ANAK ADALAH HIASAN DAN HARAPAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang anak adalah perhiasan hidup dan sumber harapan bagi orang tua menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Al-Quran menyatakan bahwa istri dan anak adalah salah satu “perhiasan kehidupan” dan “sumber harapan”, tetapi ditegaskan pula bahwa di antara mereka ada yang dapat menjadi “musuh orangtuanya”.
Al-Quran At-Taghabun, surah ke-64 ayat 14.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Semua orang tua pasti mendambakan semua anak keturunannya sehat lahir dan batin serta mengharapkan mereka menjadi “permata hatinya”, tetapi sayangnya kita sering melupakan bahwa terdapat dua faktor utama yang sangat berperan untuk meraih dambaan tersebut, yaitu faktor keturunan dan faktor pendidikan.
Para ilmuwan dan para ulama menegaskan bahwa orang tua sangat berpotensi mewariskan kepada anak-cucunya sifat-sifat jasmani dan rohani melalui gen yang mereka miliki.
Dalam bahasa hadis Nabi Muhammad menamakan gen dengan “irig”, dan Nabi berpesan agar calon bapak berhati-hati dalam memilih tempat untuk menaburkan benih yang mengandung gen karena “al-irgu dassas” (gen itu sangat kecil dan tersembunyi, tetapi sangat berpengaruh terhadap anak keturunan.
Sehingga Al-Quran melarang seorang Muslim yang baik untuk menikah dengan seorang musyrik atau seorang pezina.
Al-Quran An-Nur, surah ke-24 ayat 3.
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”.
Para ulama berpendapat,”Gejolak jiwa yang dialami oleh seorang suami dan istri ketika melakukan hubungan seksual, dapat mempengaruhi jiwa anak yang sedang dibuahkannya."
Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar suasana keagamaan dan ketenangan lahir dan batin diusahakan untuk diwujudkan sebelum dan ketika pada saat “berhubungan suami dan istri”, antara lain dengan anjuran membaca doa khusus.
Faktor lainnya yang sangat berperan dalam pembentukan sifat, watak, perilaku, kepandaian, dan keterampilan yag dimiliki oleh seorang anak adalah pendidikannya, dapat dikatakan bahwa syarat pertama dan utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran orang tua terhadap kabat, nminat, dan dan kepribadian anak.
Persaan kasih sayang dan cinta terhadap anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa anaknya untuk menjadi ”persis” seperti orangtuanya atau “kelanjutan” dan “membalasakan dendam” orang tua yang tidak dicapainya dahulu.
Perasaan kasih sayang dan cinta antara orang tua dan anaknya adalah hubungan mesra antara dua kepribadian yang tidak sama dan berlainan, yang masing-masing pribadi mempunyai ciri khusus tersendiri.
Kalau orang tua memaksakan anaknya untuk menjadi “kelanjutannya” atau “sama dengan” orang tuanya, yang tidak sesuai dengan bakat dan minat anak, maka akan pudarlah perasaan cinta.
Seorang anak, berapa pun usianya, adalah seorang manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian tersendiri, yang dapat berbeda dengan kepribadian manusia lainnya.
Ummu Fadhil bercerita bahwa, “Suatu ketika aku menimang seorang bayi, lalu Nabi menggendongnya, dan tiba-tiba si bayi pipis dan membasahi pakaian Nabi, maka dengan cepat segera kurenggut bayi itu dari gendongan Nabi.
Kemudian Nabi menegurku, “Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa si anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”
Nabi tidak ingin perasaan “rendah diri” atau “berdosa” menyentuh jiwa anak tersebut yang dapat dibawanya sampai dia dewasa, sehingga dalam hal tetentu Nabi tidak membedakan perlakuannya terhadap anak dan orang dewasa, misalnya ketika mengucapkan salam.
Mengucapkan salam kepada anak, paling tidak memberikan dua dampak positif menyangkut perkembangan jiwanya, yaitu yang pertama, menanamkan perasaan rendah hati, dan yang kedua, menanamkan perasaan percaya diri karena “penghormatan” yang diperolehnya.
Para ulama berpendapat bahwa hampir 90 persen dari perasaan rendah diri yang diderita banyak orang dewasa, harus dicarikan faktor penyebabnya pada perlakuan yang dialaminya sebelum dewasa.
Nabi bersabda,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, karena Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang membibing anaknya sehingga si anak dapat berbakti kepadanya”.
Sahabat Nabi bertanya,”Ya Nabi, bagaimana cara membantu anak-anak kita?” “Yaitu dengan cara memuji hasil usaha anak kita meskipun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak memberinya beban yang berat, dan tidak memakinya dengan perkataan yang melukai hatinya,” jawab Nabi.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment