Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Monday, December 4, 2017

543. RUMAH

RUMAHKU SURGAKU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang rumahku adalah surgaku menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Presiden Soeharto ketika mencanangkan Gerakan Nasional Perumahan dan Pemukiman yang Sehat, berkata,”Adalah kewajiban kita semua, agar setiap keluarga di Indonesia dapat menempati rumah tempat tinggal yang layak."
      Pencanangan ini mengingatkan terhadap pesan Allah kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, sebelum mereka menginjakkan kakinya di bumi.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 117-119.

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَىٰ وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَىٰ

      “Maka kami berkata,”Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai dia mengeluarkanmu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 120-121.

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَىٰ
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ
   
  “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata,”Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia”.

      Ayat Al-Quran ini menggambarkan sekelumit kehidupan di dalam surga, dan kebutuhan pokok manusia di selama hidup dunia, yaitu sandang (tidak telanjang), pangan (tidak lapar dan dahaga) dan papan (tidak kepanasan dan kedinginan).
      Allah juga mengisyaratkan kepada Nabi Adam agar bersungguh-sungguh dan  “bersusah payah” dalam mendapatkan rumah tempat tinggal untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari sengatan udara yang panas dan dingin.
     Kata “rumah” dalam bahasa Al-Quran adalah “sakan” atau “mascara” dan bentuk jamaknya “masakin”, serta kata “sakan” terambil dari akar kata yang artinya “tenang”, agaknya Al-Quran menyebutkan “rumah” seperti itu, untuk mengisyaratkan bahwa “rumah” seharusnya dapat memberikan ketenangan kepada penghuninya.
     Memang, pada umumnya setiap manusia mendambakan agar rumahnya menjadi tempat yang membahagiakan laksana surga yang diimpikan, yaitu “rumahku adalah surgaku”, seperti ketika Nabi Adam dan Hawa masih berada di surga dahulu.
     Rumah yang berada di surga dinamakan “masakin thayyibah” dan rumah di dunia pun dapat menjadi seperti di surga, apabila faktor “thayyibah” terpenuhi, dan kata “thayyibah” yang biasaya diterjemahkan dengan “menyenangkan” dapat dicapai apabila terpenuhi beberapa syarat, antara lain adalah “hunian yang layak”.
      Para ahli berpendapat bahwa “kesenangan hidup” dan “hidup” itu sendiri,  memerlukan adanya kesinambungan dan persesuaian antara yang dirasakan di dalam diri “pribadi yang hidup” dengan yang “kondisi yang terjadi di luar dirinya”.
     Ketika hujan atau terik matahari menimpa batu, maka batu tidak bereaksi dan hanya menerima keadaan tersebut karena batu bukan makhluk hidup, tetapi makhluk hidup seperti manusia akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan apabila persesuaian itu dapat terpenuhi, maka hidupnya menjadi layak.
    Hidup dalam pengertian seperti ini adalah bertingkat-tingkat, yang sesuai dengan  perbedaan kemampuan aksi dan reaksi manusia, yang dalam bahasa sehari-hari, kita sering mendengarkan ungkapan,”Si A sangat aktif dan penuh kesungguhan dalam menyelesaikan pekerjaannya”.
      Ungkapan seperti ini dapat menunjukkan bahwa terdapat orang lain, yang hanya mempunyai setengah, seperempat, atau bahkan tidak memiliki sedikit pun kesungguhan dalam hidupnya, artinya orang ini dikatakan hidup karena masih bernapas, tetapi pada hakikatnya dia adalah “mayat hidup”.
      Dalam pandangan agama Islam bahwa “lingkungan” bukan hanya yang tampak secara fisik semata, tetapi  Allah dan para malaikat juga termasuk bagian dari lingkungan hidup manusia.
      Sehingga rumah yang menjadi surga buat penghuninya atau rumah-rumah di surga kelak, bukan sekadar berwujud bangunan saja, tetapi juga berkaitan dengan kepribadian, martabat kehidupan, dan hubungan yang serasi antara penghuninya dengan lingkungannya  yang nyata maupun yang tidak terlihat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

543. RUMAH

RUMAHKU SURGAKU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang rumahku adalah surgaku menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Presiden Soeharto ketika mencanangkan Gerakan Nasional Perumahan dan Pemukiman yang Sehat, berkata,”Adalah kewajiban kita semua, agar setiap keluarga di Indonesia dapat menempati rumah tempat tinggal yang layak."
      Pencanangan ini mengingatkan terhadap pesan Allah kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, sebelum mereka menginjakkan kakinya di bumi.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 117-119.

