SELAMAT NATAL MENURUT AL-QURAN
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ucapan Selamat Natal menurut Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 16-34.
• •• • • • • • • • •
“Dan ceritakan (kisah) Maryam dalam Al-Quran, yaitu ketika dia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka dia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka, lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka dia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna”.
“Maryam berkata, “Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanya seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”.
Maryam berkata, “Bagaimana ada bagiku seorang anak laki-laki, sedangkan tidak pernah ada seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan seorang pezina”.
“Jibril berkata, “Demikianlah”. Tuhanmu berfirman, “Hal itu adalah mudah bagi-Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan”.
“Maka Maryam mengandungnya, lalu dia menyisihkan diri dengan kandungannya ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa dia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dan berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”.
“Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu, dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Apabila kamu melihat seorang manusia, maka katakan, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”.
“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya, kaumnya berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu bukan seorang yang jahat dan ibumu bukan seorang pezina”,
“Maka Maryam menunjuk kepada anaknya, mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?” Berkata Isa, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, dan Allah memberiku Al-Kitab (Injil) dan menjadikanku seorang Nabi, dan Allah menjadikanku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Allah memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup, dan berbakti kepada ibuku, dan Allah tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, aku meninggal dan aku dibangkitkan hidup kembali”. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantahan tentang kebenarannya”.
Demikian, cuplikan kisah kelahiran atau natal Nabi Isa dalam Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 16-34, yang menjelaskan bahwa Al-Quran mengabadikan dan merestui ucapan selamat natal pertama untuk Nabi Isa.
Al-Quran telah memberikan contoh memberikan salam kepada Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga Ilyas, dan para nabi lainnya.
Setiap umat Islam harus yakin dan percaya kepada Nabi Isa, dan harus yakin dan percaya kepada Nabi Muhammad, karena keduanya adalah hamba dan utusan Allah.
Kita memohonkan curahan selawat dan salam untuk mereka berdua sebagaimana kita mohonkan untuk seluruh para nabi dan rasul.
Nabi Muhammad merayakan hari keselamatan Nabi Musa dari gangguan Raja Fir’aun dengan berpuasa Asyura, Nabi bersabda, “Umat Islam lebih wajar merayakannya daripada orang Yahudi pengikut Nabi Musa”.
Nabi bersabda, “Para Nabi adalah bersaudara hanya ibunya yang berbeda, dan seluruh umat manusia adalah bersaudara”.
Nabi Isa menunjuk dirinya sebagai seorang “anak manusia”, sedangkan Nabi Muhammad bersabda, “Aku seorang manusia biasa, seperti kalian, yang mendapat wahyu dari Allah”.
Ketika ada orang yang mengira anaknya meninggal, Nabi Isa menyembuhkannya dan berkata, “Dia tidak mati, tetapi tidur”. Ketika terjadi gerhana matahari pada hari wafatnya putra Nabi Muhammad, orang-orang berkata, “Matahari mengalami gerhana karena kematian putra Nabi Muhammad”. Nabi bersabda, “Matahari tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seorang.”
Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 64.
“Katakan, “Hai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami denganmu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Allah dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Apabila mereka berpaling, maka katakan kepada mereka, “Saksikan, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
Sebagian ulama MEMBOLEHKAN mengucapkan selamat natal dan menghadiri perayaan natal, asalkan bukan acara ritual agama Kristen, dengan tujuan agar kerukunan umat beragama di Indonesia tetap terjaga.
Sebagian ulama MELARANG mengucapkan selamat natal dan berdosa apabila kesucian akidah dikorbankan dan ternodai atas nama kerukunan umat beragama.
Teks keagamaan yang berkaitan dengan akidah sangat jelas, hal itu untuk menghindari kerancuan dan kesalahpahaman. Al-Quran tidak menggunakan satu kata yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, sehingga dapat terjamin bahwa kata atau kalimat itu, tidak disalahpahami.
