Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Wednesday, August 2, 2017

164. MAUDHUI

TAFSIR AL-QURAN METODE “MAUDHUI”(TEMATIK)
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik.
      Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
      Tafsir Metode “Maudhui” yaitu suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surat yang memiliki  tema yang sama, sehingga mengarah kepada pengertian dan tujuan yang sama.
      Para ulama memberikan urutan langkah dalam menafsirkan ayat Al-Quran dengan  Metode “Maudhui” atau Tematik.
      Pertama, Menetapkan tema, topik, atau masalah yang akan dibahas. Kedua,   Menghimpun ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema, topik, atau masalah yang dibahas.
      Ketiga, Menyusun runtutan ayat Al-Quran sesuai waktu turunnya, dan “asbabun nuzulnya” atau penyebab turunnya. Keempat, Memahami korelasi ayat Al-Quran dalam surahnya. Kelima, Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna atau “outline”.
      Keenam, Melengkapi pembahasan dengan hadis yang relevan dengan tema atau pokok bahasan. Ketujuh, Mempelajari ayat Al-Quran secara keseluruhan dengan menghimpun ayat  yang mempunyai pengertian sama.
      Kedelapan, mengkompromikan ayat Al-Quran yang “am” (umum) dan yang “khash” (khusus), ayat yang “mutlak” dan “muqayyad” (terikat), atau ayat yang pada lahirnya bertentangan, sehingga  bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
      Keunggulan Tafsir Metode “Maudhui”. Pertama, menghindari problem atau kelemahan metode lain. Kedua, menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran atau dengan hadis Nabi yang merupakan cara terbaik dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
      Ketiga, kesimpulan yang dihasilkan gampang dipahami. Karena membawa kepada petunjuk Al-Quran, tanpa pembahasan yang bertele-tele.
      Keempat, dapat membuktikan Al-Quran memberikan pedoman dalam mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.
    Kelima, bisa membuktikan dan menunjukkan keistimewaan Al-Quran. Keenam, menunjukkan tidak ada ayat Al-Quran yang saling bertentangan. Ketujuh, Membuktikan Al-Quran sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

164. MAUDHUI

TAFSIR AL-QURAN METODE “MAUDHUI”(TEMATIK)
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik.
      Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
      Tafsir Metode “Maudhui” yaitu suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surat yang memiliki  tema yang sama, sehingga mengarah kepada pengertian dan tujuan yang sama.
      Para ulama memberikan urutan langkah dalam menafsirkan ayat Al-Quran dengan  Metode “Maudhui” atau Tematik.
      Pertama, Menetapkan tema, topik, atau masalah yang akan dibahas. Kedua,   Menghimpun ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema, topik, atau masalah yang dibahas.
      Ketiga, Menyusun runtutan ayat Al-Quran sesuai waktu turunnya, dan “asbabun nuzulnya” atau penyebab turunnya. Keempat, Memahami korelasi ayat Al-Quran dalam surahnya. Kelima, Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna atau “outline”.
      Keenam, Melengkapi pembahasan dengan hadis yang relevan dengan tema atau pokok bahasan. Ketujuh, Mempelajari ayat Al-Quran secara keseluruhan dengan menghimpun ayat  yang mempunyai pengertian sama.
      Kedelapan, mengkompromikan ayat Al-Quran yang “am” (umum) dan yang “khash” (khusus), ayat yang “mutlak” dan “muqayyad” (terikat), atau ayat yang pada lahirnya bertentangan, sehingga  bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
      Keunggulan Tafsir Metode “Maudhui”. Pertama, menghindari problem atau kelemahan metode lain. Kedua, menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran atau dengan hadis Nabi yang merupakan cara terbaik dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
      Ketiga, kesimpulan yang dihasilkan gampang dipahami. Karena membawa kepada petunjuk Al-Quran, tanpa pembahasan yang bertele-tele.
      Keempat, dapat membuktikan Al-Quran memberikan pedoman dalam mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.
    Kelima, bisa membuktikan dan menunjukkan keistimewaan Al-Quran. Keenam, menunjukkan tidak ada ayat Al-Quran yang saling bertentangan. Ketujuh, Membuktikan Al-Quran sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

164. MAUDHUI

TAFSIR AL-QURAN METODE “MAUDHUI”(TEMATIK)
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik.
      Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
      Tafsir Metode “Maudhui” yaitu suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surat yang memiliki  tema yang sama, sehingga mengarah kepada pengertian dan tujuan yang sama.
      Para ulama memberikan urutan langkah dalam menafsirkan ayat Al-Quran dengan  Metode “Maudhui” atau Tematik.
      Pertama, Menetapkan tema, topik, atau masalah yang akan dibahas. Kedua,   Menghimpun ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema, topik, atau masalah yang dibahas.
      Ketiga, Menyusun runtutan ayat Al-Quran sesuai waktu turunnya, dan “asbabun nuzulnya” atau penyebab turunnya. Keempat, Memahami korelasi ayat Al-Quran dalam surahnya. Kelima, Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna atau “outline”.
      Keenam, Melengkapi pembahasan dengan hadis yang relevan dengan tema atau pokok bahasan. Ketujuh, Mempelajari ayat Al-Quran secara keseluruhan dengan menghimpun ayat  yang mempunyai pengertian sama.
      Kedelapan, mengkompromikan ayat Al-Quran yang “am” (umum) dan yang “khash” (khusus), ayat yang “mutlak” dan “muqayyad” (terikat), atau ayat yang pada lahirnya bertentangan, sehingga  bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
      Keunggulan Tafsir Metode “Maudhui”. Pertama, menghindari problem atau kelemahan metode lain. Kedua, menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran atau dengan hadis Nabi yang merupakan cara terbaik dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
      Ketiga, kesimpulan yang dihasilkan gampang dipahami. Karena membawa kepada petunjuk Al-Quran, tanpa pembahasan yang bertele-tele.
      Keempat, dapat membuktikan Al-Quran memberikan pedoman dalam mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.
    Kelima, bisa membuktikan dan menunjukkan keistimewaan Al-Quran. Keenam, menunjukkan tidak ada ayat Al-Quran yang saling bertentangan. Ketujuh, Membuktikan Al-Quran sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

164. MAUDHUI

TAFSIR AL-QURAN METODE “MAUDHUI”(TEMATIK)
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik.
      Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
      Tafsir Metode “Maudhui” yaitu suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surat yang memiliki  tema yang sama, sehingga mengarah kepada pengertian dan tujuan yang sama.
      Para ulama memberikan urutan langkah dalam menafsirkan ayat Al-Quran dengan  Metode “Maudhui” atau Tematik.
      Pertama, Menetapkan tema, topik, atau masalah yang akan dibahas. Kedua,   Menghimpun ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema, topik, atau masalah yang dibahas.
      Ketiga, Menyusun runtutan ayat Al-Quran sesuai waktu turunnya, dan “asbabun nuzulnya” atau penyebab turunnya. Keempat, Memahami korelasi ayat Al-Quran dalam surahnya. Kelima, Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna atau “outline”.
      Keenam, Melengkapi pembahasan dengan hadis yang relevan dengan tema atau pokok bahasan. Ketujuh, Mempelajari ayat Al-Quran secara keseluruhan dengan menghimpun ayat  yang mempunyai pengertian sama.
      Kedelapan, mengkompromikan ayat Al-Quran yang “am” (umum) dan yang “khash” (khusus), ayat yang “mutlak” dan “muqayyad” (terikat), atau ayat yang pada lahirnya bertentangan, sehingga  bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
      Keunggulan Tafsir Metode “Maudhui”. Pertama, menghindari problem atau kelemahan metode lain. Kedua, menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran atau dengan hadis Nabi yang merupakan cara terbaik dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
      Ketiga, kesimpulan yang dihasilkan gampang dipahami. Karena membawa kepada petunjuk Al-Quran, tanpa pembahasan yang bertele-tele.
      Keempat, dapat membuktikan Al-Quran memberikan pedoman dalam mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.
    Kelima, bisa membuktikan dan menunjukkan keistimewaan Al-Quran. Keenam, menunjukkan tidak ada ayat Al-Quran yang saling bertentangan. Ketujuh, Membuktikan Al-Quran sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

164. MAUDHUI

TAFSIR AL-QURAN METODE “MAUDHUI”(TEMATIK)
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik.
      Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
      Tafsir Metode “Maudhui” yaitu suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surat yang memiliki  tema yang sama, sehingga mengarah kepada pengertian dan tujuan yang sama.
      Para ulama memberikan urutan langkah dalam menafsirkan ayat Al-Quran dengan  Metode “Maudhui” atau Tematik.
      Pertama, Menetapkan tema, topik, atau masalah yang akan dibahas. Kedua,   Menghimpun ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema, topik, atau masalah yang dibahas.
      Ketiga, Menyusun runtutan ayat Al-Quran sesuai waktu turunnya, dan “asbabun nuzulnya” atau penyebab turunnya. Keempat, Memahami korelasi ayat Al-Quran dalam surahnya. Kelima, Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna atau “outline”.
      Keenam, Melengkapi pembahasan dengan hadis yang relevan dengan tema atau pokok bahasan. Ketujuh, Mempelajari ayat Al-Quran secara keseluruhan dengan menghimpun ayat  yang mempunyai pengertian sama.
      Kedelapan, mengkompromikan ayat Al-Quran yang “am” (umum) dan yang “khash” (khusus), ayat yang “mutlak” dan “muqayyad” (terikat), atau ayat yang pada lahirnya bertentangan, sehingga  bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
      Keunggulan Tafsir Metode “Maudhui”. Pertama, menghindari problem atau kelemahan metode lain. Kedua, menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran atau dengan hadis Nabi yang merupakan cara terbaik dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
      Ketiga, kesimpulan yang dihasilkan gampang dipahami. Karena membawa kepada petunjuk Al-Quran, tanpa pembahasan yang bertele-tele.
      Keempat, dapat membuktikan Al-Quran memberikan pedoman dalam mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.
    Kelima, bisa membuktikan dan menunjukkan keistimewaan Al-Quran. Keenam, menunjukkan tidak ada ayat Al-Quran yang saling bertentangan. Ketujuh, Membuktikan Al-Quran sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

164. MAUDHUI

TAFSIR AL-QURAN METODE “MAUDHUI”(TEMATIK)
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Tafsir Al-Quran Metode “Maudhui” atau Metode Tematik.
      Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
      Tafsir Metode “Maudhui” yaitu suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surat yang memiliki  tema yang sama, sehingga mengarah kepada pengertian dan tujuan yang sama.
      Para ulama memberikan urutan langkah dalam menafsirkan ayat Al-Quran dengan  Metode “Maudhui” atau Tematik.
      Pertama, Menetapkan tema, topik, atau masalah yang akan dibahas. Kedua,   Menghimpun ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema, topik, atau masalah yang dibahas.
      Ketiga, Menyusun runtutan ayat Al-Quran sesuai waktu turunnya, dan “asbabun nuzulnya” atau penyebab turunnya. Keempat, Memahami korelasi ayat Al-Quran dalam surahnya. Kelima, Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna atau “outline”.
      Keenam, Melengkapi pembahasan dengan hadis yang relevan dengan tema atau pokok bahasan. Ketujuh, Mempelajari ayat Al-Quran secara keseluruhan dengan menghimpun ayat  yang mempunyai pengertian sama.
      Kedelapan, mengkompromikan ayat Al-Quran yang “am” (umum) dan yang “khash” (khusus), ayat yang “mutlak” dan “muqayyad” (terikat), atau ayat yang pada lahirnya bertentangan, sehingga  bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
      Keunggulan Tafsir Metode “Maudhui”. Pertama, menghindari problem atau kelemahan metode lain. Kedua, menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran atau dengan hadis Nabi yang merupakan cara terbaik dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
      Ketiga, kesimpulan yang dihasilkan gampang dipahami. Karena membawa kepada petunjuk Al-Quran, tanpa pembahasan yang bertele-tele.
      Keempat, dapat membuktikan Al-Quran memberikan pedoman dalam mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.
    Kelima, bisa membuktikan dan menunjukkan keistimewaan Al-Quran. Keenam, menunjukkan tidak ada ayat Al-Quran yang saling bertentangan. Ketujuh, Membuktikan Al-Quran sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

