Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Monday, December 4, 2017

541. ROKOK

EGOISME PEROKOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang egoisme seorang yang merokok?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Seorang perokok berat berkata, “Merokok adalah hak pribadi saya, maka apa pun bahaya merokok adalah risiko saya pribadi, dan saya akan menanggungnya sendiri, bukankah hidup ini adalah milik saya sendiri?”
     Temannya berkata kepada orang yang merokok,”Maaf Mas, bukan begitu, dalam ajaran agama Islam dan pertimbangan akal manusia, hidup yang kita nikmati adalah pemberian dari Allah, dan diperintahkan oleh Allah digunakan untuk keselamatan dan kesejahteraan diri kita, keluarga, masyarakat, dan seluruh umat manusia.
      Setiap manusia mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri dan kewajiban terhadap orang lain, karena Nabi Muhammad bersabda,”Sesunguhnya fisik jasmani seorang manusia memiliki hak atas dirinya sendiri”.
      Kewajiban bagi setiap manusia muncul karena penggunaan berbagai kenikmatan dan fasilitas yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia untuk diolah oleh manusia dengan masyarakat sekitarnya.
     Apabila manusia menyia-nyiakan hidupnya, maka kewajiban manusia yang lain untuk mengingatkannya, karena mengingatkan manusia yang salah dan keliru adalah kewajiban sesama manusia yang lain.
     Semua sikap dan tindakan seorang manusia pasti memberikan pengaruh terhadap dirinya, keluarga, dan lingkungannya, yang akan memberikan dampak positif atau negatif, sehingga sangat salah dan keliru apabila kita menganggap bahwa masalah merokok dan kegiatan lainnya adalah urusan pribadi.
     Seorang perokok yang mengepulkan asap ke udara dan orang-orang yang tidak merokok di sekitarnya terpaksa harus menghirup udara yang telah dikotori oleh racun nikotin dari rokok dan mencium bau aroma rokok yang diisap.
     Senyum simpul kegembiraan yang ditampilkan oleh seseorang pada pagi hari yang cerah akan menularkan kegembiraan tersebut terhadap sekelilingnya dan membuat suasana yang indah dan menyenangkan bagi semua orang di sekitarnya.
      Sebaliknya, suara teriakan dan jeritan gejolak amarah dari orang-orang yang sedang bertengkar akan mendebarkan jantung orang-orang yang mendengarnya, sehingga setiap manusia pasti terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.
    Cinta dan kasih sayang dapat kita peroleh dari orang tua kita, keluarga  kita, dan masyarakat sekitar, sedangkan sikap, perilaku, dan ilmu pengetahuan dapat kita raih dari para guru dan para ilmuwan yang mendidik dan mengajar kita.
     Perasaan aman dan ketenangan dapat diperoleh dari kehadiran petugas keamanan, polisi, tentara, dan para hakim yang adil dan bijaksana, serta para seniman yang menyejukkan jiwa kita, dan para ilmuwan yang membuka cakrawala pikiran kita, demikian seterusnya.
     Kita berteduh di bawah pohon yang rindang dan dapat menikmati buah-buahan yang segar, karena ditanam oleh generasi terdahulu, sehingga sangat wajar apabila kita sekarang merasa ikut terpanggil untuk menjaga lingkungan kita dan berkewajiban untuk menanam pohon atau kebaikan berupa apa pun yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.
     Apabila demikian, maka sebaiknya kita tidak berkata, “Saya bebas melakukan apa pun dan di mana pun, karena itu adalah hak pribadi saya, tidak boleh ada orang yang melarangnya, dan saya akan mempertanggungjawabkannya.”
      Tetapi agama Islam mengajarkan untuk mengorbankan kepentingannya sendiri untuk kepentingan orang lain, seperti dalam Al-Quran surah Al-Hasyr, surah ke-59 ayat 9.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

      “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
     Allah memuji sekelompok sahabat Nabi yang “Mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri dalam kesusahan”.
    Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang yang merokok dan kegiatan apa pun yang tidak baik, yang mengutamakan kepentingan dan kesenangannya sendiri, meskipun mengancam kesehatan orang lain dan dapat merusak lingkungannya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

541. ROKOK

EGOISME PEROKOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang egoisme seorang yang merokok?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Seorang perokok berat berkata, “Merokok adalah hak pribadi saya, maka apa pun bahaya merokok adalah risiko saya pribadi, dan saya akan menanggungnya sendiri, bukankah hidup ini adalah milik saya sendiri?”
     Temannya berkata kepada orang yang merokok,”Maaf Mas, bukan begitu, dalam ajaran agama Islam dan pertimbangan akal manusia, hidup yang kita nikmati adalah pemberian dari Allah, dan diperintahkan oleh Allah digunakan untuk keselamatan dan kesejahteraan diri kita, keluarga, masyarakat, dan seluruh umat manusia.
      Setiap manusia mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri dan kewajiban terhadap orang lain, karena Nabi Muhammad bersabda,”Sesunguhnya fisik jasmani seorang manusia memiliki hak atas dirinya sendiri”.
      Kewajiban bagi setiap manusia muncul karena penggunaan berbagai kenikmatan dan fasilitas yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia untuk diolah oleh manusia dengan masyarakat sekitarnya.
     Apabila manusia menyia-nyiakan hidupnya, maka kewajiban manusia yang lain untuk mengingatkannya, karena mengingatkan manusia yang salah dan keliru adalah kewajiban sesama manusia yang lain.
     Semua sikap dan tindakan seorang manusia pasti memberikan pengaruh terhadap dirinya, keluarga, dan lingkungannya, yang akan memberikan dampak positif atau negatif, sehingga sangat salah dan keliru apabila kita menganggap bahwa masalah merokok dan kegiatan lainnya adalah urusan pribadi.
     Seorang perokok yang mengepulkan asap ke udara dan orang-orang yang tidak merokok di sekitarnya terpaksa harus menghirup udara yang telah dikotori oleh racun nikotin dari rokok dan mencium bau aroma rokok yang diisap.
     Senyum simpul kegembiraan yang ditampilkan oleh seseorang pada pagi hari yang cerah akan menularkan kegembiraan tersebut terhadap sekelilingnya dan membuat suasana yang indah dan menyenangkan bagi semua orang di sekitarnya.
      Sebaliknya, suara teriakan dan jeritan gejolak amarah dari orang-orang yang sedang bertengkar akan mendebarkan jantung orang-orang yang mendengarnya, sehingga setiap manusia pasti terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.
    Cinta dan kasih sayang dapat kita peroleh dari orang tua kita, keluarga  kita, dan masyarakat sekitar, sedangkan sikap, perilaku, dan ilmu pengetahuan dapat kita raih dari para guru dan para ilmuwan yang mendidik dan mengajar kita.
     Perasaan aman dan ketenangan dapat diperoleh dari kehadiran petugas keamanan, polisi, tentara, dan para hakim yang adil dan bijaksana, serta para seniman yang menyejukkan jiwa kita, dan para ilmuwan yang membuka cakrawala pikiran kita, demikian seterusnya.
     Kita berteduh di bawah pohon yang rindang dan dapat menikmati buah-buahan yang segar, karena ditanam oleh generasi terdahulu, sehingga sangat wajar apabila kita sekarang merasa ikut terpanggil untuk menjaga lingkungan kita dan berkewajiban untuk menanam pohon atau kebaikan berupa apa pun yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.
     Apabila demikian, maka sebaiknya kita tidak berkata, “Saya bebas melakukan apa pun dan di mana pun, karena itu adalah hak pribadi saya, tidak boleh ada orang yang melarangnya, dan saya akan mempertanggungjawabkannya.”
      Tetapi agama Islam mengajarkan untuk mengorbankan kepentingannya sendiri untuk kepentingan orang lain, seperti dalam Al-Quran surah Al-Hasyr, surah ke-59 ayat 9.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

      “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
     Allah memuji sekelompok sahabat Nabi yang “Mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri dalam kesusahan”.
    Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang yang merokok dan kegiatan apa pun yang tidak baik, yang mengutamakan kepentingan dan kesenangannya sendiri, meskipun mengancam kesehatan orang lain dan dapat merusak lingkungannya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

541. ROKOK

EGOISME PEROKOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang egoisme seorang yang merokok?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Seorang perokok berat berkata, “Merokok adalah hak pribadi saya, maka apa pun bahaya merokok adalah risiko saya pribadi, dan saya akan menanggungnya sendiri, bukankah hidup ini adalah milik saya sendiri?”
     Temannya berkata kepada orang yang merokok,”Maaf Mas, bukan begitu, dalam ajaran agama Islam dan pertimbangan akal manusia, hidup yang kita nikmati adalah pemberian dari Allah, dan diperintahkan oleh Allah digunakan untuk keselamatan dan kesejahteraan diri kita, keluarga, masyarakat, dan seluruh umat manusia.
      Setiap manusia mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri dan kewajiban terhadap orang lain, karena Nabi Muhammad bersabda,”Sesunguhnya fisik jasmani seorang manusia memiliki hak atas dirinya sendiri”.
      Kewajiban bagi setiap manusia muncul karena penggunaan berbagai kenikmatan dan fasilitas yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia untuk diolah oleh manusia dengan masyarakat sekitarnya.
     Apabila manusia menyia-nyiakan hidupnya, maka kewajiban manusia yang lain untuk mengingatkannya, karena mengingatkan manusia yang salah dan keliru adalah kewajiban sesama manusia yang lain.
     Semua sikap dan tindakan seorang manusia pasti memberikan pengaruh terhadap dirinya, keluarga, dan lingkungannya, yang akan memberikan dampak positif atau negatif, sehingga sangat salah dan keliru apabila kita menganggap bahwa masalah merokok dan kegiatan lainnya adalah urusan pribadi.
     Seorang perokok yang mengepulkan asap ke udara dan orang-orang yang tidak merokok di sekitarnya terpaksa harus menghirup udara yang telah dikotori oleh racun nikotin dari rokok dan mencium bau aroma rokok yang diisap.
     Senyum simpul kegembiraan yang ditampilkan oleh seseorang pada pagi hari yang cerah akan menularkan kegembiraan tersebut terhadap sekelilingnya dan membuat suasana yang indah dan menyenangkan bagi semua orang di sekitarnya.
      Sebaliknya, suara teriakan dan jeritan gejolak amarah dari orang-orang yang sedang bertengkar akan mendebarkan jantung orang-orang yang mendengarnya, sehingga setiap manusia pasti terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.
    Cinta dan kasih sayang dapat kita peroleh dari orang tua kita, keluarga  kita, dan masyarakat sekitar, sedangkan sikap, perilaku, dan ilmu pengetahuan dapat kita raih dari para guru dan para ilmuwan yang mendidik dan mengajar kita.
     Perasaan aman dan ketenangan dapat diperoleh dari kehadiran petugas keamanan, polisi, tentara, dan para hakim yang adil dan bijaksana, serta para seniman yang menyejukkan jiwa kita, dan para ilmuwan yang membuka cakrawala pikiran kita, demikian seterusnya.
     Kita berteduh di bawah pohon yang rindang dan dapat menikmati buah-buahan yang segar, karena ditanam oleh generasi terdahulu, sehingga sangat wajar apabila kita sekarang merasa ikut terpanggil untuk menjaga lingkungan kita dan berkewajiban untuk menanam pohon atau kebaikan berupa apa pun yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.
     Apabila demikian, maka sebaiknya kita tidak berkata, “Saya bebas melakukan apa pun dan di mana pun, karena itu adalah hak pribadi saya, tidak boleh ada orang yang melarangnya, dan saya akan mempertanggungjawabkannya.”
      Tetapi agama Islam mengajarkan untuk mengorbankan kepentingannya sendiri untuk kepentingan orang lain, seperti dalam Al-Quran surah Al-Hasyr, surah ke-59 ayat 9.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

