Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tuesday, June 5, 2018

869. IKTIKAF

IKTIKAF DI MASJID
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang iktikaf di masjid selama bulan Ramadan menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “puasa” menurut KBBI V dapat diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama berkaitan dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, atau “saum”.
      Ramadan adalah bulan ke-9 tahun Hijrah (sebanyak 29 atau 30 hari), pada bulan Ramadan ini semua orang Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa.
      Puasa (saumu) menurut bahasa Arab adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
      Menurut istilah agama Islam, “puasa” adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
    
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 184.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 187.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

      “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakan puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
      Syarat wajib berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang yang berakal. Orang gila tidak wajib berpuasa. Ke-2, Orang yang sudah balig, sekitar berumur 15 tahun. Anak-anak tidak wajib berpuasa, tetapi perlu berlatih berpuasa.
    Ke-3, Orang yang kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat berpuasa karena sudah tua atau sakit tidak wajib berpuasa, tetapi wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin.
      Syarat sah orang yang berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Orang yang bukan beragama Islam yang ikut berpuasa Ramadan, maka puasanya tidak sah. Ke-2, Orang yang sudah “mumayiz” yaitu orang yang sudah mampu membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang tidak baik.
      Ke-3, Suci dari darah haid (kotoran) dan darah nifas (darah wanita sehabis melahirkan bayi), tetapi wajib mengganti puasanya pada hari yang lain. Ke-4, pada waktu dibolehkan berpuasa. Waktu yang dilarang berpuasa adalah pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Haji.
      Rukun adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sehingga rukun berpuasa Ramadan adalah  hal-hal yang harus dipenuhi agar puasa Ramadan menjadi sah.   
      Rukun berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Berniat puasa Ramadan pada malam hari sebelum berpuasa esok paginya, sedangkan berniat untuk puasa sunah boleh dikerjakan pada pagi hari sebelum masuk waktu salat Zuhur.
      Ke-2, Menahan segala hal yang membatalkan puasa sejak waktu Subuh (terbit fajar) sampai Magrib (terbenam matahari). Jika kedua rukun berpuasa Ramadan tersebut dilanggar, maka puasanya tidak sah.
      Hal-hal yang membatalkan puasa Ramadan adalah berikut ini. Ke-1, makan dan minum dengan sengaja. Ke-2, muntah dengan sengaja, meskipun tidak ada benda apa pun yang masuk ke dalam mulut.
      Ke-3, Berhubungan suami istri. Ke-4, Keluar darah haid atau darah nifas. Ke-5, Gila. Ke-6, Keluar air mani dengan sengaja. Jika hal-hal yang membatalkan puasa tersebut terjadi pada rentang waktu sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, maka puasanya batal.
      Iktikaf adalah diam beberapa waktu di dalam masjid sebagai suatu ibadah dengan syarat tertentu sambil menjauhkan pikiran dari urusan keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
      Hukum iktikaf pada setiap waktu adalah sunah (dianjurkan), sedangkan iktikaf di dalam masjid setelah tanggal 20 bulan Ramadan sampai akhirnya, hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan).
      Aisyah berkata bahwa Nabi Muhammad melakukan iktikaf di Masjid Nabawi pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau meninggal dunia.
      Syarat orang yang mengerjakan iktikaf di masjid adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Kedua, Orang yang berakal. Ketiga, badannya dan pakaiannya suci dari hadas kecil dan hadas besar.
      Rukun iktikaf adalah berukut ini.
      Ke-1, Berniat iktikaf. Ke-2, Berhenti dan duduk minimal beberapa waktu di dalam masjid. Yang membatalkan iktikaf adalah keluar dari masjid dengan tidak ada uzur atau berhubungan suami istri.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

869. IKTIKAF

IKTIKAF DI MASJID
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang iktikaf di masjid selama bulan Ramadan menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “puasa” menurut KBBI V dapat diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama berkaitan dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, atau “saum”.
      Ramadan adalah bulan ke-9 tahun Hijrah (sebanyak 29 atau 30 hari), pada bulan Ramadan ini semua orang Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa.
      Puasa (saumu) menurut bahasa Arab adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
      Menurut istilah agama Islam, “puasa” adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
    
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 184.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 187.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

      “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakan puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
      Syarat wajib berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang yang berakal. Orang gila tidak wajib berpuasa. Ke-2, Orang yang sudah balig, sekitar berumur 15 tahun. Anak-anak tidak wajib berpuasa, tetapi perlu berlatih berpuasa.
    Ke-3, Orang yang kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat berpuasa karena sudah tua atau sakit tidak wajib berpuasa, tetapi wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin.
      Syarat sah orang yang berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Orang yang bukan beragama Islam yang ikut berpuasa Ramadan, maka puasanya tidak sah. Ke-2, Orang yang sudah “mumayiz” yaitu orang yang sudah mampu membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang tidak baik.
      Ke-3, Suci dari darah haid (kotoran) dan darah nifas (darah wanita sehabis melahirkan bayi), tetapi wajib mengganti puasanya pada hari yang lain. Ke-4, pada waktu dibolehkan berpuasa. Waktu yang dilarang berpuasa adalah pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Haji.
      Rukun adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sehingga rukun berpuasa Ramadan adalah  hal-hal yang harus dipenuhi agar puasa Ramadan menjadi sah.   
      Rukun berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Berniat puasa Ramadan pada malam hari sebelum berpuasa esok paginya, sedangkan berniat untuk puasa sunah boleh dikerjakan pada pagi hari sebelum masuk waktu salat Zuhur.
      Ke-2, Menahan segala hal yang membatalkan puasa sejak waktu Subuh (terbit fajar) sampai Magrib (terbenam matahari). Jika kedua rukun berpuasa Ramadan tersebut dilanggar, maka puasanya tidak sah.
      Hal-hal yang membatalkan puasa Ramadan adalah berikut ini. Ke-1, makan dan minum dengan sengaja. Ke-2, muntah dengan sengaja, meskipun tidak ada benda apa pun yang masuk ke dalam mulut.
      Ke-3, Berhubungan suami istri. Ke-4, Keluar darah haid atau darah nifas. Ke-5, Gila. Ke-6, Keluar air mani dengan sengaja. Jika hal-hal yang membatalkan puasa tersebut terjadi pada rentang waktu sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, maka puasanya batal.
      Iktikaf adalah diam beberapa waktu di dalam masjid sebagai suatu ibadah dengan syarat tertentu sambil menjauhkan pikiran dari urusan keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
      Hukum iktikaf pada setiap waktu adalah sunah (dianjurkan), sedangkan iktikaf di dalam masjid setelah tanggal 20 bulan Ramadan sampai akhirnya, hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan).
      Aisyah berkata bahwa Nabi Muhammad melakukan iktikaf di Masjid Nabawi pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau meninggal dunia.
      Syarat orang yang mengerjakan iktikaf di masjid adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Kedua, Orang yang berakal. Ketiga, badannya dan pakaiannya suci dari hadas kecil dan hadas besar.
      Rukun iktikaf adalah berukut ini.
      Ke-1, Berniat iktikaf. Ke-2, Berhenti dan duduk minimal beberapa waktu di dalam masjid. Yang membatalkan iktikaf adalah keluar dari masjid dengan tidak ada uzur atau berhubungan suami istri.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

869. IKTIKAF

IKTIKAF DI MASJID
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang iktikaf di masjid selama bulan Ramadan menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “puasa” menurut KBBI V dapat diartikan “meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama berkaitan dengan keagamaan)”, “salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari”, atau “saum”.
      Ramadan adalah bulan ke-9 tahun Hijrah (sebanyak 29 atau 30 hari), pada bulan Ramadan ini semua orang Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa.
      Puasa (saumu) menurut bahasa Arab adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
      Menurut istilah agama Islam, “puasa” adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
    