Misalnya, kata “Allah”, tidak digunakan oleh Al-Quran, ketika pengertian semantiknya yang dipahami masyarakat jahiliah belum sesuai dengan yang dikehendaki Islam.
Semantik adalah ilmu tentang makna kata dan kalimat atau pengetahuan tentang seluk-beluk pergeseran arti kata.
Kata yang digunakan sebagai ganti “Allah” pada zaman jahiliah adalah “Rabbuka” artinya “Tuhanmu, Hai Muhammad”.
Demikian terlihat pada wahyu pertama hingga surah Al-Ikhlas, dan Nabi Muhammad sering menguji pemahaman umat tentang Tuhan, tetapi Nabi tidak pernah bertanya, “Di manakah Tuhan berada?”.
Redaksi “Di manakah Allah berada?” bisa menimbulkan kesan keberadaan Allah pada satu tempat tertentu, suatu hal yang mustahil bagi Allah.
Dengan alasan serupa, para ulama enggan menggunakan kata “ada” bagi Allah, tetapi para ulama menggunakan “wujud Allah”.
Hari Natal, meskipun berkaitan dengan Nabi Isa Al-Masih, manusia agung dan suci, tetapi hari natal yang dirayakan oleh umat Kristen yang berkeyakinan terhadap Nabi Isa berbeda dengan keyakinan Islam.
Oleh karena itu, orang Islam yang mengucapkan, “Selamat Natal”, atau menghadiri perayaan Hari Natal bisa menimbulkan kesalahpahaman dan dapat merusak akidah Islam.
Karena dapat dipahami orang Islam mengakui ketuhanan Nabi Isa Al-Masih, suatu keyakinan yang bertentangan dengan akidah Islam. Kemudian muncul larangan dan fatwa ulama bahwa haram bagi umat Islam untuk mengucapkan “Selamat Natal” atau menghadiri perayaan Hari Natal.
Bahkan semua kegiatan yang berkaitan dengan Hari Natal adalah haram, termasuk bisnis berjual beli segala keperluan Hari Natal adalah haram.
Larangan mengucapkan selamat natal dan menghadiri perayaan natal muncul karena para ulama ingin menjaga akidah umat Islam agar tidak rusak dan bercampur dengan akidah agama Krisiten.
Sebagian ulama berpendapat apabila akidah seseorang tidak menjadi rusak dan tidak bercampur dengan keyakinan agama Kristen, maka orang tersebut boleh saja mengucapkan selamat natal kepada temannya yang beragama Kristen.
Mengapa ada ulama yang membolehkan orang Islam mengucapkan selamat natal kepada temannya yang beragama Kristen? Jawabnya adalah, “Karena orang Islam tersebut mengucapkan selamat natal untuk Nabi Isa sebagai utusan Allah yang mulia, bukan untuk Nabi Isa sebagai tuhan atau anak tuhan”.
Setiap orang boleh bertindak atas keyakinanya sendiri, dan masing-masing orang akan bertanggungjawab di akhirat kelak.
“Katakan, “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi?” Katakan,”Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakan, “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
Organisasi Profesi Guru
Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.
Tema Gambar Slide 2
Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.
Tema Gambar Slide 3
Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.
Monday, September 4, 2017
242. NATAL
242. NATAL
SELAMAT NATAL MENURUT AL-QURAN
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ucapan Selamat Natal menurut Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 16-34.
• •• • • • • • • • •
“Dan ceritakan (kisah) Maryam dalam Al-Quran, yaitu ketika dia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka dia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka, lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka dia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna”.
“Maryam berkata, “Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanya seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”.
Maryam berkata, “Bagaimana ada bagiku seorang anak laki-laki, sedangkan tidak pernah ada seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan seorang pezina”.
“Jibril berkata, “Demikianlah”. Tuhanmu berfirman, “Hal itu adalah mudah bagi-Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan”.
“Maka Maryam mengandungnya, lalu dia menyisihkan diri dengan kandungannya ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa dia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dan berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”.
“Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu, dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Apabila kamu melihat seorang manusia, maka katakan, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”.
“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya, kaumnya berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu bukan seorang yang jahat dan ibumu bukan seorang pezina”,
“Maka Maryam menunjuk kepada anaknya, mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?” Berkata Isa, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, dan Allah memberiku Al-Kitab (Injil) dan menjadikanku seorang Nabi, dan Allah menjadikanku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Allah memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup, dan berbakti kepada ibuku, dan Allah tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, aku meninggal dan aku dibangkitkan hidup kembali”. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantahan tentang kebenarannya”.
Demikian, cuplikan kisah kelahiran atau natal Nabi Isa dalam Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 16-34, yang menjelaskan bahwa Al-Quran mengabadikan dan merestui ucapan selamat natal pertama untuk Nabi Isa.
Al-Quran telah memberikan contoh memberikan salam kepada Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga Ilyas, dan para nabi lainnya.
Setiap umat Islam harus yakin dan percaya kepada Nabi Isa, dan harus yakin dan percaya kepada Nabi Muhammad, karena keduanya adalah hamba dan utusan Allah.
Kita memohonkan curahan selawat dan salam untuk mereka berdua sebagaimana kita mohonkan untuk seluruh para nabi dan rasul.
Nabi Muhammad merayakan hari keselamatan Nabi Musa dari gangguan Raja Fir’aun dengan berpuasa Asyura, Nabi bersabda, “Umat Islam lebih wajar merayakannya daripada orang Yahudi pengikut Nabi Musa”.
Nabi bersabda, “Para Nabi adalah bersaudara hanya ibunya yang berbeda, dan seluruh umat manusia adalah bersaudara”.
Nabi Isa menunjuk dirinya sebagai seorang “anak manusia”, sedangkan Nabi Muhammad bersabda, “Aku seorang manusia biasa, seperti kalian, yang mendapat wahyu dari Allah”.
Ketika ada orang yang mengira anaknya meninggal, Nabi Isa menyembuhkannya dan berkata, “Dia tidak mati, tetapi tidur”. Ketika terjadi gerhana matahari pada hari wafatnya putra Nabi Muhammad, orang-orang berkata, “Matahari mengalami gerhana karena kematian putra Nabi Muhammad”. Nabi bersabda, “Matahari tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seorang.”
Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 64.
“Katakan, “Hai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami denganmu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Allah dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Apabila mereka berpaling, maka katakan kepada mereka, “Saksikan, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
Sebagian ulama MEMBOLEHKAN mengucapkan selamat natal dan menghadiri perayaan natal, asalkan bukan acara ritual agama Kristen, dengan tujuan agar kerukunan umat beragama di Indonesia tetap terjaga.
Sebagian ulama MELARANG mengucapkan selamat natal dan berdosa apabila kesucian akidah dikorbankan dan ternodai atas nama kerukunan umat beragama.
Teks keagamaan yang berkaitan dengan akidah sangat jelas, hal itu untuk menghindari kerancuan dan kesalahpahaman. Al-Quran tidak menggunakan satu kata yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, sehingga dapat terjamin bahwa kata atau kalimat itu, tidak disalahpahami.
Misalnya, kata “Allah”, tidak digunakan oleh Al-Quran, ketika pengertian semantiknya yang dipahami masyarakat jahiliah belum sesuai dengan yang dikehendaki Islam.
Semantik adalah ilmu tentang makna kata dan kalimat atau pengetahuan tentang seluk-beluk pergeseran arti kata.
Kata yang digunakan sebagai ganti “Allah” pada zaman jahiliah adalah “Rabbuka” artinya “Tuhanmu, Hai Muhammad”.
Demikian terlihat pada wahyu pertama hingga surah Al-Ikhlas, dan Nabi Muhammad sering menguji pemahaman umat tentang Tuhan, tetapi Nabi tidak pernah bertanya, “Di manakah Tuhan berada?”.
Redaksi “Di manakah Allah berada?” bisa menimbulkan kesan keberadaan Allah pada satu tempat tertentu, suatu hal yang mustahil bagi Allah.
Dengan alasan serupa, para ulama enggan menggunakan kata “ada” bagi Allah, tetapi para ulama menggunakan “wujud Allah”.
Hari Natal, meskipun berkaitan dengan Nabi Isa Al-Masih, manusia agung dan suci, tetapi hari natal yang dirayakan oleh umat Kristen yang berkeyakinan terhadap Nabi Isa berbeda dengan keyakinan Islam.
Oleh karena itu, orang Islam yang mengucapkan, “Selamat Natal”, atau menghadiri perayaan Hari Natal bisa menimbulkan kesalahpahaman dan dapat merusak akidah Islam.
Karena dapat dipahami orang Islam mengakui ketuhanan Nabi Isa Al-Masih, suatu keyakinan yang bertentangan dengan akidah Islam. Kemudian muncul larangan dan fatwa ulama bahwa haram bagi umat Islam untuk mengucapkan “Selamat Natal” atau menghadiri perayaan Hari Natal.
Bahkan semua kegiatan yang berkaitan dengan Hari Natal adalah haram, termasuk bisnis berjual beli segala keperluan Hari Natal adalah haram.
Larangan mengucapkan selamat natal dan menghadiri perayaan natal muncul karena para ulama ingin menjaga akidah umat Islam agar tidak rusak dan bercampur dengan akidah agama Krisiten.
Sebagian ulama berpendapat apabila akidah seseorang tidak menjadi rusak dan tidak bercampur dengan keyakinan agama Kristen, maka orang tersebut boleh saja mengucapkan selamat natal kepada temannya yang beragama Kristen.
Mengapa ada ulama yang membolehkan orang Islam mengucapkan selamat natal kepada temannya yang beragama Kristen? Jawabnya adalah, “Karena orang Islam tersebut mengucapkan selamat natal untuk Nabi Isa sebagai utusan Allah yang mulia, bukan untuk Nabi Isa sebagai tuhan atau anak tuhan”.
Setiap orang boleh bertindak atas keyakinanya sendiri, dan masing-masing orang akan bertanggungjawab di akhirat kelak.
“Katakan, “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi?” Katakan,”Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakan, “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
Saturday, September 2, 2017
241. ISRA3
MEMAHAMI PERISTIWA ISRA’ MIKRAJ
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang peritiwa isra’ mikraj dalam Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Para ulama berpendapat bahwa Al-Quran surah ke-8 sampai ke-15 menjelaskan tentang pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta konsolidasinya.
Al-Quran surah ke-15 sampai ke-17 adalah puncak pembangunan manusia seutuhnya, yang tergambar pada pribadi Nabi Muhammad, seorang hamba Allah yang menjalani isra’ mikraj, dan nilai yang diterapkannya dalam masyarakat beliau.
Semuanya adalah pengantar Al-Quran yang disampaikan sebelum menceritakan peristiwa Isra' mikraj. Oleh karena itu, wajar untuk ditanyakan bukannya, “Bagaimana isra' mikraj terjadi”, tetapi “Mengapa isra' mikraj terjadi?”
Karena itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan peristiwa isra’ mikraj ditemukan banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.
Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan salat 5 waktu, yaitu pada Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 78.
•
“Dirikan salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.
Ayat ini menerangkan 5 waktu salat, yaitu tergelincir matahari untuk waktu salat Zuhur dan Asar, dan waktu gelap malam untuk salat Magrib dan Isya.
Salat adalah inti peristiwa isra' mikraj, karena salat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak akal pikiran dan jiwa manusia untuk mewujudkan manusia seutuhnya.
Salat dibutuhkan oleh pikiran dan akal manusia, karena salat adalah pengejawantahan hubungan manusia dengan Allah, yang menggambarkan pengetahuannya tentang tata kerja alam semesta yang berjalan di bawah satu kesatuan sistem.
Salat juga menggambarkan tata inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang Maha Dahsyat dan Maha Mengetahui, yaitu Allah Yang Maha Kuasa.
Oleh karena itu, semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam semesta, maka orang itu akan semakin tekun dan khusyuk dalam melaksanakan salat.
Salat juga merupakan kebutuhan jiwa, karena semua orang dalam perjalanan hidupnya pasti pernah mengharapkan sesuatu atau merasakan cemas, sehingga dia menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Allah Yang Maha Kuasa, hanya pada saat membutuhkan saja , maka itu tanda kerendahan moral.
Salat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena salat, dalam pengertiannya yang luas, merupakan fondasi dan dasar pembangunan.
Para ilmuwan menjelaskan bahwa orang Romawi kuno mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang mengagumkan para ahli, tetapi sekarang tinggal reruntuhan puingnya saja, karena mereka durhaka kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Beberapa ilmuwan berkata, “Apabila pengabdian, salat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut “. Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan Al-Quran yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' mikraj yaitu dalam Al-Quran surah Al-Nahl, surah ke-16 ayat 26.
“Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari”.
Kedua, dijumpai petunjuk dalam rangkaian ayat Al-Quran yang menjelaskan peristiwa Isra' mikraj dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur diperlukan kesederhanaan, keseimbangan, dan tidak berlebihan.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 16.
• •
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 27.
•
“Sesungguhnya pemboros adalah saudara setan dan setan sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 29.
• •
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.
Maksud ayat ini adalah jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu pemurah, maka pilihlah yang seimbang dan pertengahan saja.
Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang ibadah, yaitu adanya pengurangan jumlah salat dari 50 waktu menjadi 5 kali sehari, dan pengaturan kerasnya suara ketika salat.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 110.
•
“Katakan, “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru, Allah mempunyai Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”.
Maksudnya adalah ketika salat janganlah membaca ayat Al Quran terlalu keras atau terlalu perlahan, tetapi cukuplah sekedar dapat terdengar oleh para jamaah. Hal ini dibutuhkan agar mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan.
Juga, salat yang dilaksanakan dengan “jalan tengah” tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan kepada saudara sesama manusia yang sedang belajar, berzikir, sakit, atau bayi yang sedang tidur nyenyak.
Mengapa demikian? Karena, dalam kandungan ayat yang menceritakan peristiwa isra’ mikraj, Allah menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya.
Sehingga masyarakat dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 84.
“Katakan, “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 107-109.
•
“Katakan,”Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah)”. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Allah pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk”.
Demikian penjelasan tentang peristiwa isra mikraj, semoga bermanfaat, sehingga kita mampu menangkap gejala dan menyuarakan keyakinan tentang adanya ruh intelektualitas yang diberikan oleh Allah kepada kita, serta mampu merumuskan kebutuhan umat manusia untuk memuja dan mengabdi kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
241. ISRA3
MEMAHAMI PERISTIWA ISRA’ MIKRAJ
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang peritiwa isra’ mikraj dalam Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Para ulama berpendapat bahwa Al-Quran surah ke-8 sampai ke-15 menjelaskan tentang pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta konsolidasinya.
Al-Quran surah ke-15 sampai ke-17 adalah puncak pembangunan manusia seutuhnya, yang tergambar pada pribadi Nabi Muhammad, seorang hamba Allah yang menjalani isra’ mikraj, dan nilai yang diterapkannya dalam masyarakat beliau.
Semuanya adalah pengantar Al-Quran yang disampaikan sebelum menceritakan peristiwa Isra' mikraj. Oleh karena itu, wajar untuk ditanyakan bukannya, “Bagaimana isra' mikraj terjadi”, tetapi “Mengapa isra' mikraj terjadi?”
Karena itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan peristiwa isra’ mikraj ditemukan banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.
Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan salat 5 waktu, yaitu pada Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 78.
•
“Dirikan salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.
Ayat ini menerangkan 5 waktu salat, yaitu tergelincir matahari untuk waktu salat Zuhur dan Asar, dan waktu gelap malam untuk salat Magrib dan Isya.
Salat adalah inti peristiwa isra' mikraj, karena salat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak akal pikiran dan jiwa manusia untuk mewujudkan manusia seutuhnya.
Salat dibutuhkan oleh pikiran dan akal manusia, karena salat adalah pengejawantahan hubungan manusia dengan Allah, yang menggambarkan pengetahuannya tentang tata kerja alam semesta yang berjalan di bawah satu kesatuan sistem.
Salat juga menggambarkan tata inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang Maha Dahsyat dan Maha Mengetahui, yaitu Allah Yang Maha Kuasa.
Oleh karena itu, semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam semesta, maka orang itu akan semakin tekun dan khusyuk dalam melaksanakan salat.
Salat juga merupakan kebutuhan jiwa, karena semua orang dalam perjalanan hidupnya pasti pernah mengharapkan sesuatu atau merasakan cemas, sehingga dia menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Allah Yang Maha Kuasa, hanya pada saat membutuhkan saja , maka itu tanda kerendahan moral.
Salat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena salat, dalam pengertiannya yang luas, merupakan fondasi dan dasar pembangunan.
Para ilmuwan menjelaskan bahwa orang Romawi kuno mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang mengagumkan para ahli, tetapi sekarang tinggal reruntuhan puingnya saja, karena mereka durhaka kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Beberapa ilmuwan berkata, “Apabila pengabdian, salat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut “. Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan Al-Quran yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' mikraj yaitu dalam Al-Quran surah Al-Nahl, surah ke-16 ayat 26.
“Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari”.
Kedua, dijumpai petunjuk dalam rangkaian ayat Al-Quran yang menjelaskan peristiwa Isra' mikraj dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur diperlukan kesederhanaan, keseimbangan, dan tidak berlebihan.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 16.
• •
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 27.
•
“Sesungguhnya pemboros adalah saudara setan dan setan sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 29.
• •
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.
Maksud ayat ini adalah jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu pemurah, maka pilihlah yang seimbang dan pertengahan saja.
Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang ibadah, yaitu adanya pengurangan jumlah salat dari 50 waktu menjadi 5 kali sehari, dan pengaturan kerasnya suara ketika salat.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 110.
•
“Katakan, “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru, Allah mempunyai Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”.
Maksudnya adalah ketika salat janganlah membaca ayat Al Quran terlalu keras atau terlalu perlahan, tetapi cukuplah sekedar dapat terdengar oleh para jamaah. Hal ini dibutuhkan agar mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan.
Juga, salat yang dilaksanakan dengan “jalan tengah” tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan kepada saudara sesama manusia yang sedang belajar, berzikir, sakit, atau bayi yang sedang tidur nyenyak.
Mengapa demikian? Karena, dalam kandungan ayat yang menceritakan peristiwa isra’ mikraj, Allah menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya.
Sehingga masyarakat dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 84.
“Katakan, “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 107-109.
•
“Katakan,”Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah)”. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Allah pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk”.
Demikian penjelasan tentang peristiwa isra mikraj, semoga bermanfaat, sehingga kita mampu menangkap gejala dan menyuarakan keyakinan tentang adanya ruh intelektualitas yang diberikan oleh Allah kepada kita, serta mampu merumuskan kebutuhan umat manusia untuk memuja dan mengabdi kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
241. ISRA3
MEMAHAMI PERISTIWA ISRA’ MIKRAJ
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang peritiwa isra’ mikraj dalam Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Para ulama berpendapat bahwa Al-Quran surah ke-8 sampai ke-15 menjelaskan tentang pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta konsolidasinya.
Al-Quran surah ke-15 sampai ke-17 adalah puncak pembangunan manusia seutuhnya, yang tergambar pada pribadi Nabi Muhammad, seorang hamba Allah yang menjalani isra’ mikraj, dan nilai yang diterapkannya dalam masyarakat beliau.
Semuanya adalah pengantar Al-Quran yang disampaikan sebelum menceritakan peristiwa Isra' mikraj. Oleh karena itu, wajar untuk ditanyakan bukannya, “Bagaimana isra' mikraj terjadi”, tetapi “Mengapa isra' mikraj terjadi?”
Karena itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan peristiwa isra’ mikraj ditemukan banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.
Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan salat 5 waktu, yaitu pada Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 78.
•
“Dirikan salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.
Ayat ini menerangkan 5 waktu salat, yaitu tergelincir matahari untuk waktu salat Zuhur dan Asar, dan waktu gelap malam untuk salat Magrib dan Isya.
Salat adalah inti peristiwa isra' mikraj, karena salat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak akal pikiran dan jiwa manusia untuk mewujudkan manusia seutuhnya.
Salat dibutuhkan oleh pikiran dan akal manusia, karena salat adalah pengejawantahan hubungan manusia dengan Allah, yang menggambarkan pengetahuannya tentang tata kerja alam semesta yang berjalan di bawah satu kesatuan sistem.
Salat juga menggambarkan tata inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang Maha Dahsyat dan Maha Mengetahui, yaitu Allah Yang Maha Kuasa.
Oleh karena itu, semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam semesta, maka orang itu akan semakin tekun dan khusyuk dalam melaksanakan salat.
Salat juga merupakan kebutuhan jiwa, karena semua orang dalam perjalanan hidupnya pasti pernah mengharapkan sesuatu atau merasakan cemas, sehingga dia menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Allah Yang Maha Kuasa, hanya pada saat membutuhkan saja , maka itu tanda kerendahan moral.
Salat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena salat, dalam pengertiannya yang luas, merupakan fondasi dan dasar pembangunan.
Para ilmuwan menjelaskan bahwa orang Romawi kuno mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang mengagumkan para ahli, tetapi sekarang tinggal reruntuhan puingnya saja, karena mereka durhaka kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Beberapa ilmuwan berkata, “Apabila pengabdian, salat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut “. Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan Al-Quran yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' mikraj yaitu dalam Al-Quran surah Al-Nahl, surah ke-16 ayat 26.
“Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari”.
Kedua, dijumpai petunjuk dalam rangkaian ayat Al-Quran yang menjelaskan peristiwa Isra' mikraj dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur diperlukan kesederhanaan, keseimbangan, dan tidak berlebihan.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 16.
• •
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 27.
•
“Sesungguhnya pemboros adalah saudara setan dan setan sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 29.
• •
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.
Maksud ayat ini adalah jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu pemurah, maka pilihlah yang seimbang dan pertengahan saja.
Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang ibadah, yaitu adanya pengurangan jumlah salat dari 50 waktu menjadi 5 kali sehari, dan pengaturan kerasnya suara ketika salat.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 110.
•
“Katakan, “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru, Allah mempunyai Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”.
Maksudnya adalah ketika salat janganlah membaca ayat Al Quran terlalu keras atau terlalu perlahan, tetapi cukuplah sekedar dapat terdengar oleh para jamaah. Hal ini dibutuhkan agar mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan.
Juga, salat yang dilaksanakan dengan “jalan tengah” tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan kepada saudara sesama manusia yang sedang belajar, berzikir, sakit, atau bayi yang sedang tidur nyenyak.
Mengapa demikian? Karena, dalam kandungan ayat yang menceritakan peristiwa isra’ mikraj, Allah menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya.
Sehingga masyarakat dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 84.
“Katakan, “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”.
Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 107-109.
•
“Katakan,”Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah)”. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Allah pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk”.
Demikian penjelasan tentang peristiwa isra mikraj, semoga bermanfaat, sehingga kita mampu menangkap gejala dan menyuarakan keyakinan tentang adanya ruh intelektualitas yang diberikan oleh Allah kepada kita, serta mampu merumuskan kebutuhan umat manusia untuk memuja dan mengabdi kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2


