PENGERTIAN GAIB MENURUT GUS BAHA’
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah
ke-2) ayat 1-4.
الم
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا
رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ
يُوقِنُونَ
Alif
Laam Miim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang
gaib, yang mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka, dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu
(Muhammad) dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat.
Ketika membahas ayat “Alladziina yukminuuna bil ghaibi” (yaitu orang-orang yang
beriman dengan yang gaib), Gus Baha menjelaskan panjang lebar kata “gaib”.
Menurut Gus Baha, kata “gaib” dalam Al-Quran berbeda dengan yang
sudah mashur di Indonesia.
Gus Baha’ menjelaskan bahwa “gaib” bukan seperti dalam bahasa
Indonesia.
Misalnya setan atau hantu yang selalu diidentikkan dengan gaib.
Dalam bahasa Arab, kata “gaib” adalah “lawan
kata dari sesuatu yang bisa disaksikan dengan indra manusia.”
Kita orang mukmin beriman kalau surga itu ada, tetapi kita tak
pernah melihat surga.
Orang mukmin tak pernah melihat neraka, tetapi yakin bahwa
neraka itu ada.
Ini sesuatu yang tidak bisa dilihat mata dan tak pernah disentuh
oleh tangan kita,” jelas Gus Baha.
Sesuatu yang gaib ini dipercaya eksistensinya dengan syarat
sesuatu itu manshus.
Maksudnya secara eksplisit hal-hal gaib itu disebutkan dalam Al-Quran
dan hadis.
Misalnya tentang surga dan neraka.
Gus Baha menjelaskan bahwa Allah bukan zat yang gaib seperti
penjelasan para sufi.
Meskipun para ulama berbeda pendapat.
Bagi sufi, Allah tidak bisa dikatakan sebagai gaib, karena Allah
itu jelas adanya.
Dalam asmaul husna, Allah
disebut juga dengan “Ad-Dhahir” (Zat Yang
Sangat Jelas)
Contohnya begini, orang yang melihat mobil mewah dan pesawat terbang
canggih, pasti yakin pembuatnya orang yang hebat.
Kita tidak perlu ketemu atau melihat pembuat pesawatnya.
Tetapi kita sudah langsung yakin bahwa yang membuat pesawat itu
pasti orang hebat.
Tanpa ada keraguan.
Akal kita pasti meyakini itu,” tutur Gus Baha.
Pembuatan pesawat terbang canggih, dapat dijadikan
model cara berpikir untuk mengetahui Tuhan.
“Nah, kita melihat langit, bumi, matahari,
semuanya tertata rapi.”
Air dengan segala fungsinya, tanaman, oksigen
dan lain-lainnya.
Meskipun kita tidak pernah melihat Tuhan, akal
dan nulari kita pasti mengatakan bahwa yang membuatnya adalah Zat yang Super
Bijak dan Super Bjaksana.
Sehingga di dalam “asmaul husna”, Allah disebut dengan ad-Dhahir.
Ad-Dhahir artinya Zat Yang Sangat Jelas.
Nah, alam raya ini, kata Gus Baha, disebut
sebagai bukti eksistensi Tuhan.
Sehingga kata gaib yang bisa dijadikan contoh
adalah neraka dan surga.
Gus Baha menyebutkan, Imam Sibawayh pakar ilmu
nahwu mengatakan a’raful ma’aarif, Allah.
Artinya di alam semesta ini yang paling mudah
dikenali adalah Allah.
Misalnya, kita hidup sendirian di hutan.
Kemudian kita mulai punya akal, kita mungkin
tidak tahu diri kita ini siapa.
1. Tetaapi kita akan
menyimpulkan bahwa kita tidak bisa menciptakan diri kita sendiri.
Sehingga kita mengambil kesimpulan, pasti ada
yang menciptakan.
Maka, sifat pencipta ini dikenalkan
pertama kali kepada Rasulullah, yaitu “Iqra’ bismi rabbikalladzii khalaq”.
Muhammad, bacalah dengan menyebut
nama Tuhanmu!
Sifat sebagai Pencipta ini agar dikenalkan
kepada umat-Nya.
Sifat Tuhan yang paling mudah dikenali adalah
sifat Pencipta.
Manusia pada satu waktu pasti akan berpikir.
Siapa yang mampu menciptakan bumi, langit, matahari, alam
semesta, dan isinya yang semuanya sempurna, teratur, dan presisi, kalau bukan Zat
yang Maha Pencipta?
(Sumber: internet Gus Baha’)
0 comments:
Post a Comment