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 184.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

      “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antaramu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 187.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

      “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakan puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
      Syarat wajib berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang yang berakal. Orang gila tidak wajib berpuasa. Ke-2, Orang yang sudah balig, sekitar berumur 15 tahun. Anak-anak tidak wajib berpuasa, tetapi perlu berlatih berpuasa.
    Ke-3, Orang yang kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat berpuasa karena sudah tua atau sakit tidak wajib berpuasa, tetapi wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin.
      Syarat sah orang yang berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Orang yang bukan beragama Islam yang ikut berpuasa Ramadan, maka puasanya tidak sah. Ke-2, Orang yang sudah “mumayiz” yaitu orang yang sudah mampu membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang tidak baik.
      Ke-3, Suci dari darah haid (kotoran) dan darah nifas (darah wanita sehabis melahirkan bayi), tetapi wajib mengganti puasanya pada hari yang lain. Ke-4, pada waktu dibolehkan berpuasa. Waktu yang dilarang berpuasa adalah pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Haji.
      Rukun adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sehingga rukun berpuasa Ramadan adalah  hal-hal yang harus dipenuhi agar puasa Ramadan menjadi sah.   
      Rukun berpuasa Ramadan adalah berikut ini.
      Ke-1, Berniat puasa Ramadan pada malam hari sebelum berpuasa esok paginya, sedangkan berniat untuk puasa sunah boleh dikerjakan pada pagi hari sebelum masuk waktu salat Zuhur.
      Ke-2, Menahan segala hal yang membatalkan puasa sejak waktu Subuh (terbit fajar) sampai Magrib (terbenam matahari). Jika kedua rukun berpuasa Ramadan tersebut dilanggar, maka puasanya tidak sah.
      Hal-hal yang membatalkan puasa Ramadan adalah berikut ini. Ke-1, makan dan minum dengan sengaja. Ke-2, muntah dengan sengaja, meskipun tidak ada benda apa pun yang masuk ke dalam mulut.
      Ke-3, Berhubungan suami istri. Ke-4, Keluar darah haid atau darah nifas. Ke-5, Gila. Ke-6, Keluar air mani dengan sengaja. Jika hal-hal yang membatalkan puasa tersebut terjadi pada rentang waktu sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, maka puasanya batal.
      Iktikaf adalah diam beberapa waktu di dalam masjid sebagai suatu ibadah dengan syarat tertentu sambil menjauhkan pikiran dari urusan keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
      Hukum iktikaf pada setiap waktu adalah sunah (dianjurkan), sedangkan iktikaf di dalam masjid setelah tanggal 20 bulan Ramadan sampai akhirnya, hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan).
      Aisyah berkata bahwa Nabi Muhammad melakukan iktikaf di Masjid Nabawi pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau meninggal dunia.
      Syarat orang yang mengerjakan iktikaf di masjid adalah berikut ini.
      Ke-1, Orang Islam. Kedua, Orang yang berakal. Ketiga, badannya dan pakaiannya suci dari hadas kecil dan hadas besar.
      Rukun iktikaf adalah berukut ini.
      Ke-1, Berniat iktikaf. Ke-2, Berhenti dan duduk minimal beberapa waktu di dalam masjid. Yang membatalkan iktikaf adalah keluar dari masjid dengan tidak ada uzur atau berhubungan suami istri.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

Monday, June 4, 2018

868. HUDAIBIYAH

PERJANJIAN HUDAIBIYAH.
SEKILAS MERUGIKAN, PADAHAL MENGUNTUNGKAN NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Perjanjian Hudaibiyah pada zaman Nabi  Muhammad?” Berikut ini penjelasannya
           Pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 Hijriah, Nabi Muhammad berusia59 tahun  bermimpi melaksanakan ibadah umrah di Mekah. Nabi menyampaikan mimpinya kepada para sahabat, semua sahabat menyambutnya dengan gembira karena kaum Quraisy telah 6 tahun melarang umat Islam mengunjungi Mekah, sejak Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah.
        Nabi memerintahkan para sahabat segera menyiapkan segala keperluan untuk melaksanakan umrah ke Mekah. Nabi memimpin perjalanan dengan menunggang unta Al-Qashwa berangkat dari Madinah menuju Mekah bersama 1.400 orang.
      Umu Salamah (istri Nabi) ikut mendampingi, pimpinan Madinah diserahkan kepada Umi Maktum dan Numailah Latsy.
      Rombongan umat Islam mampir di Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk memakai seragam ihram dan memberi tanda pada hewan kurban berjumlah ratusan kambing dan unta.
     Umat Islam hanya membawa perlengkapan musafir berupa pedang dimasukkan sarungnya, tidak membawa perisai, baju besi, dan alat perang lainnya.
     Umat Islam memasuki daerah Usfan, Nabi menerima laporan dari mata-mata bahwa kaum Quraisy telah menyiapkan pasukan perang dan melarang umat Islam memasuki Mekah.
      Nabi bersabda,”Bagaimana pendapat para sahabat, tentang masalah ini?” Abu Bakar menjawab,”Allah dan Rasul-NYa lebih mengetahui bahwa kita datang untuk melaksanakan umrah bukan untuk berperang, tetapi jika mereka menghalangi, maka kita akan memeranginya.” Nabi bersabda,”Jika begitu, ayo kita melanjutkan perjalanan.”
     Khalid bin Walid memimpin 200 penunggang kuda Quraisy telah siap menghadang di jalur utama masuk Mekah. Khalid bin Walid berkata,”Kita akan menyerang umat Islam ketika mereka salat Zuhur, sehingga gampang dikalahkan.” Allah menurunkan hukum salat “khauf”  (cara melakukan salat dalam peperangan), pasukan Quraisy batal menyerang.
      Rombongan umat Islam tidak melewati jalur utama, tetapi melalui jalur yang sulit dengan menerobos di celah-celah gunung melewati Al-Hamsyi, menuju Tsaniyatur Murar turun ke lembah Hudaibiyah.
    Ketika Nabi tiba di Tsaniyatur Murar, unta Nabi (Al-Qashwa) menderum (unta berlutut dengan dengan kedua kaki depan atau dengan keempat kakinya), unta yang ditunggangi Nabi mogok tidak mau berjalan. 
      Nabi bersabda,”Al-Qashwa ditahan oleh malaikat yang dahulu menahan pasukan gajah.” Nabi membentak Al-Qashwa, unta Nabi berjalan memasuki batas Hudaibiyah yang berjarak sekitar 22 km dari Mekah.
      Beberapa orang Islam mendekati kolam mengambil sedikit air, tetapi tidak mencukupi. Nabi memberikan dan menyuruh seseorang menancapkan anak panah ke dalam kolam, kolam itu memancarkan air dengan deras, umat Islam mengambil airnya sampai puas.
      Budail bin Warqa bersama beberapa orang Bani Khuzaah mendatangi Nabi dan  berkata,”Wahai Muhammad, kaum Quraisy siap memerangi kalian dan melarang memasuki Mekah.” Nabi bersabda,”Kami datang bukan untuk berperang, tetapi untuk melaksanakan umrah.”  Budail bin Warqa kembali ke pasukan Quraisy.   
     Terlihat Mikraz bin Hafsah dri kejauhan, Nabi bersabda,”Dia suka berkhianat.” Nabi bersabda kepada Mikraz,”Kami datang untuk umrah, bukan untuk berperang.”  Mikraz bin Hafah kembali ke pasukan Quraisy.  
     Hulais bin Al-Qamah mendekati rombongan umat Islam, Nabi bersabda,”Dia sangat menghormati hewan kurban, lepaskan semua hewan kurban agar mendekatinya.” Umat Islam membaca talbiyah dengan keras, Hulais berkata,”Maha Suci Allah, tidak selayaknya kaum Quraisy menghalangi mereka memasuki Mekah.” Hulais kembali ke kaum Quraisy.
     Urwah bin Masud mendekati Nabi, akan memegang jenggot Nabi, tetapi Mughirah bin Syukbah yang memakai baju besi memukul tangan Urwah bin Masud dengan punggung pedang, sambil berkata,”Jauhkan tanganmu dari jenggot Nabi.”
       Mughirah bin Syukbah mengenakan baju besi yang tampak hanya kedua matanya, Urwah bin Masud bertanya,”Siapakah dia?” “Mughirah bin Syukbah.”jawab orang di sekitar Nabi.
   Urwah bin Masud berkata,”Wahai anak nakal, bukankan aku yang membereskan urusanmu dahulu.” Mughirah pernah membunuh orang dan merampas harta mereka, Urwah bin Masud yang menggantikan tebusannya. 
         Mughirah bin Syukbah pernah membunuh orang, lalu menyatakan masuk Islam, Nabi bersabda,”Aku menerima keislamammu, tetapi harta benda yang kau bawa, harus kau tanggungjawabkan sendiri.”
     Urwah bin Masud kembali kepada kaum Quraisy,”Wahai semua orang Quraisy, aku sudah bertemu dengan para raja. Demi Allah, tidak ada yang seperti Muhammad, ketika Muhammad berwudu, semua orang berebut air sisa wudunya.”
      Urwah bin Masud melanjutkan,”Jika Muhammad memberikan perintah, semua orang berebut melaksanakan. Jika Muhammad berbicara, semua orang diam menyimaknya. Mereka tidak pernah menghunjamkan pandangan mata ke wajah Muhammad, karena penghormatannya, terimalah tawaran yang wajar tersebut.”
      Nabi mengirimkan Usman bin Affan sebagai juru runding menemui Abu Sufyan, (pemimpin Quraisy, yang sama-sama berasal dari Bani Umayah). Usman bin Affan berunding dengan Abu Sufyan, timbul isu Usman bin Affan mati dibunuh.
     Nabi melaksanakan “Baiat Ridwan” (Baiat Pohon) di bawah sebuah pohon, “Semua orang yang mengikuti baiat akan masuk surga.” Semua orang mengikutinya, kecuali satu orang munafik (Jadd bin Qais) yang bersembunyi di belakang unta
      Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 18.

۞ لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

      “Sesungguhnya Allah rida kepada orang-orang mukmin, ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Allah mengetahui yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka, dan memberikan balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”
      Usman bin Affan kembali ke rombongan Nabi, kaum Quraisy mengirim Suhail bin Amr sebagai juru runding, dan Nabi mendikte Ali bin Abi Thalib yang menuliskan “Butir-butir Perjanjian Hudaibiyah”.
      Ke-1, Umat Islam harus pulang. Tahun depan boleh umrah hanya membawa pedang disarungkan, diizinkan berada di Mekah 3 hari.
      Ke-2, Umat Islam dan kaum Quraisy sepakat berdamai tak perang selama 10 tahun.
    Ke-3, Semua orang dibolehkan memilih bergabung dengan kaum Quraisy atau  dengan Nabi Muhammad.
      Ke-4, Orang Quraisy Mekah yang melarikan diri ke Madinah harus dikembalikan ke Mekah, tetapi pengikut Nabi Muhammad yang bergabung ke Quraisy tidak akan dikembalikan kepada Nabi. 
     Pada poin keempat ini sekilas merugikan Nabi Muhammad, perjanjian yang tidak adil, apabila orang Quraisy yang melarikan diri mengikuti Nabi Muhammad, wajib dikembalikan, tetapi pengikut Nabi yang melarikan diri, tidak boleh diminta kembali.
     Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, Bani Khuzaah bergabung dengan Nabi, dan Bani Bakr bergabung dengan kaum Quraisy.
     Muncul kasus pertama, Abu Jandal bin Suhail (putra Suhail, si juru runding) tampak berjalan tertatih-tatih dengan kaki terikat mendekati tenda umat Islam.
      Suhail bin Amar berkata,”Orang ini adalah yang pertama kutuntut agar dikembalikan kepada kaum Quraisy.” Nabi menjawab, “Kami tidak akan melanggar perjanjian, sampai kapan pun.” Abu Jandal bin Suhail yang telah masuk Islam segera dikembalikan. 
      Para sahabat gelisah, mereka sulit menerima hasil perjanjian yang berat sebelah. Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Nabi, bukankah kita berada dalam kebenaran?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab melanjutkan, “Bukankah, jika kita mati akan masuk surga, sedangkan mereka masuk neraka?” “Benar,” jawab Nabi.
     Umar bin Khattab bertanya,”Bukankah engkau memberitahu kami, bahwa kita akan mendatangi Kakbah dan tawaf di sana?”  Nabi menjawab,”Ya, benar, tetapi apakah aku pernah menjanjikan untuk umrah pada tahun ini?” “Tidak,” jawab Umar. “Jika begitu, kita akan pergi ke Kakbah dan tawaf pada tahun depan,” kata Nabi.
      Abu Bakar menjawab pertanyaan Umar bin Khattab,”Wahai Umar, beliau utusan Allah, Patuhi semua perintah beliau, sampai engkau meninggal.”
       Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 1.
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا  لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا   وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا

      “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak)”.
      Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Rasul, apakah benar-benar sebuah kemenangan?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab menjadi tenang dan menyesali tindakannya, pada waktu lain Umar bin Khattab berkata,”Sejak saat itu, aku selalu memperbanyak berbuat kebaikan.”
      Penandatangan Perjanjian Hudaibiyah selesai, Nabi bersabda,”Ayo kalian berdiri, sembelihlah hewan kurban.” Tidak ada seorang pun yang berdiri. Nabi mengulanginya, tetapi tetap tidak ada yang berdiri, Nabi masuk ke ruangan Umu Salamah, istrinya.
      Nabi menceritakan semuanya, Umu Salamah berkata,”Wahai Rasul, keluarlah lakukan semuanya tanpa berkata apa pun.” Nabi menyembelih hewan kurban dan meminta seseorang memangkas rambut beliau tanpa bicara sepatah pun.
     Para sahabat mengikuti menyembelih hewan kurban dan saling bercukur bergantian. Satu ekor unta (sapi) untuk 7 orang, Nabi menyembelih unta yang pernah dimiliki Abu Jahal. 
       Pejanjian Hudaiiyah menguntungkan umat Islam karena 10 tahun ke depan tidak ada peperangan dengan kaum Quraisy, sehingga umat Islam bisa konsentrasi kepada urusan lain, meningkatkan dakwah tanpa takut gangguan kaum Quraisy.
    Terbukti selama 10 tahun, Islam berkembang pesat, Nabi berkirim surat kepada para pemimpin dunia (Raja Najashi di Habasyah, sekarang Etiopia, Afrika, Muqauqis Raja Mesir, Kisra Raja Persia, Qaishar Raja Romawi,  Al-Mundzir bin Sawa Bahrain) dan para pemimpin lainnya.
       Sepulang dari Hudaibiyah, 1.400 pasukan Islam menuju Khaibar, tempat kaum Yahudi Bani Nadhir dan Qainuqa, mereka diusir dari Madinah karena telah melanggar perjanjian,  tinggal di Khaibar, benteng Khaibar dapat dikuasai pasukan Islam.
      Bani Nadhir dan Qainuqa pernah berkhianat mengumpulkan 10.000 pasukan gabungan pada Perang Khandaq (Perang Parit) pada waktu itu umat Islam hampir musnah, karena 3.000 pasukan Islam dikepung 10.000 pasukan musuh.      
      Sepulang dari Khaibar, pasukan Islam mengalahkan banyak kelompok kecil di sekitar Madinah.
      Terjadi Perang Muktah (perang yang tidak seimbang, 3.000 pasukan Islam menghadapi 200.000 pasukan Romawi), pasukan Islam mampu menahan pasukan Romawi, sehingga banyak suku-suku Arab bergabung dengan Nabi.
     Pada tahun ke-8 Hijriah (hanya 2 tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah), jumlah pasukan Islam meningkat menjadi 10.000 orang, mampu menaklukkan Mekah tanpa pertumpahan darah, itulah keuntungan Perjanjian Hudaibiyah.
Daftar Pustaka
1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004 
4.   Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

