ASPEK HUKUM PUASA RAMADAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Aspek hukum puasa Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
Kata “puasa” menurut KBBI V bisa diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, dan “saum”.
Kata “Ramadan” menurut KBBI V adalah bulan ke- 9 tahun Hijriah (29 atau 30 hari), pada bulan ini umat Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa.
Al-Quran menggunakan kata “shiam” sebanyak 8 kali, kesemuanya dalam arti “puasa” menurut pengertian hukum syariat, hanna 1 kali Al-Quran memakai kata “shaum”, tetapi maknanya adalah “menahan diri untuk tidak bebicara”.
Uraian Al-Quran tentang puasa Ramadan, ditemukan dalam surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 183, 184, 185, dan 187, artinya puasa Ramadan baru diwajibkan setelah Nabi Muhammad berada di Madinah, karena para ulama sepakat bahwa surah Al-Baqarah turun di Madinah.
Para sejarawan menyatakan bahwa kewajiban berpuasa Ramadan pertama kali ditetapkan Allah pada 10 Syakban tahun ke-2 Hijriah di Madinah
Pertama, Kalimat “Faman kana minkum maridha” (Siapa di antaramu yang sakit), kata “maridh” artinya “sakit”, dan penyakit dalam kaitannya dengan berpuasa secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu orang yang tidak dapat berpuasa, maka dia wajib berbuka, dan orang yang dapat berpuasa, tetapi jika berpuasa, maka melambatkan kesembuhan, maka dia dianjurkan tidak berpuasa.
Sebagian ulama berpendapat bahwa penyakit apa pun yang diderita oleh seseorang, maka dibolehkan tidak berpuasa Ramadan, karena Al-Quran tidak memerinci masalah ini.
Agaknya Allah sengaja memilih redaksi demikian, dan menyerahkan kepada nurani manusia masing-masing untuk menentukan sendiri apakah dia berpuasa atau tidak, dan orang yang tidak berpuasa karena sakit atau dalam perjalanan harus menggantikan berpuasa di luar bulan Ramadan.
Kedua, kalimat “Aw'ala safarin” (atau dalam perjalanan), para ulama berbeda pendapat tentang bolehnya berbuka puasa bagi orang yang sedang musafir, yang berkaitan dengan jarak perjalanan yang ditempuh.
Secara umum jarak perjalanannya adalah sekitar 90 kilometer, tetapi ada yang tidak menetapkan jarak tertentu, sehingga berapa pun jarak yang ditempuh selama dinamakan perjalanan, maka bisa mendapatkan kemudahan atau “rukhshah”.
Para ulama berbeda pendapat tentang “illat” (sebab) dibolehkannya tidak berpuasa, apakah karena adanya unsur “perjalanan” atau karena “keletihan” akibat perjalanan?
Para ulama berbeda pendapat tentang manakah yang lebih utama bagi seorang musafir, berpuasa atau tidak berpuasa.
Sebagian ulama menilai bahwa berpuasa lebih utama dan lebih baik bagi yang mampu, tetapi sebagian ulama yang lain berpendapat sebaiknya diserahkan kepada orangnya masing-masing, maka itulah yang lebih baik dan utama.
Ketika Nabi dan para sahabat dalam perjalanan pada bulan Ramadan, sebagian sahabat ada yang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa, dan ternyata Nabi tidak mencela siapa pun.
Ketiga, kalimat “Fa 'iddatun min ayyamin ukhar” (sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain). Sebagian ulama menyisipkan kalimat, sehingga berbunyi,”Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari-hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain.”
Kalimat “Lalu dia tidak berpuasa” adalah sisipan yang dilakukan oleh sebagian ulama, tetapi ditolak oleh sebagian ulama yang lain, sehingga orang yang dalam perjalanan “wajib tidak berpuasa” dan “wajib menggantinya pada hari lain.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment