Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Wednesday, December 6, 2017

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

545. ANAK

ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.

      Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
      Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
     Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi  berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
      Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
            Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
    
  “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
     Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
     Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
    Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku,  kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak  adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
     Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
     Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
     Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
     Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.

     Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
     Kemudian Nabi  menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
    Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika  mengucapkan salam.
     Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati,  dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena  “penghormatan” yang diperolehnya.
     Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
     Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
     Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?”  “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Tuesday, December 5, 2017

544. IBU

IBU PENCETAK PEMIMPIN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang seorang ibu adalah pencetak pemimpin dan pembina umat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “ibu” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “umm”, dan kata “umm” berasal dari akar kata yang sama dengan kata “imam” (pemimpin) dan “umat”, yang semuanya bermuara pada makna “yang dituju” atau “yang diteladani”, dalam arti pandangan harus tertuju pada “umat”, “pemimpin”, dan “ibu” untuk dicontoh.
      Kata “umm” (ibu) dapat bermakna melalui perhatian seorang ibu kepada anak-anaknya dan  keteladanannya, serta perhatian anak kepadanya, dapat menciptakan calon pemimpin dan membina umat.
     Sebaliknya, apabila seorang ibu yang melahirkan seorang anak, tetapi tidak berfungsi sebagai “umm”, maka “umat” akan hancur dan “imam” (pemimpin) yang dapat dicontoh dan diteladani tidak akan muncul.
      Al-Quran menempatkan kewajiban berbuat baik kepada orang tua, terutama  kepada ibu, pada urutan kedua setelah kewajiban taat kepada Allah, bukan hanya  karena ibu memikul beban yang berat dalam mengandung, melahirkan, dan menyusukan anak, tetapi juga karena ibu dibebani tugas menciptakan calon pemimpin umat.
     Fungsi dan peranan inilah yang menjadikan seorang ibu sebagai “umm” (ibu), dan agar tugas dan fungsi tersebut berhasil, maka Allah menganugerahkan kepada kaum ibu struktur biologis dan ciri psikologis yang berbeda dengan kaum bapak.
    Peranan ibu sebagai pendidik generasi berikutnya adalah tugas yang berat, dan peranan ibu tidak dapat diremehkan atau dikesampingkan, tetapi bukan berarti bahwa ibu harus terus-menerus berada di rumah dan tidak mengikuti perkembangan dalam masyarakatnya.
     Para ahli memperingatkan,”Kaum ibu janganlah meniru kaum bapak, karena apabila demikian akan lahir jenis manusia ketiga, yaitu kaum wanita yang kebapakan, bukan kaum wanita yang keibuan, karena kaum bapak dan kaum ibu mempunyai struktur biologis dan psikologis yang berbeda”.
      Para ulama mengingatkan bahwa, “Sangat baik dan terpuji apabila seorang ibu atau istri melayani keperluan suaminya, membersihkan dan mengatur rumah tempat tinggalnya, yang sebenarnya bukanlah kewajiban seorang istri,  karena tugas suami adalah menyiapkan makanan yang telah tersaji dan pakaian yang siap digunakan untuk istri dan anak-anaknya”.
      Para ulama menekankan pentingnya kewajiban seorang ibu dalam mendidik semua anaknya, supaya menjadi manusia yang bertakwa, pandai, dan berbudi luhur, serta bermanfaat buat sesama manusia dan makhluk lainnya..
.
     Oleh karena itu, seorang anak yang baik, berkewajiban menghormati dan mengingat semua jasa orang tuanya dan terutama ibunya, yang telah memberikan ASI yang pernah kita minum, setetes keringat yang pernah dicurahkannya, seuntai kalimat bimbingan yang pernah disampaikannya, yang semuanya itu tidak mungkin dapat  terbalaskan, sehingga kita selalu berdoa untuk kebaikan orang tua kita.
      Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 23.

۞ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

      “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
      Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 24.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

      “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,”Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

544. IBU

IBU PENCETAK PEMIMPIN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang seorang ibu adalah pencetak pemimpin dan pembina umat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “ibu” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “umm”, dan kata “umm” berasal dari akar kata yang sama dengan kata “imam” (pemimpin) dan “umat”, yang semuanya bermuara pada makna “yang dituju” atau “yang diteladani”, dalam arti pandangan harus tertuju pada “umat”, “pemimpin”, dan “ibu” untuk dicontoh.
      Kata “umm” (ibu) dapat bermakna melalui perhatian seorang ibu kepada anak-anaknya dan  keteladanannya, serta perhatian anak kepadanya, dapat menciptakan calon pemimpin dan membina umat.
     Sebaliknya, apabila seorang ibu yang melahirkan seorang anak, tetapi tidak berfungsi sebagai “umm”, maka “umat” akan hancur dan “imam” (pemimpin) yang dapat dicontoh dan diteladani tidak akan muncul.
      Al-Quran menempatkan kewajiban berbuat baik kepada orang tua, terutama  kepada ibu, pada urutan kedua setelah kewajiban taat kepada Allah, bukan hanya  karena ibu memikul beban yang berat dalam mengandung, melahirkan, dan menyusukan anak, tetapi juga karena ibu dibebani tugas menciptakan calon pemimpin umat.
     Fungsi dan peranan inilah yang menjadikan seorang ibu sebagai “umm” (ibu), dan agar tugas dan fungsi tersebut berhasil, maka Allah menganugerahkan kepada kaum ibu struktur biologis dan ciri psikologis yang berbeda dengan kaum bapak.
    Peranan ibu sebagai pendidik generasi berikutnya adalah tugas yang berat, dan peranan ibu tidak dapat diremehkan atau dikesampingkan, tetapi bukan berarti bahwa ibu harus terus-menerus berada di rumah dan tidak mengikuti perkembangan dalam masyarakatnya.
     Para ahli memperingatkan,”Kaum ibu janganlah meniru kaum bapak, karena apabila demikian akan lahir jenis manusia ketiga, yaitu kaum wanita yang kebapakan, bukan kaum wanita yang keibuan, karena kaum bapak dan kaum ibu mempunyai struktur biologis dan psikologis yang berbeda”.
      Para ulama mengingatkan bahwa, “Sangat baik dan terpuji apabila seorang ibu atau istri melayani keperluan suaminya, membersihkan dan mengatur rumah tempat tinggalnya, yang sebenarnya bukanlah kewajiban seorang istri,  karena tugas suami adalah menyiapkan makanan yang telah tersaji dan pakaian yang siap digunakan untuk istri dan anak-anaknya”.
      Para ulama menekankan pentingnya kewajiban seorang ibu dalam mendidik semua anaknya, supaya menjadi manusia yang bertakwa, pandai, dan berbudi luhur, serta bermanfaat buat sesama manusia dan makhluk lainnya..
.
     Oleh karena itu, seorang anak yang baik, berkewajiban menghormati dan mengingat semua jasa orang tuanya dan terutama ibunya, yang telah memberikan ASI yang pernah kita minum, setetes keringat yang pernah dicurahkannya, seuntai kalimat bimbingan yang pernah disampaikannya, yang semuanya itu tidak mungkin dapat  terbalaskan, sehingga kita selalu berdoa untuk kebaikan orang tua kita.
      Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 23.

۞ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

      “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
      Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 24.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

      “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,”Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

544. IBU

IBU PENCETAK PEMIMPIN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang seorang ibu adalah pencetak pemimpin dan pembina umat menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “ibu” dalam bahasa Al-Quran dinamakan dengan “umm”, dan kata “umm” berasal dari akar kata yang sama dengan kata “imam” (pemimpin) dan “umat”, yang semuanya bermuara pada makna “yang dituju” atau “yang diteladani”, dalam arti pandangan harus tertuju pada “umat”, “pemimpin”, dan “ibu” untuk dicontoh.
      Kata “umm” (ibu) dapat bermakna melalui perhatian seorang ibu kepada anak-anaknya dan  keteladanannya, serta perhatian anak kepadanya, dapat menciptakan calon pemimpin dan membina umat.
     Sebaliknya, apabila seorang ibu yang melahirkan seorang anak, tetapi tidak berfungsi sebagai “umm”, maka “umat” akan hancur dan “imam” (pemimpin) yang dapat dicontoh dan diteladani tidak akan muncul.
      Al-Quran menempatkan kewajiban berbuat baik kepada orang tua, terutama  kepada ibu, pada urutan kedua setelah kewajiban taat kepada Allah, bukan hanya  karena ibu memikul beban yang berat dalam mengandung, melahirkan, dan menyusukan anak, tetapi juga karena ibu dibebani tugas menciptakan calon pemimpin umat.
     Fungsi dan peranan inilah yang menjadikan seorang ibu sebagai “umm” (ibu), dan agar tugas dan fungsi tersebut berhasil, maka Allah menganugerahkan kepada kaum ibu struktur biologis dan ciri psikologis yang berbeda dengan kaum bapak.
    Peranan ibu sebagai pendidik generasi berikutnya adalah tugas yang berat, dan peranan ibu tidak dapat diremehkan atau dikesampingkan, tetapi bukan berarti bahwa ibu harus terus-menerus berada di rumah dan tidak mengikuti perkembangan dalam masyarakatnya.
     Para ahli memperingatkan,”Kaum ibu janganlah meniru kaum bapak, karena apabila demikian akan lahir jenis manusia ketiga, yaitu kaum wanita yang kebapakan, bukan kaum wanita yang keibuan, karena kaum bapak dan kaum ibu mempunyai struktur biologis dan psikologis yang berbeda”.
      Para ulama mengingatkan bahwa, “Sangat baik dan terpuji apabila seorang ibu atau istri melayani keperluan suaminya, membersihkan dan mengatur rumah tempat tinggalnya, yang sebenarnya bukanlah kewajiban seorang istri,  karena tugas suami adalah menyiapkan makanan yang telah tersaji dan pakaian yang siap digunakan untuk istri dan anak-anaknya”.
      Para ulama menekankan pentingnya kewajiban seorang ibu dalam mendidik semua anaknya, supaya menjadi manusia yang bertakwa, pandai, dan berbudi luhur, serta bermanfaat buat sesama manusia dan makhluk lainnya..
.
     Oleh karena itu, seorang anak yang baik, berkewajiban menghormati dan mengingat semua jasa orang tuanya dan terutama ibunya, yang telah memberikan ASI yang pernah kita minum, setetes keringat yang pernah dicurahkannya, seuntai kalimat bimbingan yang pernah disampaikannya, yang semuanya itu tidak mungkin dapat  terbalaskan, sehingga kita selalu berdoa untuk kebaikan orang tua kita.
      Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 23.

۞ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

      “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
      Al-Quran surah Al-Isra, surah ke-17 ayat 24.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

      “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,”Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online