868. HUDAIBIYAH

PERJANJIAN HUDAIBIYAH.
SEKILAS MERUGIKAN, PADAHAL MENGUNTUNGKAN NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Perjanjian Hudaibiyah pada zaman Nabi  Muhammad?” Berikut ini penjelasannya
           Pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 Hijriah, Nabi Muhammad berusia59 tahun  bermimpi melaksanakan ibadah umrah di Mekah. Nabi menyampaikan mimpinya kepada para sahabat, semua sahabat menyambutnya dengan gembira karena kaum Quraisy telah 6 tahun melarang umat Islam mengunjungi Mekah, sejak Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah.
        Nabi memerintahkan para sahabat segera menyiapkan segala keperluan untuk melaksanakan umrah ke Mekah. Nabi memimpin perjalanan dengan menunggang unta Al-Qashwa berangkat dari Madinah menuju Mekah bersama 1.400 orang.
      Umu Salamah (istri Nabi) ikut mendampingi, pimpinan Madinah diserahkan kepada Umi Maktum dan Numailah Latsy.
      Rombongan umat Islam mampir di Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk memakai seragam ihram dan memberi tanda pada hewan kurban berjumlah ratusan kambing dan unta.
     Umat Islam hanya membawa perlengkapan musafir berupa pedang dimasukkan sarungnya, tidak membawa perisai, baju besi, dan alat perang lainnya.
     Umat Islam memasuki daerah Usfan, Nabi menerima laporan dari mata-mata bahwa kaum Quraisy telah menyiapkan pasukan perang dan melarang umat Islam memasuki Mekah.
      Nabi bersabda,”Bagaimana pendapat para sahabat, tentang masalah ini?” Abu Bakar menjawab,”Allah dan Rasul-NYa lebih mengetahui bahwa kita datang untuk melaksanakan umrah bukan untuk berperang, tetapi jika mereka menghalangi, maka kita akan memeranginya.” Nabi bersabda,”Jika begitu, ayo kita melanjutkan perjalanan.”
     Khalid bin Walid memimpin 200 penunggang kuda Quraisy telah siap menghadang di jalur utama masuk Mekah. Khalid bin Walid berkata,”Kita akan menyerang umat Islam ketika mereka salat Zuhur, sehingga gampang dikalahkan.” Allah menurunkan hukum salat “khauf”  (cara melakukan salat dalam peperangan), pasukan Quraisy batal menyerang.
      Rombongan umat Islam tidak melewati jalur utama, tetapi melalui jalur yang sulit dengan menerobos di celah-celah gunung melewati Al-Hamsyi, menuju Tsaniyatur Murar turun ke lembah Hudaibiyah.
    Ketika Nabi tiba di Tsaniyatur Murar, unta Nabi (Al-Qashwa) menderum (unta berlutut dengan dengan kedua kaki depan atau dengan keempat kakinya), unta yang ditunggangi Nabi mogok tidak mau berjalan. 
      Nabi bersabda,”Al-Qashwa ditahan oleh malaikat yang dahulu menahan pasukan gajah.” Nabi membentak Al-Qashwa, unta Nabi berjalan memasuki batas Hudaibiyah yang berjarak sekitar 22 km dari Mekah.
      Beberapa orang Islam mendekati kolam mengambil sedikit air, tetapi tidak mencukupi. Nabi memberikan dan menyuruh seseorang menancapkan anak panah ke dalam kolam, kolam itu memancarkan air dengan deras, umat Islam mengambil airnya sampai puas.
      Budail bin Warqa bersama beberapa orang Bani Khuzaah mendatangi Nabi dan  berkata,”Wahai Muhammad, kaum Quraisy siap memerangi kalian dan melarang memasuki Mekah.” Nabi bersabda,”Kami datang bukan untuk berperang, tetapi untuk melaksanakan umrah.”  Budail bin Warqa kembali ke pasukan Quraisy.   
     Terlihat Mikraz bin Hafsah dri kejauhan, Nabi bersabda,”Dia suka berkhianat.” Nabi bersabda kepada Mikraz,”Kami datang untuk umrah, bukan untuk berperang.”  Mikraz bin Hafah kembali ke pasukan Quraisy.  
     Hulais bin Al-Qamah mendekati rombongan umat Islam, Nabi bersabda,”Dia sangat menghormati hewan kurban, lepaskan semua hewan kurban agar mendekatinya.” Umat Islam membaca talbiyah dengan keras, Hulais berkata,”Maha Suci Allah, tidak selayaknya kaum Quraisy menghalangi mereka memasuki Mekah.” Hulais kembali ke kaum Quraisy.
     Urwah bin Masud mendekati Nabi, akan memegang jenggot Nabi, tetapi Mughirah bin Syukbah yang memakai baju besi memukul tangan Urwah bin Masud dengan punggung pedang, sambil berkata,”Jauhkan tanganmu dari jenggot Nabi.”
       Mughirah bin Syukbah mengenakan baju besi yang tampak hanya kedua matanya, Urwah bin Masud bertanya,”Siapakah dia?” “Mughirah bin Syukbah.”jawab orang di sekitar Nabi.
   Urwah bin Masud berkata,”Wahai anak nakal, bukankan aku yang membereskan urusanmu dahulu.” Mughirah pernah membunuh orang dan merampas harta mereka, Urwah bin Masud yang menggantikan tebusannya. 
         Mughirah bin Syukbah pernah membunuh orang, lalu menyatakan masuk Islam, Nabi bersabda,”Aku menerima keislamammu, tetapi harta benda yang kau bawa, harus kau tanggungjawabkan sendiri.”
     Urwah bin Masud kembali kepada kaum Quraisy,”Wahai semua orang Quraisy, aku sudah bertemu dengan para raja. Demi Allah, tidak ada yang seperti Muhammad, ketika Muhammad berwudu, semua orang berebut air sisa wudunya.”
      Urwah bin Masud melanjutkan,”Jika Muhammad memberikan perintah, semua orang berebut melaksanakan. Jika Muhammad berbicara, semua orang diam menyimaknya. Mereka tidak pernah menghunjamkan pandangan mata ke wajah Muhammad, karena penghormatannya, terimalah tawaran yang wajar tersebut.”
      Nabi mengirimkan Usman bin Affan sebagai juru runding menemui Abu Sufyan, (pemimpin Quraisy, yang sama-sama berasal dari Bani Umayah). Usman bin Affan berunding dengan Abu Sufyan, timbul isu Usman bin Affan mati dibunuh.
     Nabi melaksanakan “Baiat Ridwan” (Baiat Pohon) di bawah sebuah pohon, “Semua orang yang mengikuti baiat akan masuk surga.” Semua orang mengikutinya, kecuali satu orang munafik (Jadd bin Qais) yang bersembunyi di belakang unta
      Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 18.

