuju Mekah, ternyata gajah menderum lagi. Hal demikian, terjadi berulang-ulang , artinya gajah “Mahmud” menolak berjalan menuju ke arah Mekah.
Mendadak di langit Mekah muncul ribuan burung “Ababil”, yaitu semacam burung “walet” dan “jalak” yang membawa ribuan kerikil panas. Setiap burung membawa tiga butir kerikil sebesar kacang, yang dua butir dijepit kakinya, sedangkan yang satu butir digigit moncong burung, lalu kerikil panas itu dilontarkan ke arah pasukan Abrahah.
Setiap pasukan yang tertimpa kerikil langsung tewas, sehingga pasukan Abrahah kocar-kacir dan berhamburan berlarian balik kembali ke negeri Yaman.
Gubernur Abrahah terkena kerikil panas, kemudian dinaikkan pandu dibawa kembali pulang ke Yaman. Setiap Abrahah bergerak, jari-jarinya berjatuhan, lalu Abrahah mati dengan tubuh terbelah.
Demikian kisah pasukan gajah Abrahah yang gagal menghancurkan Kakbah seperti dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Fil, surah ke-105 ayat 1-5.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيل فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bagaimana Tuhanmu bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) sia-sia? Dia mengirimkan burung yang berbondong-bondong yang melempari mereka dengan batu yang berasal dari tanah yang terbakar. Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat”.
Daftar Pustaka
1. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
4. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penerbit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
5. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.
0 comments:
Post a Comment