      “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
     Allah memuji sekelompok sahabat Nabi yang “Mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri dalam kesusahan”.
    Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang yang merokok dan kegiatan apa pun yang tidak baik, yang mengutamakan kepentingan dan kesenangannya sendiri, meskipun mengancam kesehatan orang lain dan dapat merusak lingkungannya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

541. ROKOK

EGOISME PEROKOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang egoisme seorang yang merokok?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Seorang perokok berat berkata, “Merokok adalah hak pribadi saya, maka apa pun bahaya merokok adalah risiko saya pribadi, dan saya akan menanggungnya sendiri, bukankah hidup ini adalah milik saya sendiri?”
     Temannya berkata kepada orang yang merokok,”Maaf Mas, bukan begitu, dalam ajaran agama Islam dan pertimbangan akal manusia, hidup yang kita nikmati adalah pemberian dari Allah, dan diperintahkan oleh Allah digunakan untuk keselamatan dan kesejahteraan diri kita, keluarga, masyarakat, dan seluruh umat manusia.
      Setiap manusia mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri dan kewajiban terhadap orang lain, karena Nabi Muhammad bersabda,”Sesunguhnya fisik jasmani seorang manusia memiliki hak atas dirinya sendiri”.
      Kewajiban bagi setiap manusia muncul karena penggunaan berbagai kenikmatan dan fasilitas yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia untuk diolah oleh manusia dengan masyarakat sekitarnya.
     Apabila manusia menyia-nyiakan hidupnya, maka kewajiban manusia yang lain untuk mengingatkannya, karena mengingatkan manusia yang salah dan keliru adalah kewajiban sesama manusia yang lain.
     Semua sikap dan tindakan seorang manusia pasti memberikan pengaruh terhadap dirinya, keluarga, dan lingkungannya, yang akan memberikan dampak positif atau negatif, sehingga sangat salah dan keliru apabila kita menganggap bahwa masalah merokok dan kegiatan lainnya adalah urusan pribadi.
     Seorang perokok yang mengepulkan asap ke udara dan orang-orang yang tidak merokok di sekitarnya terpaksa harus menghirup udara yang telah dikotori oleh racun nikotin dari rokok dan mencium bau aroma rokok yang diisap.
     Senyum simpul kegembiraan yang ditampilkan oleh seseorang pada pagi hari yang cerah akan menularkan kegembiraan tersebut terhadap sekelilingnya dan membuat suasana yang indah dan menyenangkan bagi semua orang di sekitarnya.
      Sebaliknya, suara teriakan dan jeritan gejolak amarah dari orang-orang yang sedang bertengkar akan mendebarkan jantung orang-orang yang mendengarnya, sehingga setiap manusia pasti terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.
    Cinta dan kasih sayang dapat kita peroleh dari orang tua kita, keluarga  kita, dan masyarakat sekitar, sedangkan sikap, perilaku, dan ilmu pengetahuan dapat kita raih dari para guru dan para ilmuwan yang mendidik dan mengajar kita.
     Perasaan aman dan ketenangan dapat diperoleh dari kehadiran petugas keamanan, polisi, tentara, dan para hakim yang adil dan bijaksana, serta para seniman yang menyejukkan jiwa kita, dan para ilmuwan yang membuka cakrawala pikiran kita, demikian seterusnya.
     Kita berteduh di bawah pohon yang rindang dan dapat menikmati buah-buahan yang segar, karena ditanam oleh generasi terdahulu, sehingga sangat wajar apabila kita sekarang merasa ikut terpanggil untuk menjaga lingkungan kita dan berkewajiban untuk menanam pohon atau kebaikan berupa apa pun yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.
     Apabila demikian, maka sebaiknya kita tidak berkata, “Saya bebas melakukan apa pun dan di mana pun, karena itu adalah hak pribadi saya, tidak boleh ada orang yang melarangnya, dan saya akan mempertanggungjawabkannya.”
      Tetapi agama Islam mengajarkan untuk mengorbankan kepentingannya sendiri untuk kepentingan orang lain, seperti dalam Al-Quran surah Al-Hasyr, surah ke-59 ayat 9.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

      “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
     Allah memuji sekelompok sahabat Nabi yang “Mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri dalam kesusahan”.
    Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang yang merokok dan kegiatan apa pun yang tidak baik, yang mengutamakan kepentingan dan kesenangannya sendiri, meskipun mengancam kesehatan orang lain dan dapat merusak lingkungannya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

541. ROKOK

EGOISME PEROKOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang egoisme seorang yang merokok?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Seorang perokok berat berkata, “Merokok adalah hak pribadi saya, maka apa pun bahaya merokok adalah risiko saya pribadi, dan saya akan menanggungnya sendiri, bukankah hidup ini adalah milik saya sendiri?”
     Temannya berkata kepada orang yang merokok,”Maaf Mas, bukan begitu, dalam ajaran agama Islam dan pertimbangan akal manusia, hidup yang kita nikmati adalah pemberian dari Allah, dan diperintahkan oleh Allah digunakan untuk keselamatan dan kesejahteraan diri kita, keluarga, masyarakat, dan seluruh umat manusia.
      Setiap manusia mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri dan kewajiban terhadap orang lain, karena Nabi Muhammad bersabda,”Sesunguhnya fisik jasmani seorang manusia memiliki hak atas dirinya sendiri”.
      Kewajiban bagi setiap manusia muncul karena penggunaan berbagai kenikmatan dan fasilitas yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia untuk diolah oleh manusia dengan masyarakat sekitarnya.
     Apabila manusia menyia-nyiakan hidupnya, maka kewajiban manusia yang lain untuk mengingatkannya, karena mengingatkan manusia yang salah dan keliru adalah kewajiban sesama manusia yang lain.
     Semua sikap dan tindakan seorang manusia pasti memberikan pengaruh terhadap dirinya, keluarga, dan lingkungannya, yang akan memberikan dampak positif atau negatif, sehingga sangat salah dan keliru apabila kita menganggap bahwa masalah merokok dan kegiatan lainnya adalah urusan pribadi.
     Seorang perokok yang mengepulkan asap ke udara dan orang-orang yang tidak merokok di sekitarnya terpaksa harus menghirup udara yang telah dikotori oleh racun nikotin dari rokok dan mencium bau aroma rokok yang diisap.
     Senyum simpul kegembiraan yang ditampilkan oleh seseorang pada pagi hari yang cerah akan menularkan kegembiraan tersebut terhadap sekelilingnya dan membuat suasana yang indah dan menyenangkan bagi semua orang di sekitarnya.
      Sebaliknya, suara teriakan dan jeritan gejolak amarah dari orang-orang yang sedang bertengkar akan mendebarkan jantung orang-orang yang mendengarnya, sehingga setiap manusia pasti terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.
    Cinta dan kasih sayang dapat kita peroleh dari orang tua kita, keluarga  kita, dan masyarakat sekitar, sedangkan sikap, perilaku, dan ilmu pengetahuan dapat kita raih dari para guru dan para ilmuwan yang mendidik dan mengajar kita.
     Perasaan aman dan ketenangan dapat diperoleh dari kehadiran petugas keamanan, polisi, tentara, dan para hakim yang adil dan bijaksana, serta para seniman yang menyejukkan jiwa kita, dan para ilmuwan yang membuka cakrawala pikiran kita, demikian seterusnya.
     Kita berteduh di bawah pohon yang rindang dan dapat menikmati buah-buahan yang segar, karena ditanam oleh generasi terdahulu, sehingga sangat wajar apabila kita sekarang merasa ikut terpanggil untuk menjaga lingkungan kita dan berkewajiban untuk menanam pohon atau kebaikan berupa apa pun yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.
     Apabila demikian, maka sebaiknya kita tidak berkata, “Saya bebas melakukan apa pun dan di mana pun, karena itu adalah hak pribadi saya, tidak boleh ada orang yang melarangnya, dan saya akan mempertanggungjawabkannya.”
      Tetapi agama Islam mengajarkan untuk mengorbankan kepentingannya sendiri untuk kepentingan orang lain, seperti dalam Al-Quran surah Al-Hasyr, surah ke-59 ayat 9.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

      “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
     Allah memuji sekelompok sahabat Nabi yang “Mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri dalam kesusahan”.
    Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang yang merokok dan kegiatan apa pun yang tidak baik, yang mengutamakan kepentingan dan kesenangannya sendiri, meskipun mengancam kesehatan orang lain dan dapat merusak lingkungannya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Sunday, December 3, 2017

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

540. HATI

HATI NURANI MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang makna hati nurani manusia ?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 94.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
    "Assalamualaikum," ucap seseorang, dan ternyata lawan bicara yang diberinya salam tidak segera menyambut salam tersebut.  “Ini pasti musuh,” muncul bisikan dalam hati nuraninya, dan seketika itu pula dihunuslah pedangnya, maka si pengucap salam meninggal dunia.
     Al-Quran pun turun menegur orang yang telah membunuh orang lain, “Jangan kamu bersikap curiga terhadap seseorang yang mengucapkan salam kepadamu, dengan mengatakan “Kamu bukan orang Islam”.
      Bisikan hati nurani yang terdapat dalam diri seseorang sangat dihargai oleh Allah dan Rasul-Nya, sampai keraguan dalam beriman kepada Allah pun apabila itu adalah bisikan hati seseorang akan dibiarkan oleh Allah.
     Janganlah menilai keikhlasan diri kita sendiri melebihi daripada keikhlasan orang yang berbeda pendapat dengan kita, sehingga Nabi bersabda,”Pernahkah kamu membelah dadanya untuk melihat isi hatinya?”. Oleh karena itu, biarlah masing-masing orang bertanggungjawab penuh atas pilihannya sendiri, karena ajaran Islam memberikan kebebasan terhadap bisikan hati nurani.
     Pemaksaan terhadap hak bisikan hati nurani lebih berbahaya daripada pemaksaan terhadap jasmani, karena pemaksaan terhadap jasmani hanya membatasi sikap, ucapan, dan menyakiti tubuh fisik manusia, tetapi pemasungan terhadap bisikan hati nurani artinya menganggap orang tersebut bukan manusia.
     Kebebasan pendapat hati nurani yang dianugerahkan kepada manusia dibarengi dengan tanggung jawab terhadap hati nurani itu sendiri, karena manusia akan menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun mengemukakan berbagai alasan.
      Al-Quran surah Al-Qiyamah, surah ke-75 ayat 14-15.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ

     “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”.
     Ajaran Islam menegaskan bahwa siapa pun yang berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan sebaliknya orang yang berbuat keburukan maka keburukan itu akan kembali kepada dirinya, serta tidak seorang pun dapat memikul dosa yang dilakukan orang lain, meskipun kerabat terdekatnya.
      Al-Quran surah Al-Zalzalah, surah ke-99 ayat 7-8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

      “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.  
      Al-Quran surah An-Najm, surah ke-53 ayat 38.

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”.
    Demikianlah agama Islam memberikan kebebasan penuh kepada bisikan hati nurani dan sekaligus meletakkan tanggung jawab di atas pundaknya.
      Hati nurani dapat terbentuk oleh pandangan hidup dan lingkungan, karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar, sehingga apabila dalam kegiatan kemasyarakatan belum terdapat aturannya, maka tidak perlu gelisah dan menggerutu, karena hati nurani yang murni pasti mempunyai solusinya.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online