۞ لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

      “Sesungguhnya Allah rida kepada orang-orang mukmin, ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Allah mengetahui yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka, dan memberikan balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”
      Usman bin Affan kembali ke rombongan Nabi, kaum Quraisy mengirim Suhail bin Amr sebagai juru runding, dan Nabi mendikte Ali bin Abi Thalib yang menuliskan “Butir-butir Perjanjian Hudaibiyah”.
      Ke-1, Umat Islam harus pulang. Tahun depan boleh umrah hanya membawa pedang disarungkan, diizinkan berada di Mekah 3 hari.
      Ke-2, Umat Islam dan kaum Quraisy sepakat berdamai tak perang selama 10 tahun.
    Ke-3, Semua orang dibolehkan memilih bergabung dengan kaum Quraisy atau  dengan Nabi Muhammad.
      Ke-4, Orang Quraisy Mekah yang melarikan diri ke Madinah harus dikembalikan ke Mekah, tetapi pengikut Nabi Muhammad yang bergabung ke Quraisy tidak akan dikembalikan kepada Nabi. 
     Pada poin keempat ini sekilas merugikan Nabi Muhammad, perjanjian yang tidak adil, apabila orang Quraisy yang melarikan diri mengikuti Nabi Muhammad, wajib dikembalikan, tetapi pengikut Nabi yang melarikan diri, tidak boleh diminta kembali.
     Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, Bani Khuzaah bergabung dengan Nabi, dan Bani Bakr bergabung dengan kaum Quraisy.
     Muncul kasus pertama, Abu Jandal bin Suhail (putra Suhail, si juru runding) tampak berjalan tertatih-tatih dengan kaki terikat mendekati tenda umat Islam.
      Suhail bin Amar berkata,”Orang ini adalah yang pertama kutuntut agar dikembalikan kepada kaum Quraisy.” Nabi menjawab, “Kami tidak akan melanggar perjanjian, sampai kapan pun.” Abu Jandal bin Suhail yang telah masuk Islam segera dikembalikan. 
      Para sahabat gelisah, mereka sulit menerima hasil perjanjian yang berat sebelah. Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Nabi, bukankah kita berada dalam kebenaran?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab melanjutkan, “Bukankah, jika kita mati akan masuk surga, sedangkan mereka masuk neraka?” “Benar,” jawab Nabi.
     Umar bin Khattab bertanya,”Bukankah engkau memberitahu kami, bahwa kita akan mendatangi Kakbah dan tawaf di sana?”  Nabi menjawab,”Ya, benar, tetapi apakah aku pernah menjanjikan untuk umrah pada tahun ini?” “Tidak,” jawab Umar. “Jika begitu, kita akan pergi ke Kakbah dan tawaf pada tahun depan,” kata Nabi.
      Abu Bakar menjawab pertanyaan Umar bin Khattab,”Wahai Umar, beliau utusan Allah, Patuhi semua perintah beliau, sampai engkau meninggal.”
       Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 1.
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا  لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا   وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا

      “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak)”.
      Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Rasul, apakah benar-benar sebuah kemenangan?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab menjadi tenang dan menyesali tindakannya, pada waktu lain Umar bin Khattab berkata,”Sejak saat itu, aku selalu memperbanyak berbuat kebaikan.”
      Penandatangan Perjanjian Hudaibiyah selesai, Nabi bersabda,”Ayo kalian berdiri, sembelihlah hewan kurban.” Tidak ada seorang pun yang berdiri. Nabi mengulanginya, tetapi tetap tidak ada yang berdiri, Nabi masuk ke ruangan Umu Salamah, istrinya.
      Nabi menceritakan semuanya, Umu Salamah berkata,”Wahai Rasul, keluarlah lakukan semuanya tanpa berkata apa pun.” Nabi menyembelih hewan kurban dan meminta seseorang memangkas rambut beliau tanpa bicara sepatah pun.
     Para sahabat mengikuti menyembelih hewan kurban dan saling bercukur bergantian. Satu ekor unta (sapi) untuk 7 orang, Nabi menyembelih unta yang pernah dimiliki Abu Jahal. 
       Pejanjian Hudaiiyah menguntungkan umat Islam karena 10 tahun ke depan tidak ada peperangan dengan kaum Quraisy, sehingga umat Islam bisa konsentrasi kepada urusan lain, meningkatkan dakwah tanpa takut gangguan kaum Quraisy.
    Terbukti selama 10 tahun, Islam berkembang pesat, Nabi berkirim surat kepada para pemimpin dunia (Raja Najashi di Habasyah, sekarang Etiopia, Afrika, Muqauqis Raja Mesir, Kisra Raja Persia, Qaishar Raja Romawi,  Al-Mundzir bin Sawa Bahrain) dan para pemimpin lainnya.
       Sepulang dari Hudaibiyah, 1.400 pasukan Islam menuju Khaibar, tempat kaum Yahudi Bani Nadhir dan Qainuqa, mereka diusir dari Madinah karena telah melanggar perjanjian,  tinggal di Khaibar, benteng Khaibar dapat dikuasai pasukan Islam.
      Bani Nadhir dan Qainuqa pernah berkhianat mengumpulkan 10.000 pasukan gabungan pada Perang Khandaq (Perang Parit) pada waktu itu umat Islam hampir musnah, karena 3.000 pasukan Islam dikepung 10.000 pasukan musuh.      
      Sepulang dari Khaibar, pasukan Islam mengalahkan banyak kelompok kecil di sekitar Madinah.
      Terjadi Perang Muktah (perang yang tidak seimbang, 3.000 pasukan Islam menghadapi 200.000 pasukan Romawi), pasukan Islam mampu menahan pasukan Romawi, sehingga banyak suku-suku Arab bergabung dengan Nabi.
     Pada tahun ke-8 Hijriah (hanya 2 tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah), jumlah pasukan Islam meningkat menjadi 10.000 orang, mampu menaklukkan Mekah tanpa pertumpahan darah, itulah keuntungan Perjanjian Hudaibiyah.
Daftar Pustaka
1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004 
4.   Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