Tuesday, August 1, 2017

163. KOREL

KORELASI AL-QURAN DENGAN SAINS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern.
     Korelasi merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat. Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat antara Al-Quran dengan sains modern.
      Sains ialah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uiji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesautu yang sedang diselidiki, dan dipelajari. Sains merupakan ilmu pengetahuan pada umumnya.
     Menurut para ulama  Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern minimal dua hal pokok. Yaitu Al-Quran mendorong kemajuan sains dan isyarat ilmiah tentang fenomena alam semesta yang terdapat di dalamnya.
      Korelasi pertama, Al-Quran mendorong kemajuan sains dan teknologi serta tidak menghambat perkembangannya.
      Hubungan antara Al-Quran dengan sains dan teknologi bukan dinilai dari banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi apakah terdapat ayat Al-Quran atau jiwa ayat Al-Quran yang menghalangi ilmu pengetahuan?
      Kemajuan sains dan teknologi tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh terhadap kemajuannya.
      Sejarah membuktikan Galileo, ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya, tidak mendapatkan tantangan dari suatu lembaga ilmiah, tetapi menghadapi permusuhan  dari masyarakat sekitarnya berdasarkan kepercayaan agama. Galileo menjadi korban penemuannya sendiri.
     Dalam Al-Quran ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Banyak ayat Al-Quran yang menganjurkan agar umat manusia menggunakan  penalaran dan akal pikiran.
      Al-Quran menjelaskan faktor yang menghambat kemajuan sains dan teknologi. Yaitu subjektivitas, dugaan tidak beralasan, dan bergegas mengambil kesimpulan.
      Al-Quran Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 78. “Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran.”
      Al-Quran Al-A’raf, surah ke-7 ayat 79. “Maka shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat”.
      Al-Quran melarang “taqlid” atau mengikuti pemimpin tanpa dasar. Al-Quran surah ke-33 ayat 67.
     “Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”.
      Al-Quran melarang dugaan tidak beralasan. Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 36.
      “Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
      Al-Quran melarang tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 37.
      “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Kamu jangan minta kepada-Ku mendatangkan dengan segera”.
      Al-Quran melarang bersikap angkuh dan enggan menerima kebenaran. Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 146.
      “Aku akan memalingkan orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Apabila melihat ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Jika melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian karena mereka mendustakan ayat Kami dan selalu lalai daripadanya”.
      Al-Quran melarang megambil keputusan sebelum memahami masalahnya. Al-Quran surah Al-Isra’, surah ke-17 ayat 36.
     “Kamu jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 17. “Kewajiban kami hanya menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
     Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 39. “Bahkan sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang penjelasannya. Demikian orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran melarang menilai sesuatu karena faktor eksternal, meskipun  dalam pribadi tokoh yang paling mulia, seperti Nabi Muhammad.
     Ayat Al-Quran semacam ini mewujudkan iklim perkembangan sains dan teknologi yang melahirkan pemikir dan ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
      Korelasi kedua, isyarat ilmiah yang tersebar dalam ayat Al-Quran berbicara tentang alam semesta dan fenomenanya.
      Sebagian isyarat ilmiah telah diketahui masyarakat Arab pada zaman Nabi. Tetapi, isyarat yang mereka ketahui masih sangat terbatas.
     Paling sedikit terdapat tiga hal pokok pembicaraan Al-Quran tentang alam semesta dan fenomenanya.
     Pertama, Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan manusia  memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Allah.
     Tersirat pengertian manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum yang mengatur fenomena alam, tetapi pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak.
      Kedua, Alam semesta dan hukum yang diisyaratkan diciptakan, dimiliki, dan diatur dengan ketetapan Allah yang amat teliti dan presisi. Presisi adalah ketepatan dan ketelitian yang sangat luar biasa.
     Hal ini menunjukkan alam semesta dan semua elemen tidak boleh disembah, serta manusia dapat membuat kesimpulan tentang hukum alam, yaitu aturan bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam semesta.
      Ketiga, Redaksi yang digunakan Al-Quran dalam uraiannya tentang alam semesta dan fenomenanya bersifat singkat, teliti dan padat. Sehingga pemahaman dan  penafsiran maksud redaksinya bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.
      Butir ketiga menunjukkan beberapa prinsip pokok. Pertama, Setiap umat manusia  wajib mempelajari dan memahami kitab suci yang diyakininya. Tetapi, bukan berarti setiap orang bebas menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat yang dibutuhkan. 
     Kedua, Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk orang Arab pada zaman Nabi, tetapi untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut menggunakan akal pikirannya.
     Ketiga, umat manusia harus berpikir modern, sesuai kemajuan zaman.  Tetapi bukan berarti setiap orang menafsirkan Al-Quran secara spekulatif dan terlepas dari kaidah penafsiran yang telah disepakati para ahli. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

163. KOREL

KORELASI AL-QURAN DENGAN SAINS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern.
     Korelasi merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat. Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat antara Al-Quran dengan sains modern.
      Sains ialah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uiji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesautu yang sedang diselidiki, dan dipelajari. Sains merupakan ilmu pengetahuan pada umumnya.
     Menurut para ulama  Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern minimal dua hal pokok. Yaitu Al-Quran mendorong kemajuan sains dan isyarat ilmiah tentang fenomena alam semesta yang terdapat di dalamnya.
      Korelasi pertama, Al-Quran mendorong kemajuan sains dan teknologi serta tidak menghambat perkembangannya.
      Hubungan antara Al-Quran dengan sains dan teknologi bukan dinilai dari banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi apakah terdapat ayat Al-Quran atau jiwa ayat Al-Quran yang menghalangi ilmu pengetahuan?
      Kemajuan sains dan teknologi tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh terhadap kemajuannya.
      Sejarah membuktikan Galileo, ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya, tidak mendapatkan tantangan dari suatu lembaga ilmiah, tetapi menghadapi permusuhan  dari masyarakat sekitarnya berdasarkan kepercayaan agama. Galileo menjadi korban penemuannya sendiri.
     Dalam Al-Quran ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Banyak ayat Al-Quran yang menganjurkan agar umat manusia menggunakan  penalaran dan akal pikiran.
      Al-Quran menjelaskan faktor yang menghambat kemajuan sains dan teknologi. Yaitu subjektivitas, dugaan tidak beralasan, dan bergegas mengambil kesimpulan.
      Al-Quran Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 78. “Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran.”
      Al-Quran Al-A’raf, surah ke-7 ayat 79. “Maka shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat”.
      Al-Quran melarang “taqlid” atau mengikuti pemimpin tanpa dasar. Al-Quran surah ke-33 ayat 67.
     “Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”.
      Al-Quran melarang dugaan tidak beralasan. Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 36.
      “Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
      Al-Quran melarang tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 37.
      “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Kamu jangan minta kepada-Ku mendatangkan dengan segera”.
      Al-Quran melarang bersikap angkuh dan enggan menerima kebenaran. Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 146.
      “Aku akan memalingkan orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Apabila melihat ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Jika melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian karena mereka mendustakan ayat Kami dan selalu lalai daripadanya”.
      Al-Quran melarang megambil keputusan sebelum memahami masalahnya. Al-Quran surah Al-Isra’, surah ke-17 ayat 36.
     “Kamu jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 17. “Kewajiban kami hanya menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
     Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 39. “Bahkan sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang penjelasannya. Demikian orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran melarang menilai sesuatu karena faktor eksternal, meskipun  dalam pribadi tokoh yang paling mulia, seperti Nabi Muhammad.
     Ayat Al-Quran semacam ini mewujudkan iklim perkembangan sains dan teknologi yang melahirkan pemikir dan ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
      Korelasi kedua, isyarat ilmiah yang tersebar dalam ayat Al-Quran berbicara tentang alam semesta dan fenomenanya.
      Sebagian isyarat ilmiah telah diketahui masyarakat Arab pada zaman Nabi. Tetapi, isyarat yang mereka ketahui masih sangat terbatas.
     Paling sedikit terdapat tiga hal pokok pembicaraan Al-Quran tentang alam semesta dan fenomenanya.
     Pertama, Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan manusia  memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Allah.
     Tersirat pengertian manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum yang mengatur fenomena alam, tetapi pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak.
      Kedua, Alam semesta dan hukum yang diisyaratkan diciptakan, dimiliki, dan diatur dengan ketetapan Allah yang amat teliti dan presisi. Presisi adalah ketepatan dan ketelitian yang sangat luar biasa.
     Hal ini menunjukkan alam semesta dan semua elemen tidak boleh disembah, serta manusia dapat membuat kesimpulan tentang hukum alam, yaitu aturan bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam semesta.
      Ketiga, Redaksi yang digunakan Al-Quran dalam uraiannya tentang alam semesta dan fenomenanya bersifat singkat, teliti dan padat. Sehingga pemahaman dan  penafsiran maksud redaksinya bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.
      Butir ketiga menunjukkan beberapa prinsip pokok. Pertama, Setiap umat manusia  wajib mempelajari dan memahami kitab suci yang diyakininya. Tetapi, bukan berarti setiap orang bebas menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat yang dibutuhkan. 
     Kedua, Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk orang Arab pada zaman Nabi, tetapi untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut menggunakan akal pikirannya.
     Ketiga, umat manusia harus berpikir modern, sesuai kemajuan zaman.  Tetapi bukan berarti setiap orang menafsirkan Al-Quran secara spekulatif dan terlepas dari kaidah penafsiran yang telah disepakati para ahli. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

163. KOREL

KORELASI AL-QURAN DENGAN SAINS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern.
     Korelasi merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat. Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat antara Al-Quran dengan sains modern.
      Sains ialah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uiji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesautu yang sedang diselidiki, dan dipelajari. Sains merupakan ilmu pengetahuan pada umumnya.
     Menurut para ulama  Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern minimal dua hal pokok. Yaitu Al-Quran mendorong kemajuan sains dan isyarat ilmiah tentang fenomena alam semesta yang terdapat di dalamnya.
      Korelasi pertama, Al-Quran mendorong kemajuan sains dan teknologi serta tidak menghambat perkembangannya.
      Hubungan antara Al-Quran dengan sains dan teknologi bukan dinilai dari banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi apakah terdapat ayat Al-Quran atau jiwa ayat Al-Quran yang menghalangi ilmu pengetahuan?
      Kemajuan sains dan teknologi tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh terhadap kemajuannya.
      Sejarah membuktikan Galileo, ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya, tidak mendapatkan tantangan dari suatu lembaga ilmiah, tetapi menghadapi permusuhan  dari masyarakat sekitarnya berdasarkan kepercayaan agama. Galileo menjadi korban penemuannya sendiri.
     Dalam Al-Quran ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Banyak ayat Al-Quran yang menganjurkan agar umat manusia menggunakan  penalaran dan akal pikiran.
      Al-Quran menjelaskan faktor yang menghambat kemajuan sains dan teknologi. Yaitu subjektivitas, dugaan tidak beralasan, dan bergegas mengambil kesimpulan.
      Al-Quran Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 78. “Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran.”
      Al-Quran Al-A’raf, surah ke-7 ayat 79. “Maka shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat”.
      Al-Quran melarang “taqlid” atau mengikuti pemimpin tanpa dasar. Al-Quran surah ke-33 ayat 67.
     “Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”.
      Al-Quran melarang dugaan tidak beralasan. Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 36.
      “Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
      Al-Quran melarang tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 37.
      “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Kamu jangan minta kepada-Ku mendatangkan dengan segera”.
      Al-Quran melarang bersikap angkuh dan enggan menerima kebenaran. Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 146.
      “Aku akan memalingkan orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Apabila melihat ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Jika melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian karena mereka mendustakan ayat Kami dan selalu lalai daripadanya”.
      Al-Quran melarang megambil keputusan sebelum memahami masalahnya. Al-Quran surah Al-Isra’, surah ke-17 ayat 36.
     “Kamu jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 17. “Kewajiban kami hanya menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
     Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 39. “Bahkan sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang penjelasannya. Demikian orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran melarang menilai sesuatu karena faktor eksternal, meskipun  dalam pribadi tokoh yang paling mulia, seperti Nabi Muhammad.
     Ayat Al-Quran semacam ini mewujudkan iklim perkembangan sains dan teknologi yang melahirkan pemikir dan ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
      Korelasi kedua, isyarat ilmiah yang tersebar dalam ayat Al-Quran berbicara tentang alam semesta dan fenomenanya.
      Sebagian isyarat ilmiah telah diketahui masyarakat Arab pada zaman Nabi. Tetapi, isyarat yang mereka ketahui masih sangat terbatas.
     Paling sedikit terdapat tiga hal pokok pembicaraan Al-Quran tentang alam semesta dan fenomenanya.
     Pertama, Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan manusia  memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Allah.
     Tersirat pengertian manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum yang mengatur fenomena alam, tetapi pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak.
      Kedua, Alam semesta dan hukum yang diisyaratkan diciptakan, dimiliki, dan diatur dengan ketetapan Allah yang amat teliti dan presisi. Presisi adalah ketepatan dan ketelitian yang sangat luar biasa.
     Hal ini menunjukkan alam semesta dan semua elemen tidak boleh disembah, serta manusia dapat membuat kesimpulan tentang hukum alam, yaitu aturan bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam semesta.
      Ketiga, Redaksi yang digunakan Al-Quran dalam uraiannya tentang alam semesta dan fenomenanya bersifat singkat, teliti dan padat. Sehingga pemahaman dan  penafsiran maksud redaksinya bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.
      Butir ketiga menunjukkan beberapa prinsip pokok. Pertama, Setiap umat manusia  wajib mempelajari dan memahami kitab suci yang diyakininya. Tetapi, bukan berarti setiap orang bebas menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat yang dibutuhkan. 
     Kedua, Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk orang Arab pada zaman Nabi, tetapi untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut menggunakan akal pikirannya.
     Ketiga, umat manusia harus berpikir modern, sesuai kemajuan zaman.  Tetapi bukan berarti setiap orang menafsirkan Al-Quran secara spekulatif dan terlepas dari kaidah penafsiran yang telah disepakati para ahli. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

163. KOREL

KORELASI AL-QURAN DENGAN SAINS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern.
     Korelasi merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat. Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat antara Al-Quran dengan sains modern.
      Sains ialah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uiji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesautu yang sedang diselidiki, dan dipelajari. Sains merupakan ilmu pengetahuan pada umumnya.
     Menurut para ulama  Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern minimal dua hal pokok. Yaitu Al-Quran mendorong kemajuan sains dan isyarat ilmiah tentang fenomena alam semesta yang terdapat di dalamnya.
      Korelasi pertama, Al-Quran mendorong kemajuan sains dan teknologi serta tidak menghambat perkembangannya.
      Hubungan antara Al-Quran dengan sains dan teknologi bukan dinilai dari banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi apakah terdapat ayat Al-Quran atau jiwa ayat Al-Quran yang menghalangi ilmu pengetahuan?
      Kemajuan sains dan teknologi tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh terhadap kemajuannya.
      Sejarah membuktikan Galileo, ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya, tidak mendapatkan tantangan dari suatu lembaga ilmiah, tetapi menghadapi permusuhan  dari masyarakat sekitarnya berdasarkan kepercayaan agama. Galileo menjadi korban penemuannya sendiri.
     Dalam Al-Quran ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Banyak ayat Al-Quran yang menganjurkan agar umat manusia menggunakan  penalaran dan akal pikiran.
      Al-Quran menjelaskan faktor yang menghambat kemajuan sains dan teknologi. Yaitu subjektivitas, dugaan tidak beralasan, dan bergegas mengambil kesimpulan.
      Al-Quran Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 78. “Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran.”
      Al-Quran Al-A’raf, surah ke-7 ayat 79. “Maka shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat”.
      Al-Quran melarang “taqlid” atau mengikuti pemimpin tanpa dasar. Al-Quran surah ke-33 ayat 67.
     “Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”.
      Al-Quran melarang dugaan tidak beralasan. Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 36.
      “Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
      Al-Quran melarang tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 37.
      “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Kamu jangan minta kepada-Ku mendatangkan dengan segera”.
      Al-Quran melarang bersikap angkuh dan enggan menerima kebenaran. Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 146.
      “Aku akan memalingkan orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Apabila melihat ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Jika melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian karena mereka mendustakan ayat Kami dan selalu lalai daripadanya”.
      Al-Quran melarang megambil keputusan sebelum memahami masalahnya. Al-Quran surah Al-Isra’, surah ke-17 ayat 36.
     “Kamu jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 17. “Kewajiban kami hanya menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
     Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 39. “Bahkan sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang penjelasannya. Demikian orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran melarang menilai sesuatu karena faktor eksternal, meskipun  dalam pribadi tokoh yang paling mulia, seperti Nabi Muhammad.
     Ayat Al-Quran semacam ini mewujudkan iklim perkembangan sains dan teknologi yang melahirkan pemikir dan ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
      Korelasi kedua, isyarat ilmiah yang tersebar dalam ayat Al-Quran berbicara tentang alam semesta dan fenomenanya.
      Sebagian isyarat ilmiah telah diketahui masyarakat Arab pada zaman Nabi. Tetapi, isyarat yang mereka ketahui masih sangat terbatas.
     Paling sedikit terdapat tiga hal pokok pembicaraan Al-Quran tentang alam semesta dan fenomenanya.
     Pertama, Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan manusia  memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Allah.
     Tersirat pengertian manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum yang mengatur fenomena alam, tetapi pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak.
      Kedua, Alam semesta dan hukum yang diisyaratkan diciptakan, dimiliki, dan diatur dengan ketetapan Allah yang amat teliti dan presisi. Presisi adalah ketepatan dan ketelitian yang sangat luar biasa.
     Hal ini menunjukkan alam semesta dan semua elemen tidak boleh disembah, serta manusia dapat membuat kesimpulan tentang hukum alam, yaitu aturan bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam semesta.
      Ketiga, Redaksi yang digunakan Al-Quran dalam uraiannya tentang alam semesta dan fenomenanya bersifat singkat, teliti dan padat. Sehingga pemahaman dan  penafsiran maksud redaksinya bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.
      Butir ketiga menunjukkan beberapa prinsip pokok. Pertama, Setiap umat manusia  wajib mempelajari dan memahami kitab suci yang diyakininya. Tetapi, bukan berarti setiap orang bebas menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat yang dibutuhkan. 
     Kedua, Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk orang Arab pada zaman Nabi, tetapi untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut menggunakan akal pikirannya.
     Ketiga, umat manusia harus berpikir modern, sesuai kemajuan zaman.  Tetapi bukan berarti setiap orang menafsirkan Al-Quran secara spekulatif dan terlepas dari kaidah penafsiran yang telah disepakati para ahli. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

163. KOREL

KORELASI AL-QURAN DENGAN SAINS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern.
     Korelasi merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat. Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat antara Al-Quran dengan sains modern.
      Sains ialah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uiji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesautu yang sedang diselidiki, dan dipelajari. Sains merupakan ilmu pengetahuan pada umumnya.
     Menurut para ulama  Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern minimal dua hal pokok. Yaitu Al-Quran mendorong kemajuan sains dan isyarat ilmiah tentang fenomena alam semesta yang terdapat di dalamnya.
      Korelasi pertama, Al-Quran mendorong kemajuan sains dan teknologi serta tidak menghambat perkembangannya.
      Hubungan antara Al-Quran dengan sains dan teknologi bukan dinilai dari banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi apakah terdapat ayat Al-Quran atau jiwa ayat Al-Quran yang menghalangi ilmu pengetahuan?
      Kemajuan sains dan teknologi tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh terhadap kemajuannya.
      Sejarah membuktikan Galileo, ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya, tidak mendapatkan tantangan dari suatu lembaga ilmiah, tetapi menghadapi permusuhan  dari masyarakat sekitarnya berdasarkan kepercayaan agama. Galileo menjadi korban penemuannya sendiri.
     Dalam Al-Quran ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Banyak ayat Al-Quran yang menganjurkan agar umat manusia menggunakan  penalaran dan akal pikiran.
      Al-Quran menjelaskan faktor yang menghambat kemajuan sains dan teknologi. Yaitu subjektivitas, dugaan tidak beralasan, dan bergegas mengambil kesimpulan.
      Al-Quran Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 78. “Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran.”
      Al-Quran Al-A’raf, surah ke-7 ayat 79. “Maka shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat”.
      Al-Quran melarang “taqlid” atau mengikuti pemimpin tanpa dasar. Al-Quran surah ke-33 ayat 67.
     “Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”.
      Al-Quran melarang dugaan tidak beralasan. Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 36.
      “Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
      Al-Quran melarang tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 37.
      “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Kamu jangan minta kepada-Ku mendatangkan dengan segera”.
      Al-Quran melarang bersikap angkuh dan enggan menerima kebenaran. Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 146.
      “Aku akan memalingkan orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Apabila melihat ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Jika melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian karena mereka mendustakan ayat Kami dan selalu lalai daripadanya”.
      Al-Quran melarang megambil keputusan sebelum memahami masalahnya. Al-Quran surah Al-Isra’, surah ke-17 ayat 36.
     “Kamu jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 17. “Kewajiban kami hanya menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
     Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 39. “Bahkan sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang penjelasannya. Demikian orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran melarang menilai sesuatu karena faktor eksternal, meskipun  dalam pribadi tokoh yang paling mulia, seperti Nabi Muhammad.
     Ayat Al-Quran semacam ini mewujudkan iklim perkembangan sains dan teknologi yang melahirkan pemikir dan ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
      Korelasi kedua, isyarat ilmiah yang tersebar dalam ayat Al-Quran berbicara tentang alam semesta dan fenomenanya.
      Sebagian isyarat ilmiah telah diketahui masyarakat Arab pada zaman Nabi. Tetapi, isyarat yang mereka ketahui masih sangat terbatas.
     Paling sedikit terdapat tiga hal pokok pembicaraan Al-Quran tentang alam semesta dan fenomenanya.
     Pertama, Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan manusia  memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Allah.
     Tersirat pengertian manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum yang mengatur fenomena alam, tetapi pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak.
      Kedua, Alam semesta dan hukum yang diisyaratkan diciptakan, dimiliki, dan diatur dengan ketetapan Allah yang amat teliti dan presisi. Presisi adalah ketepatan dan ketelitian yang sangat luar biasa.
     Hal ini menunjukkan alam semesta dan semua elemen tidak boleh disembah, serta manusia dapat membuat kesimpulan tentang hukum alam, yaitu aturan bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam semesta.
      Ketiga, Redaksi yang digunakan Al-Quran dalam uraiannya tentang alam semesta dan fenomenanya bersifat singkat, teliti dan padat. Sehingga pemahaman dan  penafsiran maksud redaksinya bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.
      Butir ketiga menunjukkan beberapa prinsip pokok. Pertama, Setiap umat manusia  wajib mempelajari dan memahami kitab suci yang diyakininya. Tetapi, bukan berarti setiap orang bebas menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat yang dibutuhkan. 
     Kedua, Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk orang Arab pada zaman Nabi, tetapi untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut menggunakan akal pikirannya.
     Ketiga, umat manusia harus berpikir modern, sesuai kemajuan zaman.  Tetapi bukan berarti setiap orang menafsirkan Al-Quran secara spekulatif dan terlepas dari kaidah penafsiran yang telah disepakati para ahli. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