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَىٰ وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَىٰ

      “Maka kami berkata,”Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai dia mengeluarkanmu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 120-121.

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَىٰ
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ
   
  “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata,”Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia”.

      Ayat Al-Quran ini menggambarkan sekelumit kehidupan di dalam surga, dan kebutuhan pokok manusia di selama hidup dunia, yaitu sandang (tidak telanjang), pangan (tidak lapar dan dahaga) dan papan (tidak kepanasan dan kedinginan).
      Allah juga mengisyaratkan kepada Nabi Adam agar bersungguh-sungguh dan  “bersusah payah” dalam mendapatkan rumah tempat tinggal untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari sengatan udara yang panas dan dingin.
     Kata “rumah” dalam bahasa Al-Quran adalah “sakan” atau “mascara” dan bentuk jamaknya “masakin”, serta kata “sakan” terambil dari akar kata yang artinya “tenang”, agaknya Al-Quran menyebutkan “rumah” seperti itu, untuk mengisyaratkan bahwa “rumah” seharusnya dapat memberikan ketenangan kepada penghuninya.
     Memang, pada umumnya setiap manusia mendambakan agar rumahnya menjadi tempat yang membahagiakan laksana surga yang diimpikan, yaitu “rumahku adalah surgaku”, seperti ketika Nabi Adam dan Hawa masih berada di surga dahulu.
     Rumah yang berada di surga dinamakan “masakin thayyibah” dan rumah di dunia pun dapat menjadi seperti di surga, apabila faktor “thayyibah” terpenuhi, dan kata “thayyibah” yang biasaya diterjemahkan dengan “menyenangkan” dapat dicapai apabila terpenuhi beberapa syarat, antara lain adalah “hunian yang layak”.
      Para ahli berpendapat bahwa “kesenangan hidup” dan “hidup” itu sendiri,  memerlukan adanya kesinambungan dan persesuaian antara yang dirasakan di dalam diri “pribadi yang hidup” dengan yang “kondisi yang terjadi di luar dirinya”.
     Ketika hujan atau terik matahari menimpa batu, maka batu tidak bereaksi dan hanya menerima keadaan tersebut karena batu bukan makhluk hidup, tetapi makhluk hidup seperti manusia akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan apabila persesuaian itu dapat terpenuhi, maka hidupnya menjadi layak.
    Hidup dalam pengertian seperti ini adalah bertingkat-tingkat, yang sesuai dengan  perbedaan kemampuan aksi dan reaksi manusia, yang dalam bahasa sehari-hari, kita sering mendengarkan ungkapan,”Si A sangat aktif dan penuh kesungguhan dalam menyelesaikan pekerjaannya”.
      Ungkapan seperti ini dapat menunjukkan bahwa terdapat orang lain, yang hanya mempunyai setengah, seperempat, atau bahkan tidak memiliki sedikit pun kesungguhan dalam hidupnya, artinya orang ini dikatakan hidup karena masih bernapas, tetapi pada hakikatnya dia adalah “mayat hidup”.
      Dalam pandangan agama Islam bahwa “lingkungan” bukan hanya yang tampak secara fisik semata, tetapi  Allah dan para malaikat juga termasuk bagian dari lingkungan hidup manusia.
      Sehingga rumah yang menjadi surga buat penghuninya atau rumah-rumah di surga kelak, bukan sekadar berwujud bangunan saja, tetapi juga berkaitan dengan kepribadian, martabat kehidupan, dan hubungan yang serasi antara penghuninya dengan lingkungannya  yang nyata maupun yang tidak terlihat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

543. RUMAH

RUMAHKU SURGAKU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang rumahku adalah surgaku menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Presiden Soeharto ketika mencanangkan Gerakan Nasional Perumahan dan Pemukiman yang Sehat, berkata,”Adalah kewajiban kita semua, agar setiap keluarga di Indonesia dapat menempati rumah tempat tinggal yang layak."
      Pencanangan ini mengingatkan terhadap pesan Allah kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, sebelum mereka menginjakkan kakinya di bumi.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 117-119.

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَىٰ وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَىٰ

      “Maka kami berkata,”Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai dia mengeluarkanmu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 120-121.

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَىٰ
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ
   
  “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata,”Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia”.

      Ayat Al-Quran ini menggambarkan sekelumit kehidupan di dalam surga, dan kebutuhan pokok manusia di selama hidup dunia, yaitu sandang (tidak telanjang), pangan (tidak lapar dan dahaga) dan papan (tidak kepanasan dan kedinginan).
      Allah juga mengisyaratkan kepada Nabi Adam agar bersungguh-sungguh dan  “bersusah payah” dalam mendapatkan rumah tempat tinggal untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari sengatan udara yang panas dan dingin.
     Kata “rumah” dalam bahasa Al-Quran adalah “sakan” atau “mascara” dan bentuk jamaknya “masakin”, serta kata “sakan” terambil dari akar kata yang artinya “tenang”, agaknya Al-Quran menyebutkan “rumah” seperti itu, untuk mengisyaratkan bahwa “rumah” seharusnya dapat memberikan ketenangan kepada penghuninya.
     Memang, pada umumnya setiap manusia mendambakan agar rumahnya menjadi tempat yang membahagiakan laksana surga yang diimpikan, yaitu “rumahku adalah surgaku”, seperti ketika Nabi Adam dan Hawa masih berada di surga dahulu.
     Rumah yang berada di surga dinamakan “masakin thayyibah” dan rumah di dunia pun dapat menjadi seperti di surga, apabila faktor “thayyibah” terpenuhi, dan kata “thayyibah” yang biasaya diterjemahkan dengan “menyenangkan” dapat dicapai apabila terpenuhi beberapa syarat, antara lain adalah “hunian yang layak”.
      Para ahli berpendapat bahwa “kesenangan hidup” dan “hidup” itu sendiri,  memerlukan adanya kesinambungan dan persesuaian antara yang dirasakan di dalam diri “pribadi yang hidup” dengan yang “kondisi yang terjadi di luar dirinya”.
     Ketika hujan atau terik matahari menimpa batu, maka batu tidak bereaksi dan hanya menerima keadaan tersebut karena batu bukan makhluk hidup, tetapi makhluk hidup seperti manusia akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan apabila persesuaian itu dapat terpenuhi, maka hidupnya menjadi layak.
    Hidup dalam pengertian seperti ini adalah bertingkat-tingkat, yang sesuai dengan  perbedaan kemampuan aksi dan reaksi manusia, yang dalam bahasa sehari-hari, kita sering mendengarkan ungkapan,”Si A sangat aktif dan penuh kesungguhan dalam menyelesaikan pekerjaannya”.
      Ungkapan seperti ini dapat menunjukkan bahwa terdapat orang lain, yang hanya mempunyai setengah, seperempat, atau bahkan tidak memiliki sedikit pun kesungguhan dalam hidupnya, artinya orang ini dikatakan hidup karena masih bernapas, tetapi pada hakikatnya dia adalah “mayat hidup”.
      Dalam pandangan agama Islam bahwa “lingkungan” bukan hanya yang tampak secara fisik semata, tetapi  Allah dan para malaikat juga termasuk bagian dari lingkungan hidup manusia.
      Sehingga rumah yang menjadi surga buat penghuninya atau rumah-rumah di surga kelak, bukan sekadar berwujud bangunan saja, tetapi juga berkaitan dengan kepribadian, martabat kehidupan, dan hubungan yang serasi antara penghuninya dengan lingkungannya  yang nyata maupun yang tidak terlihat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

543. RUMAH

RUMAHKU SURGAKU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang rumahku adalah surgaku menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Presiden Soeharto ketika mencanangkan Gerakan Nasional Perumahan dan Pemukiman yang Sehat, berkata,”Adalah kewajiban kita semua, agar setiap keluarga di Indonesia dapat menempati rumah tempat tinggal yang layak."
      Pencanangan ini mengingatkan terhadap pesan Allah kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, sebelum mereka menginjakkan kakinya di bumi.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 117-119.

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَىٰ وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَىٰ

      “Maka kami berkata,”Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai dia mengeluarkanmu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 120-121.

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَىٰ
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ
   
  “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata,”Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia”.

      Ayat Al-Quran ini menggambarkan sekelumit kehidupan di dalam surga, dan kebutuhan pokok manusia di selama hidup dunia, yaitu sandang (tidak telanjang), pangan (tidak lapar dan dahaga) dan papan (tidak kepanasan dan kedinginan).
      Allah juga mengisyaratkan kepada Nabi Adam agar bersungguh-sungguh dan  “bersusah payah” dalam mendapatkan rumah tempat tinggal untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari sengatan udara yang panas dan dingin.
     Kata “rumah” dalam bahasa Al-Quran adalah “sakan” atau “mascara” dan bentuk jamaknya “masakin”, serta kata “sakan” terambil dari akar kata yang artinya “tenang”, agaknya Al-Quran menyebutkan “rumah” seperti itu, untuk mengisyaratkan bahwa “rumah” seharusnya dapat memberikan ketenangan kepada penghuninya.
     Memang, pada umumnya setiap manusia mendambakan agar rumahnya menjadi tempat yang membahagiakan laksana surga yang diimpikan, yaitu “rumahku adalah surgaku”, seperti ketika Nabi Adam dan Hawa masih berada di surga dahulu.
     Rumah yang berada di surga dinamakan “masakin thayyibah” dan rumah di dunia pun dapat menjadi seperti di surga, apabila faktor “thayyibah” terpenuhi, dan kata “thayyibah” yang biasaya diterjemahkan dengan “menyenangkan” dapat dicapai apabila terpenuhi beberapa syarat, antara lain adalah “hunian yang layak”.
      Para ahli berpendapat bahwa “kesenangan hidup” dan “hidup” itu sendiri,  memerlukan adanya kesinambungan dan persesuaian antara yang dirasakan di dalam diri “pribadi yang hidup” dengan yang “kondisi yang terjadi di luar dirinya”.
     Ketika hujan atau terik matahari menimpa batu, maka batu tidak bereaksi dan hanya menerima keadaan tersebut karena batu bukan makhluk hidup, tetapi makhluk hidup seperti manusia akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan apabila persesuaian itu dapat terpenuhi, maka hidupnya menjadi layak.
    Hidup dalam pengertian seperti ini adalah bertingkat-tingkat, yang sesuai dengan  perbedaan kemampuan aksi dan reaksi manusia, yang dalam bahasa sehari-hari, kita sering mendengarkan ungkapan,”Si A sangat aktif dan penuh kesungguhan dalam menyelesaikan pekerjaannya”.
      Ungkapan seperti ini dapat menunjukkan bahwa terdapat orang lain, yang hanya mempunyai setengah, seperempat, atau bahkan tidak memiliki sedikit pun kesungguhan dalam hidupnya, artinya orang ini dikatakan hidup karena masih bernapas, tetapi pada hakikatnya dia adalah “mayat hidup”.
      Dalam pandangan agama Islam bahwa “lingkungan” bukan hanya yang tampak secara fisik semata, tetapi  Allah dan para malaikat juga termasuk bagian dari lingkungan hidup manusia.
      Sehingga rumah yang menjadi surga buat penghuninya atau rumah-rumah di surga kelak, bukan sekadar berwujud bangunan saja, tetapi juga berkaitan dengan kepribadian, martabat kehidupan, dan hubungan yang serasi antara penghuninya dengan lingkungannya  yang nyata maupun yang tidak terlihat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

543. RUMAH

RUMAHKU SURGAKU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang rumahku adalah surgaku menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Presiden Soeharto ketika mencanangkan Gerakan Nasional Perumahan dan Pemukiman yang Sehat, berkata,”Adalah kewajiban kita semua, agar setiap keluarga di Indonesia dapat menempati rumah tempat tinggal yang layak."
      Pencanangan ini mengingatkan terhadap pesan Allah kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, sebelum mereka menginjakkan kakinya di bumi.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 117-119.

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَىٰ وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَىٰ

      “Maka kami berkata,”Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai dia mengeluarkanmu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 120-121.

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَىٰ
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ
   
  “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata,”Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia”.

      Ayat Al-Quran ini menggambarkan sekelumit kehidupan di dalam surga, dan kebutuhan pokok manusia di selama hidup dunia, yaitu sandang (tidak telanjang), pangan (tidak lapar dan dahaga) dan papan (tidak kepanasan dan kedinginan).
      Allah juga mengisyaratkan kepada Nabi Adam agar bersungguh-sungguh dan  “bersusah payah” dalam mendapatkan rumah tempat tinggal untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari sengatan udara yang panas dan dingin.
     Kata “rumah” dalam bahasa Al-Quran adalah “sakan” atau “mascara” dan bentuk jamaknya “masakin”, serta kata “sakan” terambil dari akar kata yang artinya “tenang”, agaknya Al-Quran menyebutkan “rumah” seperti itu, untuk mengisyaratkan bahwa “rumah” seharusnya dapat memberikan ketenangan kepada penghuninya.
     Memang, pada umumnya setiap manusia mendambakan agar rumahnya menjadi tempat yang membahagiakan laksana surga yang diimpikan, yaitu “rumahku adalah surgaku”, seperti ketika Nabi Adam dan Hawa masih berada di surga dahulu.
     Rumah yang berada di surga dinamakan “masakin thayyibah” dan rumah di dunia pun dapat menjadi seperti di surga, apabila faktor “thayyibah” terpenuhi, dan kata “thayyibah” yang biasaya diterjemahkan dengan “menyenangkan” dapat dicapai apabila terpenuhi beberapa syarat, antara lain adalah “hunian yang layak”.
      Para ahli berpendapat bahwa “kesenangan hidup” dan “hidup” itu sendiri,  memerlukan adanya kesinambungan dan persesuaian antara yang dirasakan di dalam diri “pribadi yang hidup” dengan yang “kondisi yang terjadi di luar dirinya”.
     Ketika hujan atau terik matahari menimpa batu, maka batu tidak bereaksi dan hanya menerima keadaan tersebut karena batu bukan makhluk hidup, tetapi makhluk hidup seperti manusia akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan apabila persesuaian itu dapat terpenuhi, maka hidupnya menjadi layak.
    Hidup dalam pengertian seperti ini adalah bertingkat-tingkat, yang sesuai dengan  perbedaan kemampuan aksi dan reaksi manusia, yang dalam bahasa sehari-hari, kita sering mendengarkan ungkapan,”Si A sangat aktif dan penuh kesungguhan dalam menyelesaikan pekerjaannya”.
      Ungkapan seperti ini dapat menunjukkan bahwa terdapat orang lain, yang hanya mempunyai setengah, seperempat, atau bahkan tidak memiliki sedikit pun kesungguhan dalam hidupnya, artinya orang ini dikatakan hidup karena masih bernapas, tetapi pada hakikatnya dia adalah “mayat hidup”.
      Dalam pandangan agama Islam bahwa “lingkungan” bukan hanya yang tampak secara fisik semata, tetapi  Allah dan para malaikat juga termasuk bagian dari lingkungan hidup manusia.
      Sehingga rumah yang menjadi surga buat penghuninya atau rumah-rumah di surga kelak, bukan sekadar berwujud bangunan saja, tetapi juga berkaitan dengan kepribadian, martabat kehidupan, dan hubungan yang serasi antara penghuninya dengan lingkungannya  yang nyata maupun yang tidak terlihat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

543. RUMAH

RUMAHKU SURGAKU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang rumahku adalah surgaku menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Presiden Soeharto ketika mencanangkan Gerakan Nasional Perumahan dan Pemukiman yang Sehat, berkata,”Adalah kewajiban kita semua, agar setiap keluarga di Indonesia dapat menempati rumah tempat tinggal yang layak."
      Pencanangan ini mengingatkan terhadap pesan Allah kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, sebelum mereka menginjakkan kakinya di bumi.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 117-119.

فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَىٰ وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَىٰ

      “Maka kami berkata,”Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai dia mengeluarkanmu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
      Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 120-121.

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَىٰ
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ
   
  “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata,”Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia”.

      Ayat Al-Quran ini menggambarkan sekelumit kehidupan di dalam surga, dan kebutuhan pokok manusia di selama hidup dunia, yaitu sandang (tidak telanjang), pangan (tidak lapar dan dahaga) dan papan (tidak kepanasan dan kedinginan).
      Allah juga mengisyaratkan kepada Nabi Adam agar bersungguh-sungguh dan  “bersusah payah” dalam mendapatkan rumah tempat tinggal untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari sengatan udara yang panas dan dingin.
     Kata “rumah” dalam bahasa Al-Quran adalah “sakan” atau “mascara” dan bentuk jamaknya “masakin”, serta kata “sakan” terambil dari akar kata yang artinya “tenang”, agaknya Al-Quran menyebutkan “rumah” seperti itu, untuk mengisyaratkan bahwa “rumah” seharusnya dapat memberikan ketenangan kepada penghuninya.
     Memang, pada umumnya setiap manusia mendambakan agar rumahnya menjadi tempat yang membahagiakan laksana surga yang diimpikan, yaitu “rumahku adalah surgaku”, seperti ketika Nabi Adam dan Hawa masih berada di surga dahulu.
     Rumah yang berada di surga dinamakan “masakin thayyibah” dan rumah di dunia pun dapat menjadi seperti di surga, apabila faktor “thayyibah” terpenuhi, dan kata “thayyibah” yang biasaya diterjemahkan dengan “menyenangkan” dapat dicapai apabila terpenuhi beberapa syarat, antara lain adalah “hunian yang layak”.
      Para ahli berpendapat bahwa “kesenangan hidup” dan “hidup” itu sendiri,  memerlukan adanya kesinambungan dan persesuaian antara yang dirasakan di dalam diri “pribadi yang hidup” dengan yang “kondisi yang terjadi di luar dirinya”.
     Ketika hujan atau terik matahari menimpa batu, maka batu tidak bereaksi dan hanya menerima keadaan tersebut karena batu bukan makhluk hidup, tetapi makhluk hidup seperti manusia akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan apabila persesuaian itu dapat terpenuhi, maka hidupnya menjadi layak.
    Hidup dalam pengertian seperti ini adalah bertingkat-tingkat, yang sesuai dengan  perbedaan kemampuan aksi dan reaksi manusia, yang dalam bahasa sehari-hari, kita sering mendengarkan ungkapan,”Si A sangat aktif dan penuh kesungguhan dalam menyelesaikan pekerjaannya”.
      Ungkapan seperti ini dapat menunjukkan bahwa terdapat orang lain, yang hanya mempunyai setengah, seperempat, atau bahkan tidak memiliki sedikit pun kesungguhan dalam hidupnya, artinya orang ini dikatakan hidup karena masih bernapas, tetapi pada hakikatnya dia adalah “mayat hidup”.
      Dalam pandangan agama Islam bahwa “lingkungan” bukan hanya yang tampak secara fisik semata, tetapi  Allah dan para malaikat juga termasuk bagian dari lingkungan hidup manusia.
      Sehingga rumah yang menjadi surga buat penghuninya atau rumah-rumah di surga kelak, bukan sekadar berwujud bangunan saja, tetapi juga berkaitan dengan kepribadian, martabat kehidupan, dan hubungan yang serasi antara penghuninya dengan lingkungannya  yang nyata maupun yang tidak terlihat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online