868. HUDAIBIYAH

PERJANJIAN HUDAIBIYAH.
SEKILAS MERUGIKAN, PADAHAL MENGUNTUNGKAN NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Perjanjian Hudaibiyah pada zaman Nabi  Muhammad?” Berikut ini penjelasannya
           Pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 Hijriah, Nabi Muhammad berusia59 tahun  bermimpi melaksanakan ibadah umrah di Mekah. Nabi menyampaikan mimpinya kepada para sahabat, semua sahabat menyambutnya dengan gembira karena kaum Quraisy telah 6 tahun melarang umat Islam mengunjungi Mekah, sejak Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah.
        Nabi memerintahkan para sahabat segera menyiapkan segala keperluan untuk melaksanakan umrah ke Mekah. Nabi memimpin perjalanan dengan menunggang unta Al-Qashwa berangkat dari Madinah menuju Mekah bersama 1.400 orang.
      Umu Salamah (istri Nabi) ikut mendampingi, pimpinan Madinah diserahkan kepada Umi Maktum dan Numailah Latsy.
      Rombongan umat Islam mampir di Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk memakai seragam ihram dan memberi tanda pada hewan kurban berjumlah ratusan kambing dan unta.
     Umat Islam hanya membawa perlengkapan musafir berupa pedang dimasukkan sarungnya, tidak membawa perisai, baju besi, dan alat perang lainnya.
     Umat Islam memasuki daerah Usfan, Nabi menerima laporan dari mata-mata bahwa kaum Quraisy telah menyiapkan pasukan perang dan melarang umat Islam memasuki Mekah.
      Nabi bersabda,”Bagaimana pendapat para sahabat, tentang masalah ini?” Abu Bakar menjawab,”Allah dan Rasul-NYa lebih mengetahui bahwa kita datang untuk melaksanakan umrah bukan untuk berperang, tetapi jika mereka menghalangi, maka kita akan memeranginya.” Nabi bersabda,”Jika begitu, ayo kita melanjutkan perjalanan.”
     Khalid bin Walid memimpin 200 penunggang kuda Quraisy telah siap menghadang di jalur utama masuk Mekah. Khalid bin Walid berkata,”Kita akan menyerang umat Islam ketika mereka salat Zuhur, sehingga gampang dikalahkan.” Allah menurunkan hukum salat “khauf”  (cara melakukan salat dalam peperangan), pasukan Quraisy batal menyerang.
      Rombongan umat Islam tidak melewati jalur utama, tetapi melalui jalur yang sulit dengan menerobos di celah-celah gunung melewati Al-Hamsyi, menuju Tsaniyatur Murar turun ke lembah Hudaibiyah.
    Ketika Nabi tiba di Tsaniyatur Murar, unta Nabi (Al-Qashwa) menderum (unta berlutut dengan dengan kedua kaki depan atau dengan keempat kakinya), unta yang ditunggangi Nabi mogok tidak mau berjalan. 
      Nabi bersabda,”Al-Qashwa ditahan oleh malaikat yang dahulu menahan pasukan gajah.” Nabi membentak Al-Qashwa, unta Nabi berjalan memasuki batas Hudaibiyah yang berjarak sekitar 22 km dari Mekah.
      Beberapa orang Islam mendekati kolam mengambil sedikit air, tetapi tidak mencukupi. Nabi memberikan dan menyuruh seseorang menancapkan anak panah ke dalam kolam, kolam itu memancarkan air dengan deras, umat Islam mengambil airnya sampai puas.
      Budail bin Warqa bersama beberapa orang Bani Khuzaah mendatangi Nabi dan  berkata,”Wahai Muhammad, kaum Quraisy siap memerangi kalian dan melarang memasuki Mekah.” Nabi bersabda,”Kami datang bukan untuk berperang, tetapi untuk melaksanakan umrah.”  Budail bin Warqa kembali ke pasukan Quraisy.   
     Terlihat Mikraz bin Hafsah dri kejauhan, Nabi bersabda,”Dia suka berkhianat.” Nabi bersabda kepada Mikraz,”Kami datang untuk umrah, bukan untuk berperang.”  Mikraz bin Hafah kembali ke pasukan Quraisy.  
     Hulais bin Al-Qamah mendekati rombongan umat Islam, Nabi bersabda,”Dia sangat menghormati hewan kurban, lepaskan semua hewan kurban agar mendekatinya.” Umat Islam membaca talbiyah dengan keras, Hulais berkata,”Maha Suci Allah, tidak selayaknya kaum Quraisy menghalangi mereka memasuki Mekah.” Hulais kembali ke kaum Quraisy.
     Urwah bin Masud mendekati Nabi, akan memegang jenggot Nabi, tetapi Mughirah bin Syukbah yang memakai baju besi memukul tangan Urwah bin Masud dengan punggung pedang, sambil berkata,”Jauhkan tanganmu dari jenggot Nabi.”
       Mughirah bin Syukbah mengenakan baju besi yang tampak hanya kedua matanya, Urwah bin Masud bertanya,”Siapakah dia?” “Mughirah bin Syukbah.”jawab orang di sekitar Nabi.
   Urwah bin Masud berkata,”Wahai anak nakal, bukankan aku yang membereskan urusanmu dahulu.” Mughirah pernah membunuh orang dan merampas harta mereka, Urwah bin Masud yang menggantikan tebusannya. 
         Mughirah bin Syukbah pernah membunuh orang, lalu menyatakan masuk Islam, Nabi bersabda,”Aku menerima keislamammu, tetapi harta benda yang kau bawa, harus kau tanggungjawabkan sendiri.”
     Urwah bin Masud kembali kepada kaum Quraisy,”Wahai semua orang Quraisy, aku sudah bertemu dengan para raja. Demi Allah, tidak ada yang seperti Muhammad, ketika Muhammad berwudu, semua orang berebut air sisa wudunya.”
      Urwah bin Masud melanjutkan,”Jika Muhammad memberikan perintah, semua orang berebut melaksanakan. Jika Muhammad berbicara, semua orang diam menyimaknya. Mereka tidak pernah menghunjamkan pandangan mata ke wajah Muhammad, karena penghormatannya, terimalah tawaran yang wajar tersebut.”
      Nabi mengirimkan Usman bin Affan sebagai juru runding menemui Abu Sufyan, (pemimpin Quraisy, yang sama-sama berasal dari Bani Umayah). Usman bin Affan berunding dengan Abu Sufyan, timbul isu Usman bin Affan mati dibunuh.
     Nabi melaksanakan “Baiat Ridwan” (Baiat Pohon) di bawah sebuah pohon, “Semua orang yang mengikuti baiat akan masuk surga.” Semua orang mengikutinya, kecuali satu orang munafik (Jadd bin Qais) yang bersembunyi di belakang unta
      Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 18.

۞ لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

      “Sesungguhnya Allah rida kepada orang-orang mukmin, ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Allah mengetahui yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka, dan memberikan balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”
      Usman bin Affan kembali ke rombongan Nabi, kaum Quraisy mengirim Suhail bin Amr sebagai juru runding, dan Nabi mendikte Ali bin Abi Thalib yang menuliskan “Butir-butir Perjanjian Hudaibiyah”.
      Ke-1, Umat Islam harus pulang. Tahun depan boleh umrah hanya membawa pedang disarungkan, diizinkan berada di Mekah 3 hari.
      Ke-2, Umat Islam dan kaum Quraisy sepakat berdamai tak perang selama 10 tahun.
    Ke-3, Semua orang dibolehkan memilih bergabung dengan kaum Quraisy atau  dengan Nabi Muhammad.
      Ke-4, Orang Quraisy Mekah yang melarikan diri ke Madinah harus dikembalikan ke Mekah, tetapi pengikut Nabi Muhammad yang bergabung ke Quraisy tidak akan dikembalikan kepada Nabi. 
     Pada poin keempat ini sekilas merugikan Nabi Muhammad, perjanjian yang tidak adil, apabila orang Quraisy yang melarikan diri mengikuti Nabi Muhammad, wajib dikembalikan, tetapi pengikut Nabi yang melarikan diri, tidak boleh diminta kembali.
     Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, Bani Khuzaah bergabung dengan Nabi, dan Bani Bakr bergabung dengan kaum Quraisy.
     Muncul kasus pertama, Abu Jandal bin Suhail (putra Suhail, si juru runding) tampak berjalan tertatih-tatih dengan kaki terikat mendekati tenda umat Islam.
      Suhail bin Amar berkata,”Orang ini adalah yang pertama kutuntut agar dikembalikan kepada kaum Quraisy.” Nabi menjawab, “Kami tidak akan melanggar perjanjian, sampai kapan pun.” Abu Jandal bin Suhail yang telah masuk Islam segera dikembalikan. 
      Para sahabat gelisah, mereka sulit menerima hasil perjanjian yang berat sebelah. Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Nabi, bukankah kita berada dalam kebenaran?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab melanjutkan, “Bukankah, jika kita mati akan masuk surga, sedangkan mereka masuk neraka?” “Benar,” jawab Nabi.
     Umar bin Khattab bertanya,”Bukankah engkau memberitahu kami, bahwa kita akan mendatangi Kakbah dan tawaf di sana?”  Nabi menjawab,”Ya, benar, tetapi apakah aku pernah menjanjikan untuk umrah pada tahun ini?” “Tidak,” jawab Umar. “Jika begitu, kita akan pergi ke Kakbah dan tawaf pada tahun depan,” kata Nabi.
      Abu Bakar menjawab pertanyaan Umar bin Khattab,”Wahai Umar, beliau utusan Allah, Patuhi semua perintah beliau, sampai engkau meninggal.”
       Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 1.
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا  لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا   وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا

      “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak)”.
      Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Rasul, apakah benar-benar sebuah kemenangan?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab menjadi tenang dan menyesali tindakannya, pada waktu lain Umar bin Khattab berkata,”Sejak saat itu, aku selalu memperbanyak berbuat kebaikan.”
      Penandatangan Perjanjian Hudaibiyah selesai, Nabi bersabda,”Ayo kalian berdiri, sembelihlah hewan kurban.” Tidak ada seorang pun yang berdiri. Nabi mengulanginya, tetapi tetap tidak ada yang berdiri, Nabi masuk ke ruangan Umu Salamah, istrinya.
      Nabi menceritakan semuanya, Umu Salamah berkata,”Wahai Rasul, keluarlah lakukan semuanya tanpa berkata apa pun.” Nabi menyembelih hewan kurban dan meminta seseorang memangkas rambut beliau tanpa bicara sepatah pun.
     Para sahabat mengikuti menyembelih hewan kurban dan saling bercukur bergantian. Satu ekor unta (sapi) untuk 7 orang, Nabi menyembelih unta yang pernah dimiliki Abu Jahal. 
       Pejanjian Hudaiiyah menguntungkan umat Islam karena 10 tahun ke depan tidak ada peperangan dengan kaum Quraisy, sehingga umat Islam bisa konsentrasi kepada urusan lain, meningkatkan dakwah tanpa takut gangguan kaum Quraisy.
    Terbukti selama 10 tahun, Islam berkembang pesat, Nabi berkirim surat kepada para pemimpin dunia (Raja Najashi di Habasyah, sekarang Etiopia, Afrika, Muqauqis Raja Mesir, Kisra Raja Persia, Qaishar Raja Romawi,  Al-Mundzir bin Sawa Bahrain) dan para pemimpin lainnya.
       Sepulang dari Hudaibiyah, 1.400 pasukan Islam menuju Khaibar, tempat kaum Yahudi Bani Nadhir dan Qainuqa, mereka diusir dari Madinah karena telah melanggar perjanjian,  tinggal di Khaibar, benteng Khaibar dapat dikuasai pasukan Islam.
      Bani Nadhir dan Qainuqa pernah berkhianat mengumpulkan 10.000 pasukan gabungan pada Perang Khandaq (Perang Parit) pada waktu itu umat Islam hampir musnah, karena 3.000 pasukan Islam dikepung 10.000 pasukan musuh.      
      Sepulang dari Khaibar, pasukan Islam mengalahkan banyak kelompok kecil di sekitar Madinah.
      Terjadi Perang Muktah (perang yang tidak seimbang, 3.000 pasukan Islam menghadapi 200.000 pasukan Romawi), pasukan Islam mampu menahan pasukan Romawi, sehingga banyak suku-suku Arab bergabung dengan Nabi.
     Pada tahun ke-8 Hijriah (hanya 2 tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah), jumlah pasukan Islam meningkat menjadi 10.000 orang, mampu menaklukkan Mekah tanpa pertumpahan darah, itulah keuntungan Perjanjian Hudaibiyah.
Daftar Pustaka
1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004 
4.   Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

868. HUDAIBIYAH

PERJANJIAN HUDAIBIYAH.
SEKILAS MERUGIKAN, PADAHAL MENGUNTUNGKAN NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Perjanjian Hudaibiyah pada zaman Nabi  Muhammad?” Berikut ini penjelasannya
           Pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 Hijriah, Nabi Muhammad berusia59 tahun  bermimpi melaksanakan ibadah umrah di Mekah. Nabi menyampaikan mimpinya kepada para sahabat, semua sahabat menyambutnya dengan gembira karena kaum Quraisy telah 6 tahun melarang umat Islam mengunjungi Mekah, sejak Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah.
        Nabi memerintahkan para sahabat segera menyiapkan segala keperluan untuk melaksanakan umrah ke Mekah. Nabi memimpin perjalanan dengan menunggang unta Al-Qashwa berangkat dari Madinah menuju Mekah bersama 1.400 orang.
      Umu Salamah (istri Nabi) ikut mendampingi, pimpinan Madinah diserahkan kepada Umi Maktum dan Numailah Latsy.
      Rombongan umat Islam mampir di Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk memakai seragam ihram dan memberi tanda pada hewan kurban berjumlah ratusan kambing dan unta.
     Umat Islam hanya membawa perlengkapan musafir berupa pedang dimasukkan sarungnya, tidak membawa perisai, baju besi, dan alat perang lainnya.
     Umat Islam memasuki daerah Usfan, Nabi menerima laporan dari mata-mata bahwa kaum Quraisy telah menyiapkan pasukan perang dan melarang umat Islam memasuki Mekah.
      Nabi bersabda,”Bagaimana pendapat para sahabat, tentang masalah ini?” Abu Bakar menjawab,”Allah dan Rasul-NYa lebih mengetahui bahwa kita datang untuk melaksanakan umrah bukan untuk berperang, tetapi jika mereka menghalangi, maka kita akan memeranginya.” Nabi bersabda,”Jika begitu, ayo kita melanjutkan perjalanan.”
     Khalid bin Walid memimpin 200 penunggang kuda Quraisy telah siap menghadang di jalur utama masuk Mekah. Khalid bin Walid berkata,”Kita akan menyerang umat Islam ketika mereka salat Zuhur, sehingga gampang dikalahkan.” Allah menurunkan hukum salat “khauf”  (cara melakukan salat dalam peperangan), pasukan Quraisy batal menyerang.
      Rombongan umat Islam tidak melewati jalur utama, tetapi melalui jalur yang sulit dengan menerobos di celah-celah gunung melewati Al-Hamsyi, menuju Tsaniyatur Murar turun ke lembah Hudaibiyah.
    Ketika Nabi tiba di Tsaniyatur Murar, unta Nabi (Al-Qashwa) menderum (unta berlutut dengan dengan kedua kaki depan atau dengan keempat kakinya), unta yang ditunggangi Nabi mogok tidak mau berjalan. 
      Nabi bersabda,”Al-Qashwa ditahan oleh malaikat yang dahulu menahan pasukan gajah.” Nabi membentak Al-Qashwa, unta Nabi berjalan memasuki batas Hudaibiyah yang berjarak sekitar 22 km dari Mekah.
      Beberapa orang Islam mendekati kolam mengambil sedikit air, tetapi tidak mencukupi. Nabi memberikan dan menyuruh seseorang menancapkan anak panah ke dalam kolam, kolam itu memancarkan air dengan deras, umat Islam mengambil airnya sampai puas.
      Budail bin Warqa bersama beberapa orang Bani Khuzaah mendatangi Nabi dan  berkata,”Wahai Muhammad, kaum Quraisy siap memerangi kalian dan melarang memasuki Mekah.” Nabi bersabda,”Kami datang bukan untuk berperang, tetapi untuk melaksanakan umrah.”  Budail bin Warqa kembali ke pasukan Quraisy.   
     Terlihat Mikraz bin Hafsah dri kejauhan, Nabi bersabda,”Dia suka berkhianat.” Nabi bersabda kepada Mikraz,”Kami datang untuk umrah, bukan untuk berperang.”  Mikraz bin Hafah kembali ke pasukan Quraisy.  
     Hulais bin Al-Qamah mendekati rombongan umat Islam, Nabi bersabda,”Dia sangat menghormati hewan kurban, lepaskan semua hewan kurban agar mendekatinya.” Umat Islam membaca talbiyah dengan keras, Hulais berkata,”Maha Suci Allah, tidak selayaknya kaum Quraisy menghalangi mereka memasuki Mekah.” Hulais kembali ke kaum Quraisy.
     Urwah bin Masud mendekati Nabi, akan memegang jenggot Nabi, tetapi Mughirah bin Syukbah yang memakai baju besi memukul tangan Urwah bin Masud dengan punggung pedang, sambil berkata,”Jauhkan tanganmu dari jenggot Nabi.”
       Mughirah bin Syukbah mengenakan baju besi yang tampak hanya kedua matanya, Urwah bin Masud bertanya,”Siapakah dia?” “Mughirah bin Syukbah.”jawab orang di sekitar Nabi.
   Urwah bin Masud berkata,”Wahai anak nakal, bukankan aku yang membereskan urusanmu dahulu.” Mughirah pernah membunuh orang dan merampas harta mereka, Urwah bin Masud yang menggantikan tebusannya. 
         Mughirah bin Syukbah pernah membunuh orang, lalu menyatakan masuk Islam, Nabi bersabda,”Aku menerima keislamammu, tetapi harta benda yang kau bawa, harus kau tanggungjawabkan sendiri.”
     Urwah bin Masud kembali kepada kaum Quraisy,”Wahai semua orang Quraisy, aku sudah bertemu dengan para raja. Demi Allah, tidak ada yang seperti Muhammad, ketika Muhammad berwudu, semua orang berebut air sisa wudunya.”
      Urwah bin Masud melanjutkan,”Jika Muhammad memberikan perintah, semua orang berebut melaksanakan. Jika Muhammad berbicara, semua orang diam menyimaknya. Mereka tidak pernah menghunjamkan pandangan mata ke wajah Muhammad, karena penghormatannya, terimalah tawaran yang wajar tersebut.”
      Nabi mengirimkan Usman bin Affan sebagai juru runding menemui Abu Sufyan, (pemimpin Quraisy, yang sama-sama berasal dari Bani Umayah). Usman bin Affan berunding dengan Abu Sufyan, timbul isu Usman bin Affan mati dibunuh.
     Nabi melaksanakan “Baiat Ridwan” (Baiat Pohon) di bawah sebuah pohon, “Semua orang yang mengikuti baiat akan masuk surga.” Semua orang mengikutinya, kecuali satu orang munafik (Jadd bin Qais) yang bersembunyi di belakang unta
      Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 18.

