Friday, November 10, 2017

466. TAFSIR 1

PERKEMBANGAN TAFSIR AL-QURAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.


       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Perkembangan tafsir Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.

      Perkembangan hidup manusia berpengaruh yang sangat mendalam terhadap perkembangan akal dan pikirannya, yang akan berpengaruh dalam pemahaman  manusia terhadap ayat Al-Quran.
      Dalam abad pertama Islam, para ulama sangat berhati-hati dalam menafsirkan ayat Al-Quran, karena seseorang pernah bertanya kepada Abu Bakar, “Apakah arti kalimat “abba” dalam ayat Al-Quran, “wa fakihah wa abba”.
      Abu Bakar menjawab,”Di bumi apakah aku berpijak, dengan langit apakah aku berteduh, apabila aku mengatakan sesuatu dalam Al-Quran menurut pendapatku”.
      Bahkan, sebagian para ulama, apabila ditanya mengenai pengertian suatu ayat, mereka tidak memberikan jawaban apa pun, sehingga para sahabat berkata, “Kami tidak berbicara mengenai Al-Quran sedikit pun”.
     Pada abad berikutnya, sebagian besar ulama berpendapat bahwa setiap orang boleh menafsirkan ayat Al-Quran, asalkan mempunyai syarat tertentu, yaitu pengetahuan ilmu bahasa yang cukup, misalnya, “nahwu”, “sharaf”, “balaghah”,  “isytiqaq”, “ilmu Ushuluddin”,”ilmu Qira'ah”, “asbabun nuzul”, “nasikh dan mansukh”, dan sebagainya.
     Sejarah penafsiran Al-Quran dimulai dengan menafsirkan ayat Al-Quran yang sesuai dengan hadis Nabi, dan pendapat para sahabat Nabi.
     Penafsiran kemudian berkembang, sehingga dengan tidak disadari, bercampur “hadis Sahih” dengan “hadis Isra'iliyat” (kisah-kisah yang bersumber dari Ahli Kitab yang umumnya tidak sejalan dengan kesucian agama dan pikiran yang sehat).
     Hal ini mengakibatkan sebagian ulama menolak penafsiran yang menggambarkan pendapat dari penulisnya, atau menyatukan pendapat dari penulis dengan hadis Nabi atau pendapat para sahabat yang dianggap benar.
    Demikianlah, dan dari waktu ke waktu kemudian muncul beraneka warna corak tafsir, yaitu ada tafsir Al-Quran yang berdasarkan nalar penulisnya saja, ada tafsir Al-Quran berdasarkan riwayat, dan ada tafsir Al-Quran yang menyatukan keduanya.
    Masalah yang dibahas pun bermacam-macam, yaitu ada tafsir Al-Quran yang hanya membahas arti dari kalimat yang sukar saja (Tafsir Gharib), seperti Al-Zajjaj dan Al-Wahidiy, ada tafsir Al-Quran yang menulis kisah-kisah, seperti Al-Tsa'labiy dan Al-Khazin.
      Ada tafsir Al-Quran yang memperhatikan masalah “balaghah” (sastra bahasa) seperti Al-Zamakhsyari, ada tafsir Al-Quran yang membahas ilmu pengetahuan, logika, dan filsafat seperti Al-Fakhr Al-Razi, ada tafsir Al-Quran yang membahas masalah fiqih seperti Al-Qurthubiy, dan ada tafsir Al-Quran yang hanya berupa “terjemahan” kalimatnya saja seperti Tafsir Al-Jalalain.
      Para ulama berpendapat bahwa, “Sepanjang sejarah manusia, tidak dikenal satu kitab pun, selain Al-Quran, yang telah ditafsirkan, diterangkan, dikumpulkan, diinterpretasi dengan pendapat para ahli terhadapnya, kemudian dicetak dalam buku yang berjilid-jilid.”
    Penafsiran ilmiah atau menafsirkan ayat Al-Quran sesuai dengan ilmu pengetahuan telah lama berlangsung, misalnya Tafsir Fakhr Al-Raziy adalah satu contoh dari penafsiran ilmiah terhadap ayat Al-Quran, sehingga sebagian ulama tidak menamakan kitabnya sebagai Kitab Tafsir, karena masalah filsafat dan logika dibicarakan dengan sangat luas.
     Kelanjutan dari penafsiran ilmiah ini adalah penafsiran yang sesuai dengan teori ilmiah dan penemuan baru, misalnya dahulu ada orang yang menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa planet hanya 7 buah yang disesuaikan dengan pendapat ahli Falak ketika itu, dengan ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa ada 7 langit, dan ternyata teori 7 planet itu salah.
     Karena jumlah planet yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan dalam tata surya saja berjumlah 10 planet, disamping jutaan bintang yang tampaknya memenuhi langit, sehingga 10 planet itu hanya laksana setetes air dalam lautan dibandingkan dengan banyaknya bintang di alam semesta.
     Menurut para ahli, setiap galaksi rata-rata memiliki 100 biliun bintang, sedangkan seluruh ruang alam semesta terdapat berbiliun-biliun galaksi, sehingga ulama yang membenarkan bahwa planet hanya 7 buah berdasarkan ayat Al-Quran ternyata  keliru.
      Kekeliruan tersebut adalah dosa besar, apabila dia memaksakan orang lain untuk mempercayai pendapatnya atas nama Al-Quran, atau dia meyakini hal tersebut  adalah akidah Al-Quran.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com onl

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment