Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Friday, November 3, 2017

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

445. MARHAB

MARHABAN YA RAMADAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Marhaban Ya Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

      Kata “marhaban” menurut KBBI V bisa diartikan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)”, dan “lagu puji-pujian”.
      Kata “ya” bisa diartikan “kata untuk menyatakan setuju (membenarkan dan sebagainya)”, “ia”, “kata untuk memastikan, menegaskan dalam bertanya (…bukan)”, “tah”, “gerangan”, “kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan”, “(kata seru) hai”, “o”, “kata untuk meyahut panggilan”, dan “nama huruf ke-29 abjad Arab”.
      Kata “marhaban” sama dengan “ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang”, meskipun keduanya bermakna “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda, karena para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan”  untuk menyambut  datangnya  bulan Ramadan, tetapi memakai “Marhaban Ya Ramadan”.  
      Kata “ahlan”  terambil dari  kata  “ahl” yang artinya “keluarga”, sedangkan kata “sahlan”  berasal  dari kata “sahl” yang maknanya “mudah”, dan “dataran rendah”  karena mudah  dilalui,  tidak seperti “jalan mendaki”.
     “Ahlan  wa  sahlan” adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu, “Anda  berada  di tengah keluarga dan melangkahkan kaki di dataran rendah yang mudah”.
   Kata “marhaban” terambil dari kata “rahb” yang artinya “luas” dan “lapang”,  sehingga “marhaban” menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan  dada yang lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
     Dari akar kata “marhaban”, terbentuk kata “rahbat” yang bermakna “ruangan yang luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
     Marhaban Ya Ramadhan berarti “Selamat  datang Ramadan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan   menggerutu dan menganggap kehadirannya akan “mengganggu ketenangan” dan suasana nyaman kita.
  Marhaban Ya  Ramadan, kita ucapkan untuk menyambut bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah. 
      Ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui Allah, itulah nafsu, dan di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu agar  tidak melanjutkan perjalanan, serta bertambah tinggi gunung yang didaki, maka bertambah hebat ancaman dan rayuan, serta semakin curam dan ganas pula perjalanan.
     Tetapi, apabila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
    Dan apabila perjalanan dilanjutkan akan menemukan kendaraan “Ar-Rahman”  untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasih, yaitu Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. 
     Umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu, yaitu benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita, dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadan dengan salat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian  untuk agama, bangsa dan negara. Semoga kita berhasil, amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

444. SENJATA

BERJIHAD DENGAN SENJATA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad dengan senjata menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
   Al-Quran menjelaskan bahwa yang pertama dan utama pada saat melakukan  “jihad” adalah kesiapan mental, yang intinya adalah keimanan dan ketabahan.
       Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 65.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ ۚ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
    
    “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada 20 orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 orang musuh. Dan jika ada 100 orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan 1.000 daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 66.

الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

      “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu 100 orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 ratus orang; dan jika di antaramu ada 1.000 orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan 2.000 orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 60.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

      “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
     Pada mulanya para sahabat Nabi keberatan melaksanakan perintah ini, kemudian turun keringanan, tetapi sebelum memberikan tuntunan, Al-Quran memerintahkan kepada Nabi sebagai pemimpin umat Islam agar mempersiapkan kekuatan menghadapi musuh, seandainya musuh mengetahui kesiapan kaum Muslim terjun ke  medan jihad, tentu mengurungkan niat agresi mereka, dan jika musuh mengajak  perdamaian, condonglah kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 61.

۞ وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

      “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 62.

وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ ۚ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ
  
  “Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin”.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-2 ayat 216.

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

      “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
     Peperangan pada hakikatnya tidak dikehendaki oleh Islam, karena seorang yang telah dihiasi iman pasti akan membenci peperangan.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-2 ayat 251.

فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
  
   “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”.
           Al-Quran surat Al-Haj, surah ke-22 ayat 39-40.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
 
   “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.
           Al-Quran surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 190.

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
    
    “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
           Al-Quran surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 193.

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
   
    “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhimu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran hanya mengizinkan berjihad untuk menghindari terjadinya penganiayaan, dan tidak boleh melampui batas, yaitu tidak boleh membunuh wanita,  anak  kecil,  dan orang tua.
     Umat Islam diizinkan memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran mereka, tetapi karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap “hak asasi manusia untuk  memeluk agama yang diyakininya
      Ayat Al-Quran menjelaskan bahwa berperang untuk mengusir penjajah yang  menduduki tanah air hukumnya adalah wajib, dan apabila gugur dalam medan perjuangan ini dinilai sebagai syahid.
      Para ulama menegaskan bahwa berjihad  membela  negara melawan musuh yang  masih berada  di luar wilayah negara, hukumnya adalah “fardhu kifayah”, artinya  bila ada sekelompok masyarakat yang melakukan pembelaan, maka kewajiban itu hilang bagi orang yang tidak melaksanakannya.
      Tetapi, jika musuh telah memasuki dan menduduki wilayah negara, maka hukumnya adalah “fardhu 'ain”, yaitu wajib bagi setiap orang untuk bangkit berjihad melawan penjajah sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

444. SENJATA

BERJIHAD DENGAN SENJATA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad dengan senjata menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
   Al-Quran menjelaskan bahwa yang pertama dan utama pada saat melakukan  “jihad” adalah kesiapan mental, yang intinya adalah keimanan dan ketabahan.
       Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 65.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ ۚ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
    
    “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada 20 orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 orang musuh. Dan jika ada 100 orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan 1.000 daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 66.

الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

      “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu 100 orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 ratus orang; dan jika di antaramu ada 1.000 orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan 2.000 orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 60.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

      “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
     Pada mulanya para sahabat Nabi keberatan melaksanakan perintah ini, kemudian turun keringanan, tetapi sebelum memberikan tuntunan, Al-Quran memerintahkan kepada Nabi sebagai pemimpin umat Islam agar mempersiapkan kekuatan menghadapi musuh, seandainya musuh mengetahui kesiapan kaum Muslim terjun ke  medan jihad, tentu mengurungkan niat agresi mereka, dan jika musuh mengajak  perdamaian, condonglah kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 61.

۞ وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

      “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 62.

وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ ۚ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ
  
  “Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin”.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-2 ayat 216.

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

      “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
     Peperangan pada hakikatnya tidak dikehendaki oleh Islam, karena seorang yang telah dihiasi iman pasti akan membenci peperangan.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-2 ayat 251.

فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
  
   “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”.
           Al-Quran surat Al-Haj, surah ke-22 ayat 39-40.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
 
   “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.
           Al-Quran surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 190.

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
    
    “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
           Al-Quran surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 193.

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
   
    “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhimu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran hanya mengizinkan berjihad untuk menghindari terjadinya penganiayaan, dan tidak boleh melampui batas, yaitu tidak boleh membunuh wanita,  anak  kecil,  dan orang tua.
     Umat Islam diizinkan memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran mereka, tetapi karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap “hak asasi manusia untuk  memeluk agama yang diyakininya
      Ayat Al-Quran menjelaskan bahwa berperang untuk mengusir penjajah yang  menduduki tanah air hukumnya adalah wajib, dan apabila gugur dalam medan perjuangan ini dinilai sebagai syahid.
      Para ulama menegaskan bahwa berjihad  membela  negara melawan musuh yang  masih berada  di luar wilayah negara, hukumnya adalah “fardhu kifayah”, artinya  bila ada sekelompok masyarakat yang melakukan pembelaan, maka kewajiban itu hilang bagi orang yang tidak melaksanakannya.
      Tetapi, jika musuh telah memasuki dan menduduki wilayah negara, maka hukumnya adalah “fardhu 'ain”, yaitu wajib bagi setiap orang untuk bangkit berjihad melawan penjajah sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

444. SENJATA

BERJIHAD DENGAN SENJATA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Berjihad dengan senjata menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Kata “jihad” menurut KBBI V bisa diartikan “usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan”, “usaha sungguh-sungguh membela agama Islam  degan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga”, dan “perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam dengan syarat tertentu”.
   Al-Quran menjelaskan bahwa yang pertama dan utama pada saat melakukan  “jihad” adalah kesiapan mental, yang intinya adalah keimanan dan ketabahan.
       Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 65.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ ۚ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
    
    “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada 20 orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 orang musuh. Dan jika ada 100 orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan 1.000 daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 66.

الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

      “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu 100 orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan 200 ratus orang; dan jika di antaramu ada 1.000 orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan 2.000 orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 60.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

      “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
     Pada mulanya para sahabat Nabi keberatan melaksanakan perintah ini, kemudian turun keringanan, tetapi sebelum memberikan tuntunan, Al-Quran memerintahkan kepada Nabi sebagai pemimpin umat Islam agar mempersiapkan kekuatan menghadapi musuh, seandainya musuh mengetahui kesiapan kaum Muslim terjun ke  medan jihad, tentu mengurungkan niat agresi mereka, dan jika musuh mengajak  perdamaian, condonglah kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah.
      Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 61.

۞ وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

      “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-8 ayat 62.

وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ ۚ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ
  
  “Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin”.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-2 ayat 216.

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

      “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
     Peperangan pada hakikatnya tidak dikehendaki oleh Islam, karena seorang yang telah dihiasi iman pasti akan membenci peperangan.
           Al-Quran surat Al-Anfal, surah ke-2 ayat 251.

فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
  
   “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”.
           Al-Quran surat Al-Haj, surah ke-22 ayat 39-40.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
 
   “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.
           Al-Quran surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 190.

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
    
    “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
           Al-Quran surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 193.

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
   
    “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhimu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.
     Al-Quran hanya mengizinkan berjihad untuk menghindari terjadinya penganiayaan, dan tidak boleh melampui batas, yaitu tidak boleh membunuh wanita,  anak  kecil,  dan orang tua.
     Umat Islam diizinkan memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran mereka, tetapi karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap “hak asasi manusia untuk  memeluk agama yang diyakininya
      Ayat Al-Quran menjelaskan bahwa berperang untuk mengusir penjajah yang  menduduki tanah air hukumnya adalah wajib, dan apabila gugur dalam medan perjuangan ini dinilai sebagai syahid.
      Para ulama menegaskan bahwa berjihad  membela  negara melawan musuh yang  masih berada  di luar wilayah negara, hukumnya adalah “fardhu kifayah”, artinya  bila ada sekelompok masyarakat yang melakukan pembelaan, maka kewajiban itu hilang bagi orang yang tidak melaksanakannya.
      Tetapi, jika musuh telah memasuki dan menduduki wilayah negara, maka hukumnya adalah “fardhu 'ain”, yaitu wajib bagi setiap orang untuk bangkit berjihad melawan penjajah sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.