Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tuesday, November 3, 2020

6331. MUKJIZAT ZAMAN DAHULU UNTUK MENARIK MANUSIA

 


MUKJIZAT ZAMAN DAHULU UNTUK  MENARIK MANUSIA

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

 

Al-Quran surah Al-Haqqah (surah ke-69) ayat 5-6.

 

      فَأَمَّا ثَمُودُ فَأُهْلِكُوا بِالطَّاغِيَةِ وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ

 

Adapun kaum Tsamud maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa. Adapun kaum Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang.

 

 

Al-Quran surah Al-Haqqah (surah ke-69) ayat 5-6 menginformasikan Allah membinasakan kaum Ad dan kaum Tsamud yang durhaka dengan gempa dahsyat dan topan sangat dingin.

 

Adanya gempa dan topan pada zaman tersebut sulit disangkal lagi.

 

Para ahli arkeologi telah membuktikan bahwa di sekitar Lembah Yordania dan Pantai Laut Merah, tempat kedua kaum itu berdomisili memang pernah terjadi peristiwa seperti yang dikisahkan dalam Al Quran.

 

 

Adanya perbedaan perlakuan Allah terhadap umat dahulu dan umat masa kini, karena perbedaan tingkat kemampuan akal manusia.

 

Para nabi terdahulu dilengkapi oleh Allah dengan mukjizat yang bersifat inderawi untuk membuktikan kebenarannya, karena akal masyarakat ketika itu membutuhkannya.

 

 

Mukjizat pada zaman dahulu tujuannya untuk membujuk mereka, seperti anak kecil yang perlu dibujuk dahulu, agar dia mau makan atau menelan obat.

 

 

Tetapi ketika manusia telah mencapai kedewasaan akalnya, bukan hanya mukjizat yang bersifat inderawi yang dihapuskan, bahkan tidak perlu adanya Nabi lagi.

 

 

 

Petunjuk dalam Al-Quran bersifat umum, karena akal manusia dinilai telah mampu memperhatikan dan mempelajari petunjuk untuk menemukan kebenaran dan kebahagiaan sejati.

 

Perkembangan pemikiran manusia:

 

 

1)  Menafsirkan gejala alam dengan mengaitkan secara langsung kepada Tuhan, dan inilah contoh budaya mereka.

 

2)  Penafsiran metafisika.

 

3)  Penafsiran ilmiah.

 

Sangat beralasan jika tahap awal, Tuhan menunjukkan wujud-Nya dengan hal yang terjangkau pemikiran manusia pada zamannya.

 

Zaman sekarang masa kedewasaan akal manusia.

 

Tuhan tidak lagi memperlakukan manusia seperti zaman dahulu.

 

 

 

Kedewasaaan akal manusia telah sampai kepada kesimpulan bahwa pasti ada hukum yang mengatur fenomena alam.

 

Pada zaman sekarang, kebudayaan tetap dibutuhkan manusia.

 

Kenyataan menunjukkan putra-putri milenial merasa ada “sesuatu” yang kurang dalam kehidupan mereka, jika hanya mengandalkan ilmu pengetahuan saja.

 

 

Kekurangan itu perlu diisi sastra, seni, musik, kebatinan, dan tasawuf.

 

Hal itu menunjukkan penafsiran ilmiah semata tidak cukup.

 

 

Manusia butuh sesuatu yang berkaitan dengan jiwanya.

 

Manusia butuh iman, meskipun iman tidak dapat mengambil posisi ilmu pengetahuan yang memperkenalkan fenomena alam dan hukumnya.

 

 

Manusia harus beriman kepada Allah, sambil meyakini adanya hukum alam yang ditetapkan oleh Allah.

 

Ketetapan Allah bersifat pasti dan tidak berubah.

 

Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat 62.

 

   سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا

 

 

    Sebagai sunah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.

 

 

Para ulama punya semboyan:

 

1)  Iman yang didampingi ilmu akan menghindarkan jiwa manusia dari pencemaran dan takhayul.

