SISTEM PENALARAN AL-QURAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Sistem penalaran menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
Salah satu faktor penting yang dapat menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan terdapat dalam diri manusia sendiri, para psikolog menerangkan bahwa tahap perkembangan kejiwaan dan alam pikiran manusia dalam menilai suatu ide umumnya melalui tiga fase.
Fase pertama, orang yang menilai suatu gagasan dan ide itu baik atau buruk berdasarkan ukuran alam kebendaan materi dan berdasarkan pancaindera.
Fase kedua, orang yang menilai suatu ide berdasarkan contoh dari seseorang dan berdasarkan “bintang iklannya”, artinya apabila idolanya menyatakan baik maka ikut menyatakan baik, dan apabila tokohnya menyatakan jelek, maka ikut menyatakan jelek.
Fase ketiga, adalah fase kedewasaan, yaitu orang yang menilai suatu ide dan gagasan berdasarkan nilai yang terdapat dalam unsur ide dan gagasan itu sendiri, tanpa terpengaruh oleh faktor dari luar.
Sejarah menunjukkan bahwa pada zaman awal pembinaan masyarakat Islam, penilaian umat Islam terhadap nilai “ide yang dibawa oleh Al-Quran” adalah bahwa ide tersebut berhubungan sangat erat dengan pribadi Nabi Muhammad.
Sehingga dalam Perang Uhud sekelompok pasukan Islam dengan cepat meninggalkan medan pertempuran, ketika mendengar berita bahwa Nabi telah wafat yang diisukan oleh kaum musyrik.
Sikap sebagian pasukan Islam yang keliru ini, muncul akibat pandangan mereka terhadap nilai suatu ide, baru sampai pada tahap fase kedua, atau dengan kata lain belum mencapai tingkat kedewasaannya.
Al-Quran tidak menginginkan masyarakat baru yang dibentuk dalam menilai suatu ide apa pun coraknya hanya terbatas sampai tahap fase kedua saja, maka turunlah ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad hanya seorang Rasul, yang sebelumnya sudah terdapat beberapa Rasul utusan Allah.
Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 144.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.
Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 144 ini adalah dorongan kepada umat Islam agar lebih meningkatkan penilaiannya atas suatu ide dan gagasan ke tingkat yang lebih tinggi sampai pada tahap fase ketiga yaitu fase kedewasaan, dan ayat Al-Quran ini dapat melepaskan belenggu yang menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dalam alam pikiran manusia.
Al-Quran surah Az-Zumar, surah ke-39 ayat 9.
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan dia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah,”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
Al-Quran surah Az-Zumar, surah ke-39 ayat 9 ini menekankan kepada masyarakat betapa besar manfaat dan nilai ilmu pengetahuan serta kedudukan cendekiawan dalam masyarakat.
Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 66.
هَا أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah-membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui”.
Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 66 ini adalah kritik pedas terhadap orang yang berbicara dan membantah suatu masalah tanpa adanya data objektif lagi ilmiah yang berkaitan dengan masalahnya.
Ayat Al-Quran semacam inilah yang kemudian membentuk iklim baru dalam masyarakat yang mewujudkan dan mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga mampu menghasilkan tokoh besar seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, dan lainnya.
Ayat Al-Quran semacam inilah yang membantu Muhammad bin Ahmad menemukan angka nol pada tahun 976 Masehi, yang akhirnya mendorong Muhammad bin Musa Al-Khawarizmiy menemukan perhitungan Aljabar, tanpa penemuan tersebut, maka ilmu pengetahuan dan sains modern akan tetap merangkak dan meraba-raba dalam alam gelap gulita.
Mewujudkan iklim ilmu pengetahuan jauh lebih penting daripada menemukan teori ilmiah, karena tanpa wujudnya iklim ilmu pengetahuan, para ahli yang menemukan teori itu akan mengalami nasib seperti Galileo, yang menjadi korban hasil penemuannya sendiri.
Al-Quran adalah kitab petunjuk yang memberikan pedoman kepada manusia untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat, sedangkan dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, Al-Quran mendorong manusia seluruhnya untuk mempergunakan akal pikirannya dan menambah ilmu pengetahuannya seoptimal mungkin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment