Monday, December 4, 2017

542. CINTA

MEMAHAMI CINTA DAN BENCI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cinta dan benci yang dimiliki oleh seorang manusia?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama bahwa Nabi pernah bersabda,”Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat dia akan menjadi kekasihmu”.
      Perasaan cinta dan benci adalah naluri dasar sifat manusia, maka agama Islam memberikan petunjuk menyangkut perasaan cinta dan benci tersebut, seperti pedoman dalam bidang dan potensi manusia yang lain.
      Manusia memiliki kalbu, dan kata “qalbu” (kalbu) yang dalam bahasa aslinya bermakna “bolak-balik”, sehingga “hati” manusia dinamakan “kalbu” karena hati manusia sering kali berubah-ubah, dan mudah terombang-ambing, apalagi hati yang dimiliki oleh manusia tidak memiliki pedoman hidup yang pasti.
     Perasaan cinta dan benci mengisi suatu “ruang dan waktu”, sedangkan “waktu” akan terus berlalu sampai ke anak cucu, sehingga perasaan cinta dan benci pun dapat berlalu sampai ke anak cucu.
    Sungguh aneh, sebelum bercinta, seseorang akan merasa dirinya adalah salah satu yang “ada”, tetapi ketika bercinta, dia merasakan memiliki segala yang “ada” dan tidak menghiraukan “ada” yang lain, tetapi ketika cintanya putus, dia merasa menjadi “tidak ada” dan hampa.
     Demikianlah cinta dan benci dapat mempermainkan manusia, menurut para ahli perasaan cinta dan persahabatan anak muda didorong oleh usaha untuk memperoleh kelezatan dan kenikmatan.
     Sehingga perasaan cinta dan persahabatan terjadi serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus, sedangkan perasaan cinta dan persahabatan pada orang dewasa adalah untuk memperoleh manfaat yang beragam, sehingga perasaan cinta dan persahabatan umumnya bersifat sementara.
     Menurut sebagian ulama bahwa perjalanan yang paling panjang dalam kehidupan seseorang adalah perjalanan mencari sahabat, karena sahabat bagaikan dirinya sendiri, tetapi fisiknya adalah berupa orang lain.
     Sahabat seperti dirinya sendiri, dan sahabat juga mempunyai “kalbu” yang sering kali berubah-ubah dengan cepat, sehingga dapat dikatakan tidak ada persahabatan yang abadi, apalagi dalam dunia kenikmatan dan kepentingan.
     Al-Quran mejelaskan bahwa para sahabat yang akrab, pada hari kiamat kelak akan saling bermusuhan,  kecuali orang orang yang bertakwa, karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolok ukur yang pasti yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.
      Al-Quran surah Az-Zukhruf, surah ke-43 ayat 67.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

      “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
    Nasihat di atas sungguh terasa benarnya, misalnya hubungan antara Irak, Iran, dan Kuwait, karena selama delapan tahun terjadi pertumpahan darah antara Irak dengan Iran, dan selama delapan tahun Kuwait memberikan banyak bantuan dana kepada Irak untuk pembiayaan perang.
    Tetapi, dengan serta-merta, Irak yang menjadi teman dengan Kuwait kemarin, berubah menjadi musuh, dan musuh yang kemarin dirangkul agar menjadi teman, serta penyesalan dan permohonan maaf pun mengalir dari orang-orang yang mengutuknya kemarin.
      Al-Quran mengingatkan kepada kita,”Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum medorongmu untuk tidak berlaku adil, tetapi tetap berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 8.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Related Posts:

  • 602. BACABACAAN SUJUD DALAM SALAT Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ba… Read More
  • 602. BACABACAAN SUJUD DALAM SALAT Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ba… Read More
  • 602. BACABACAAN SUJUD DALAM SALAT Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ba… Read More
  • 602. BACABACAAN SUJUD DALAM SALAT Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ba… Read More
  • 602. BACABACAAN SUJUD DALAM SALAT Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang ba… Read More

0 comments:

Post a Comment