۞ لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

      “Sesungguhnya Allah rida kepada orang-orang mukmin, ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Allah mengetahui yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka, dan memberikan balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”
      Usman bin Affan kembali ke rombongan Nabi, kaum Quraisy mengirim Suhail bin Amr sebagai juru runding, dan Nabi mendikte Ali bin Abi Thalib yang menuliskan “Butir-butir Perjanjian Hudaibiyah”.
      Ke-1, Umat Islam harus pulang. Tahun depan boleh umrah hanya membawa pedang disarungkan, diizinkan berada di Mekah 3 hari.
      Ke-2, Umat Islam dan kaum Quraisy sepakat berdamai tak perang selama 10 tahun.
    Ke-3, Semua orang dibolehkan memilih bergabung dengan kaum Quraisy atau  dengan Nabi Muhammad.
      Ke-4, Orang Quraisy Mekah yang melarikan diri ke Madinah harus dikembalikan ke Mekah, tetapi pengikut Nabi Muhammad yang bergabung ke Quraisy tidak akan dikembalikan kepada Nabi. 
     Pada poin keempat ini sekilas merugikan Nabi Muhammad, perjanjian yang tidak adil, apabila orang Quraisy yang melarikan diri mengikuti Nabi Muhammad, wajib dikembalikan, tetapi pengikut Nabi yang melarikan diri, tidak boleh diminta kembali.
     Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, Bani Khuzaah bergabung dengan Nabi, dan Bani Bakr bergabung dengan kaum Quraisy.
     Muncul kasus pertama, Abu Jandal bin Suhail (putra Suhail, si juru runding) tampak berjalan tertatih-tatih dengan kaki terikat mendekati tenda umat Islam.
      Suhail bin Amar berkata,”Orang ini adalah yang pertama kutuntut agar dikembalikan kepada kaum Quraisy.” Nabi menjawab, “Kami tidak akan melanggar perjanjian, sampai kapan pun.” Abu Jandal bin Suhail yang telah masuk Islam segera dikembalikan. 
      Para sahabat gelisah, mereka sulit menerima hasil perjanjian yang berat sebelah. Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Nabi, bukankah kita berada dalam kebenaran?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab melanjutkan, “Bukankah, jika kita mati akan masuk surga, sedangkan mereka masuk neraka?” “Benar,” jawab Nabi.
     Umar bin Khattab bertanya,”Bukankah engkau memberitahu kami, bahwa kita akan mendatangi Kakbah dan tawaf di sana?”  Nabi menjawab,”Ya, benar, tetapi apakah aku pernah menjanjikan untuk umrah pada tahun ini?” “Tidak,” jawab Umar. “Jika begitu, kita akan pergi ke Kakbah dan tawaf pada tahun depan,” kata Nabi.
      Abu Bakar menjawab pertanyaan Umar bin Khattab,”Wahai Umar, beliau utusan Allah, Patuhi semua perintah beliau, sampai engkau meninggal.”
       Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48, ayat 1.
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا  لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا   وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا

      “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak)”.
      Umar bin Khattab bertanya,”Wahai Rasul, apakah benar-benar sebuah kemenangan?” “Benar,” jawab Nabi. Umar bin Khattab menjadi tenang dan menyesali tindakannya, pada waktu lain Umar bin Khattab berkata,”Sejak saat itu, aku selalu memperbanyak berbuat kebaikan.”
      Penandatangan Perjanjian Hudaibiyah selesai, Nabi bersabda,”Ayo kalian berdiri, sembelihlah hewan kurban.” Tidak ada seorang pun yang berdiri. Nabi mengulanginya, tetapi tetap tidak ada yang berdiri, Nabi masuk ke ruangan Umu Salamah, istrinya.
      Nabi menceritakan semuanya, Umu Salamah berkata,”Wahai Rasul, keluarlah lakukan semuanya tanpa berkata apa pun.” Nabi menyembelih hewan kurban dan meminta seseorang memangkas rambut beliau tanpa bicara sepatah pun.
     Para sahabat mengikuti menyembelih hewan kurban dan saling bercukur bergantian. Satu ekor unta (sapi) untuk 7 orang, Nabi menyembelih unta yang pernah dimiliki Abu Jahal. 
       Pejanjian Hudaiiyah menguntungkan umat Islam karena 10 tahun ke depan tidak ada peperangan dengan kaum Quraisy, sehingga umat Islam bisa konsentrasi kepada urusan lain, meningkatkan dakwah tanpa takut gangguan kaum Quraisy.
    Terbukti selama 10 tahun, Islam berkembang pesat, Nabi berkirim surat kepada para pemimpin dunia (Raja Najashi di Habasyah, sekarang Etiopia, Afrika, Muqauqis Raja Mesir, Kisra Raja Persia, Qaishar Raja Romawi,  Al-Mundzir bin Sawa Bahrain) dan para pemimpin lainnya.
       Sepulang dari Hudaibiyah, 1.400 pasukan Islam menuju Khaibar, tempat kaum Yahudi Bani Nadhir dan Qainuqa, mereka diusir dari Madinah karena telah melanggar perjanjian,  tinggal di Khaibar, benteng Khaibar dapat dikuasai pasukan Islam.
      Bani Nadhir dan Qainuqa pernah berkhianat mengumpulkan 10.000 pasukan gabungan pada Perang Khandaq (Perang Parit) pada waktu itu umat Islam hampir musnah, karena 3.000 pasukan Islam dikepung 10.000 pasukan musuh.      
      Sepulang dari Khaibar, pasukan Islam mengalahkan banyak kelompok kecil di sekitar Madinah.
      Terjadi Perang Muktah (perang yang tidak seimbang, 3.000 pasukan Islam menghadapi 200.000 pasukan Romawi), pasukan Islam mampu menahan pasukan Romawi, sehingga banyak suku-suku Arab bergabung dengan Nabi.
     Pada tahun ke-8 Hijriah (hanya 2 tahun setelah Perjanjian Hudaibiyah), jumlah pasukan Islam meningkat menjadi 10.000 orang, mampu menaklukkan Mekah tanpa pertumpahan darah, itulah keuntungan Perjanjian Hudaibiyah.
Daftar Pustaka
1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004 
4.   Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.