163. KOREL

KORELASI AL-QURAN DENGAN SAINS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern.
     Korelasi merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat. Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat antara Al-Quran dengan sains modern.
      Sains ialah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uiji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesautu yang sedang diselidiki, dan dipelajari. Sains merupakan ilmu pengetahuan pada umumnya.
     Menurut para ulama  Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern minimal dua hal pokok. Yaitu Al-Quran mendorong kemajuan sains dan isyarat ilmiah tentang fenomena alam semesta yang terdapat di dalamnya.
      Korelasi pertama, Al-Quran mendorong kemajuan sains dan teknologi serta tidak menghambat perkembangannya.
      Hubungan antara Al-Quran dengan sains dan teknologi bukan dinilai dari banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi apakah terdapat ayat Al-Quran atau jiwa ayat Al-Quran yang menghalangi ilmu pengetahuan?
      Kemajuan sains dan teknologi tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh terhadap kemajuannya.
      Sejarah membuktikan Galileo, ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya, tidak mendapatkan tantangan dari suatu lembaga ilmiah, tetapi menghadapi permusuhan  dari masyarakat sekitarnya berdasarkan kepercayaan agama. Galileo menjadi korban penemuannya sendiri.
     Dalam Al-Quran ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Banyak ayat Al-Quran yang menganjurkan agar umat manusia menggunakan  penalaran dan akal pikiran.
      Al-Quran menjelaskan faktor yang menghambat kemajuan sains dan teknologi. Yaitu subjektivitas, dugaan tidak beralasan, dan bergegas mengambil kesimpulan.
      Al-Quran Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 78. “Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran.”
      Al-Quran Al-A’raf, surah ke-7 ayat 79. “Maka shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat”.
      Al-Quran melarang “taqlid” atau mengikuti pemimpin tanpa dasar. Al-Quran surah ke-33 ayat 67.
     “Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”.
      Al-Quran melarang dugaan tidak beralasan. Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 36.
      “Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
      Al-Quran melarang tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 37.
      “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Kamu jangan minta kepada-Ku mendatangkan dengan segera”.
      Al-Quran melarang bersikap angkuh dan enggan menerima kebenaran. Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 146.
      “Aku akan memalingkan orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Apabila melihat ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Jika melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian karena mereka mendustakan ayat Kami dan selalu lalai daripadanya”.
      Al-Quran melarang megambil keputusan sebelum memahami masalahnya. Al-Quran surah Al-Isra’, surah ke-17 ayat 36.
     “Kamu jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 17. “Kewajiban kami hanya menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
     Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 39. “Bahkan sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang penjelasannya. Demikian orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran melarang menilai sesuatu karena faktor eksternal, meskipun  dalam pribadi tokoh yang paling mulia, seperti Nabi Muhammad.
     Ayat Al-Quran semacam ini mewujudkan iklim perkembangan sains dan teknologi yang melahirkan pemikir dan ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
      Korelasi kedua, isyarat ilmiah yang tersebar dalam ayat Al-Quran berbicara tentang alam semesta dan fenomenanya.
      Sebagian isyarat ilmiah telah diketahui masyarakat Arab pada zaman Nabi. Tetapi, isyarat yang mereka ketahui masih sangat terbatas.
     Paling sedikit terdapat tiga hal pokok pembicaraan Al-Quran tentang alam semesta dan fenomenanya.
     Pertama, Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan manusia  memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Allah.
     Tersirat pengertian manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum yang mengatur fenomena alam, tetapi pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak.
      Kedua, Alam semesta dan hukum yang diisyaratkan diciptakan, dimiliki, dan diatur dengan ketetapan Allah yang amat teliti dan presisi. Presisi adalah ketepatan dan ketelitian yang sangat luar biasa.
     Hal ini menunjukkan alam semesta dan semua elemen tidak boleh disembah, serta manusia dapat membuat kesimpulan tentang hukum alam, yaitu aturan bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam semesta.
      Ketiga, Redaksi yang digunakan Al-Quran dalam uraiannya tentang alam semesta dan fenomenanya bersifat singkat, teliti dan padat. Sehingga pemahaman dan  penafsiran maksud redaksinya bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.
      Butir ketiga menunjukkan beberapa prinsip pokok. Pertama, Setiap umat manusia  wajib mempelajari dan memahami kitab suci yang diyakininya. Tetapi, bukan berarti setiap orang bebas menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat yang dibutuhkan. 
     Kedua, Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk orang Arab pada zaman Nabi, tetapi untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut menggunakan akal pikirannya.
     Ketiga, umat manusia harus berpikir modern, sesuai kemajuan zaman.  Tetapi bukan berarti setiap orang menafsirkan Al-Quran secara spekulatif dan terlepas dari kaidah penafsiran yang telah disepakati para ahli. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran

163. KOREL

KORELASI AL-QURAN DENGAN SAINS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern? Profesor Quraish Shihab menjelaskan tentang Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern.
     Korelasi merupakan hubungan timbal balik atau sebab akibat. Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat antara Al-Quran dengan sains modern.
      Sains ialah pengetahuan sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uiji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesautu yang sedang diselidiki, dan dipelajari. Sains merupakan ilmu pengetahuan pada umumnya.
     Menurut para ulama  Korelasi antara Al-Quran dengan Sains Modern minimal dua hal pokok. Yaitu Al-Quran mendorong kemajuan sains dan isyarat ilmiah tentang fenomena alam semesta yang terdapat di dalamnya.
      Korelasi pertama, Al-Quran mendorong kemajuan sains dan teknologi serta tidak menghambat perkembangannya.
      Hubungan antara Al-Quran dengan sains dan teknologi bukan dinilai dari banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi apakah terdapat ayat Al-Quran atau jiwa ayat Al-Quran yang menghalangi ilmu pengetahuan?
      Kemajuan sains dan teknologi tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh terhadap kemajuannya.
      Sejarah membuktikan Galileo, ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya, tidak mendapatkan tantangan dari suatu lembaga ilmiah, tetapi menghadapi permusuhan  dari masyarakat sekitarnya berdasarkan kepercayaan agama. Galileo menjadi korban penemuannya sendiri.
     Dalam Al-Quran ditemukan kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Banyak ayat Al-Quran yang menganjurkan agar umat manusia menggunakan  penalaran dan akal pikiran.
      Al-Quran menjelaskan faktor yang menghambat kemajuan sains dan teknologi. Yaitu subjektivitas, dugaan tidak beralasan, dan bergegas mengambil kesimpulan.
      Al-Quran Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 78. “Sesungguhnya Kami telah membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran.”
      Al-Quran Al-A’raf, surah ke-7 ayat 79. “Maka shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanah Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasihat”.
      Al-Quran melarang “taqlid” atau mengikuti pemimpin tanpa dasar. Al-Quran surah ke-33 ayat 67.
     “Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”.
      Al-Quran melarang dugaan tidak beralasan. Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 36.
      “Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
      Al-Quran melarang tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 37.
      “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Kamu jangan minta kepada-Ku mendatangkan dengan segera”.
      Al-Quran melarang bersikap angkuh dan enggan menerima kebenaran. Al-Quran surah Al-A’raf, surah ke-7 ayat 146.
      “Aku akan memalingkan orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda kekuasaan-Ku. Apabila melihat ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Jika melihat jalan yang membawa petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian karena mereka mendustakan ayat Kami dan selalu lalai daripadanya”.
      Al-Quran melarang megambil keputusan sebelum memahami masalahnya. Al-Quran surah Al-Isra’, surah ke-17 ayat 36.
     “Kamu jangan mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 17. “Kewajiban kami hanya menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas”.
     Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 39. “Bahkan sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang penjelasannya. Demikian orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran melarang menilai sesuatu karena faktor eksternal, meskipun  dalam pribadi tokoh yang paling mulia, seperti Nabi Muhammad.
     Ayat Al-Quran semacam ini mewujudkan iklim perkembangan sains dan teknologi yang melahirkan pemikir dan ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.
      Korelasi kedua, isyarat ilmiah yang tersebar dalam ayat Al-Quran berbicara tentang alam semesta dan fenomenanya.
      Sebagian isyarat ilmiah telah diketahui masyarakat Arab pada zaman Nabi. Tetapi, isyarat yang mereka ketahui masih sangat terbatas.
     Paling sedikit terdapat tiga hal pokok pembicaraan Al-Quran tentang alam semesta dan fenomenanya.
     Pertama, Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan manusia  memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Allah.
     Tersirat pengertian manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum yang mengatur fenomena alam, tetapi pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak.
      Kedua, Alam semesta dan hukum yang diisyaratkan diciptakan, dimiliki, dan diatur dengan ketetapan Allah yang amat teliti dan presisi. Presisi adalah ketepatan dan ketelitian yang sangat luar biasa.
     Hal ini menunjukkan alam semesta dan semua elemen tidak boleh disembah, serta manusia dapat membuat kesimpulan tentang hukum alam, yaitu aturan bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam semesta.
      Ketiga, Redaksi yang digunakan Al-Quran dalam uraiannya tentang alam semesta dan fenomenanya bersifat singkat, teliti dan padat. Sehingga pemahaman dan  penafsiran maksud redaksinya bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.
      Butir ketiga menunjukkan beberapa prinsip pokok. Pertama, Setiap umat manusia  wajib mempelajari dan memahami kitab suci yang diyakininya. Tetapi, bukan berarti setiap orang bebas menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat yang dibutuhkan. 
     Kedua, Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk orang Arab pada zaman Nabi, tetapi untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran dan dituntut menggunakan akal pikirannya.
     Ketiga, umat manusia harus berpikir modern, sesuai kemajuan zaman.  Tetapi bukan berarti setiap orang menafsirkan Al-Quran secara spekulatif dan terlepas dari kaidah penafsiran yang telah disepakati para ahli. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran