SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Sejarah perkembangan tafsir Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Pada saat Al-Quran diturunkan, Nabi Muhammad bertugas sebagai “mubayyin” (pemberi penjelasan), yaitu menjelaskan kepada para sahabat tentang arti dan kandungan AlQuran, terutama menyangkut ayat Al-Quran yang tidak dipahami atau masih samar.
Keadaan ini berlangsung sampai Nabi wafat, meskipun penjelasan dari Nabi tidak semuanya kita ketahui, karena tidak sampainya riwayatnya kepada kita, atau karena memang Nabi tidak menjelaskan semua kandungan ayat Al-Quran.
Ketika Nabi masih hidup, para sahabat menanyakan masalahnya langsung kepada Nabi, tetapi setelah Nabi wafat, maka para sahabat melakukan ijtihad, terutama para sahabat yang pandai, seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu 'Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan Ibnu Mas'ud.
Sebagian sahabat Nabi ada yang bertanya tentang sejarah nabi-nabi atau kisah yang tercantum dalam Al-Quran kepada tokoh Ahli Kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti 'Abdullah bin Salam, Ka'ab Al-Ahbar, dan lainnya, ini adalah benih munculnya “hadis Israiliyat”.
Para sahabat yang ahli tafsir mempunyai murid para “tabi'in” (generasi sesudah Nabi Muhammad), terutama di sekitar kota tempat tinggal mereka, sehingga muncul para ahli tafsir baru dari kalangan tabi'in di kota-kota tersebut.
Pertama, Said bin Jubair, dan Mujahid bin Jabr adalah ahli tafsir Al-Quran di Mekah, yang berguru kepada Ibnu 'Abbas;
Kedua, Muhammad bin Ka'ab, dan Zaid bin Aslam adalah hali tafsir Al-Quran di Madinah, yang berguru kepada Ubay bin Ka'ab; dan
Ketiga, Al-Hasan Al-Bashriy, dan Amir Al-Sya'bi adalah ahi tafsir Al-Quran di Irak, yang berguru kepada 'Abdullah bin Mas'ud.
“Tafsir bil Ma’tsur” adalah tafsir terhadap ayat-ayat Al-Quran dengan menggabungkan penafsiran Nabi Muhammad, penafsiran para sahabat (generasi sezaman dengan Nabi), dan penafsiran para tabiin (generasi sesudah Nabi), inilah yang disebut Tafsir Al-Quran periode pertama.
Tafsir periode pertama berakhir bersamaan dengan berakhirnya zaman para tabiin (generasi setelah zaman Nabi) yaitu sekitar tahun 150 Hijriah, dan tahun 150 Hijriah adalah masuk periode kedua perkembangan tafsir Al-Quran.
Pada periode kedua, yaitu sejak tahun 150 Hijriah, bermunculan banyak hadis yang dikatakan berasal dari Nabi, termasuk hadis lemah dan palsu dalam masyarakat, bersamaan dengan perubahan sosial yang pesat, maka muncullah beberapa masalah yang belum pernah terjadi pada zaman Nabi Muhammad, para sahabat (generasi sezaman dengan Nabi Muhammad), dan para tabiin (generasi setelah zaman Nabi).
Pada mulanya usaha penafsiran ayat Al-Quran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah bahasa serta arti yang dikandung oleh satu kosakata, tetapi sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, maka bertambah besar peranan akal dan ijtihad dalam penafsiran ayat AlQuran, sehingga bermunculan berbagai kitab dan penafsiran yang beraneka ragam coraknya.
Keragaman tersebut ditunjang oleh Al-Quran, yang dikatakan oleh para ulama, “Al-Quran bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda, apabila orang lain memandangnya, maka dia akan melihat sesuatu yang berbeda dari yang kita lihat.”
Para ulama menulis, “Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas, kesan yang diberikan oleh ayat Al-Quran tentang pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak, tetapi ayat Al-Quran selalu terbuka untuk interpretasi baru, dan tidak pernah tertutup dalam interpretasi tunggal”.
Beberapa corak penafsiran ayat Al-Quran adalah berikut ini.
Yang pertama, Tafsir Al-Quran corak sastra bahasa. Yang timbul karena banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, dan karena kelemahan orang Arab dalam bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Quran dalam bidang sastra.
Yang kedua, Tafsir Al-Quran corak filsafat dan teologi. Yaitu karena penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi masyarakat, dan karena masuknya orang non-Muslim ke dalam Islam, yang dengan sadar atau tanpa sadar masih mempercayai beberapa hal dari keyakinan lama mereka, yang semuanya menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tecermin dalam penafsiran mereka.
Yang ketiga, Tafsir Al-Quran corak penafsiran ilmiah. Yaitu karena kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat Al-Quran yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Yang keempat, Tafsir Al-Quran corak fiqih atau hokum. Yaitu karena berkembangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum dalam Al-Quran.
Yang kelima, Tafsir Al-Quran corak tasawuf. Yaitu karena timbulnya gerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.
Yang keenam, Tafsir Al-Quran sastra budaya masyarakat. Yakni corak tafsir yang menjelaskan petunjuk ayat Al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, dan usaha mengatasi penyakit masyarakat dengan menampilkan petunjuk Al-Quran dengan bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment