Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, December 3, 2017

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

539. MABRUR

MAKNA HAJI MABRUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna haji mabrur dalam  beribadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol amalan ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekah dan sekitarnya, sehingga makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap, tindakan, perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
     Dalam melaksanakan ibadah haji, maka “pakaian biasa” dilepaskan dan berganti  menggunakan “pakaian ihram”, karena “seragam” pakaian dapat memunculkan perbedaan dan menggambarkan status sosial, serta dapat menimbulkan pengaruh psikologis memunculkan perbedaan.
    Melepaskan pakaian biasa adalah tanda berusaha melepaskan segala macam simbol dan lambang perbedaan dan menghapus perasaan tinggi hati dan keangkuhan yang dapat ditimbulkan oleh status sosial.
    Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan yang dapat menimbulkan pengaruh psikologis bahwa kondisi semua manusia adalah sama dan sederajat dihadapan Allah Yang Maha Kuasa, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
     Beribadah haji adalah memenuhi panggilan Allah, maka sekembalinya dari beribadah haji, para jamaah haji harus berubah menjadi orang yang lebih baik, lebih rendah hati, tidak angkuh, tidak menindas orang lain, dan menjadi orang yang lebih dermawan suka membantu orang yang membutuhkan.
     Kakbah adalah lambang wujud dan keesaan Allah, sedangkan bertawaf mengelilingi Kakbah melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari Allah, dan Kakbah bagaikan matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
     Sedangkan kegiatan “sai” yang arti harfiahnya ”usaha” adalah “lambang dari segala usaha mencari kehidupan dunia”, karena Hajar, ibu Nabi Ismail mondar-mandir di antara bukit Sofa dan Marwa berusaha mencari air untuk putranya.
     Kata “sai” yaitu berangkat dari Sofa yang arti harfiahnya “kesucian dan ketegaran” dan berakhir di Marwa yang artinya “manusia ideal, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan".
     Salah satu bukti bahwa jamaah haji telah memperoleh haji mabrur adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh jamaah haji dalam kehidupan sehari-hari selalu berusaha mengaitkan semua kegiatanya untuk mencapai keridaan Allah Yang Maha Esa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

538. WUKUF

WUKUF PUNCAK IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang wukuf adalah puncak ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Pada setiap tahun tanggal 9 Zulhijah, umat Islam yang melaksanakan ibadah haji melakukan wuquf di Arafah, karena haji mereka tidak sah tanpa wuquf, lalu dari Arafah jamaah haji menju ke Muzdalifah, kemudian ke Mina untuk  melempar jumrah, selanjutnya berkorban dan berlebaran.
    Dalam pandangan kaum sufi, terdapat orang yang memandang Kakbah, wuquf di Arafah, dan melakukan kegiatan haji lainnya, tetapi tidak mencapai makna haji yang sebenarnya.
     Kaum sufi berkata,”Terdapat orang yang berada di Mekah, bagaikan berkunjung ke rumah orang yang tidak berpenghuni, dan terdapat orang yang tidak berkunjung ke Mekah, tetapi  kerasakan kehadiran Allah yang hadir mengunjungi rumahnya”.
    Kaum sufi berpendapat,”Siapa yang memandang kepada makhluk akan binasa, dan siapa yang memandang kepada Allah akan kuasa”.
    Ibadah haji adalah suatu “mujahadah” (upaya jiwa yang bersungguh-sungguh), untuk mencapai “musyahadah” (penyaksian), dan ketika jamaah haji wukuf di Arafah, diharapkan semua para jamaah haji telah singgah dalam “musyahadah” (menyaksikan dengan hati) kehadiran Allah.
    Saat wuquf di Arafah adalah saat “musyahadah” (penyaksian), dan terdapat dua  dua macam “musyahadah” (upaya jiwa yang bersungguh-sungguh), yaitu kepercayaan yang sempurna dan kehangatan cinta yang membara kepada Allah.
    Dengan “keterbakaran” cinta, maka seseorang akan mengalami dirinya “fana”, yaitu merasa dirinya hilang dan musnah, sehingga tidak ada yang disaksikannya selain orang yang dicintainya, bahkan dia akan iri kepada segala sesuatu, termasuk kepada matanya sendiri,”Sungguh aku iri kepada mataku sendiri, dan kututup mataku apabila aku menghadap Engkau Ya Allah.”
     Aisyah, istri Nabi, berkata bahwa Nabi Muhammad memberitahukan kepadanya bahwa beliau tidak melihat Allah ketika isra mikraj, tetapi Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad dapat “melihat” Allah.
    Keduanya benar, artinya Nabi Muhammad tidak melihatnya (dengan pandangan fisik mata) kepada Allah, yang disampaikan oleh Rasul kepada Aisyah yang “formalis”, dan  beliau “melihat” Allah (dengan mata hati) seperti penyampaian Ibnu Abbas yang “spiritualis”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online