 

2)  Ilmu tanpa budaya akan membuat hidup manusia menjadi gersang.

 

 

3)  Ilmu tanpa iman adalah senjata berbahaya yang dipegang para penjahat.

 

 

Daftar Pustaka

1.  Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   

2.  Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.

3.  Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4.  Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

5.  Tafsirq.com online

 

6330. ARTI BUDAYA SUNGKEM

 


ARTI BUDAYA SUNGKEM

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.





Asal mula halal bihalal


Budayawan Dr Umar Khayam menyatakan tradisi Lebaran adalah terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam.

 

Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Tradisi Lebaran meluas ke seluruh  Indonesia, dan melibatkan penduduk  berbagai pemeluk agama.

 

 

Di negara Islam Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melakukan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan.

 

Yang ada beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.

Menurut ajaran Islam, saling memaafkan  tidak ditetapkan waktunya setelah selesai puasa Ramadan.

 

Kapan saja setelah merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf.

 

Allah lebih menghargai orang yang memberi maaf kepada orang lain.

 

Al-Quran surah Ali Imran (aurah ke-3) ayat 133-134.

 


۞ وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ


Dan bersegera kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.




 

 

Budaya sungkem


Dalam budaya Jawa, sungkem kepada orang lebih tua adalah  perbuatan terpuji.

 

Sungkem bukan simbol kerendahan derajat, tapi justru menunjukkan perilaku utama.

 

Tujuan sungkem.

 

1.       Lambang penghormatan.

 

2.       Permohonan maaf atau “nyuwun ngapura”.

 

Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa Arab “ghafura”.



Para ulama di Jawa ingin mewujudkan tujuan puasa Ramadan.

 

Selain meningkatkan iman dan takwa, juga agar dosanya diampuni Allah.

 

Orang berdosa kepada Allah bisa langsung mohon pengampunan kepada-Nya.

 

Tetapi, apakah semua dosanya bisa terhapus jika dia masih bersalah kepada orang orang lain yang dia belum minta maaf kepada mereka?



Para ulama punya ide di hari Lebaran itu orang perlu saling memaafkan kesalahan masing-masing.

 

Kemudian dilakukan secara kolektif dalam bentuk halal bihalal.

 

Disebut Lebaran, karena puasa telah lebar (selesai), dan dosa-dosanya telah lebur (terhapus).



Tradisi Lebaran dan halal bihalal adalah  perpaduan budaya Jawa dan Islam.




Sejarah halal bihalal


Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi.

 

Menurut sumber Keraton Surakarta, tradisi halal bihalal dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.

 

Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.

 

Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.

Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa ditiru organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal.

 

lnstansi pemerintah dan swasta mengadakan halal bihalal yang diikuti  warga masyarakat berbagai agama.



Halal bihalal berfungsi sebagai media pertemuan segenap warga masyarakat.

 

Dengan adanya acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab penuh kekeluargaan.



Halal bihalal punya efek positif bagi kerukunan warga masyarakat.

 

Tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan.

 


Makna Idul Fitri



Ada 3 pengertian Idul Fitri.

 

1.               Kembali kepada kesucian.

 

2.               Kembali kepada fitrah.

 

3.               Kembali makan dan minum seperti biasa.

 

Di kalangan ulama ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian.

 

Selama bulan Ramadan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan rohaninya dengan harapan dosanya diampuni oleh Allah.

 

Masuk Lebaran mereka menjadi suci lahir dan batin.



Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah atau naluri religius.

 

Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183 menjelaskan tujuan puasa agar menjadi orang takwa.

 

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


 

Hai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa seperti diwajibkan atas orang-orang sebelum mu agar kamu bertakwa.




 



Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali diperbolehkan lagi makan dan minum siang hari seperti biasa.

 

Dalam bahasa Arab, pengertian ketiga  dianggap paling tepat.



Disimpulkan memasuki Idul Fitri, umat Islam diharapkan suci lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya.

 

Salah satu ciri manusia religius adalah peduli nasib kaum yang sengsara.

 

Dalam Surat Al-Ma’un ayat 1 -3 disebutkan, adalah dusta belaka kalau ada orang mengaku beragama tetapi tidak mempedulikan nasib anak yatim.

 

Penyebutan anak yatim adalah representasi kaum sengsara.



Umat Islam yang mampu wajib memberi zakat fitrah kepada kaum fakir miskin.

 

Pemberian zakat itu paling lambat sebelum salat Idul Fitri.

 

Agar umat Islam bergembira merayakan Idul Fitri.

 

Jangan ada orang miskin yang sedih karena tidak ada yang dimakan.



Agama Islam sangat menekankan harmonisnya hubungan kaya dan miskin.

Orang kaya wajib mengeluarkan zakat mal (harta), untuk dibagikan kepada 8 asnaf (kelompok), di antaranya fakir miskin.



Idul Fitri adalah  puncak pendidikan mental selama 1 bulan untuk mewujudkan  manusia suci lahir batin, punya kualitas keberagamaan tinggi, dan menjaga hubungan sosial harmonis.

 

(Sumber internet)

6129. SEJARAH MUNCULNYA HALAL BIHALAL



 SEJARAH MUNCULNYA HALAL BIHALAL

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.





Asal mula halal bihalal


Budayawan Dr Umar Khayam menyatakan tradisi Lebaran adalah terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam.

 

Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Tradisi Lebaran meluas ke seluruh  Indonesia, dan melibatkan penduduk  berbagai pemeluk agama.

 

 

Di negara Islam Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melakukan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan.

 

Yang ada beberapa orang secara sporadis berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.

Menurut ajaran Islam, saling memaafkan  tidak ditetapkan waktunya setelah selesai puasa Ramadan.

 

Kapan saja setelah merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf.

 

Allah lebih menghargai orang yang memberi maaf kepada orang lain.

 

Al-Quran surah Ali Imran (aurah ke-3) ayat 133-134.

 


۞ وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ


Dan bersegera kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.




 

 

Budaya sungkem


Dalam budaya Jawa, sungkem kepada orang lebih tua adalah  perbuatan terpuji.

 

Sungkem bukan simbol kerendahan derajat, tapi justru menunjukkan perilaku utama.

 

Tujuan sungkem.

 

1.       Lambang penghormatan.

 

2.       Permohonan maaf atau “nyuwun ngapura”.

 

Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa Arab “ghafura”.



Para ulama di Jawa ingin mewujudkan tujuan puasa Ramadan.

 

Selain meningkatkan iman dan takwa, juga agar dosanya diampuni Allah.

 

Orang berdosa kepada Allah bisa langsung mohon pengampunan kepada-Nya.

 

Tetapi, apakah semua dosanya bisa terhapus jika dia masih bersalah kepada orang orang lain yang dia belum minta maaf kepada mereka?



Para ulama punya ide di hari Lebaran itu orang perlu saling memaafkan kesalahan masing-masing.

 

Kemudian dilakukan secara kolektif dalam bentuk halal bihalal.

 

Disebut Lebaran, karena puasa telah lebar (selesai), dan dosa-dosanya telah lebur (terhapus).



Tradisi Lebaran dan halal bihalal adalah  perpaduan budaya Jawa dan Islam.




Sejarah halal bihalal


Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi.

 

Menurut sumber Keraton Surakarta, tradisi halal bihalal dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.

 

Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.

 

Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.

Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa ditiru organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal.

 

lnstansi pemerintah dan swasta mengadakan halal bihalal yang diikuti  warga masyarakat berbagai agama.



Halal bihalal berfungsi sebagai media pertemuan segenap warga masyarakat.

 

Dengan adanya acara saling memaafkan, maka hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab penuh kekeluargaan.



Halal bihalal punya efek positif bagi kerukunan warga masyarakat.

 

Tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan dikembangkan.

 


Makna Idul Fitri



Ada 3 pengertian Idul Fitri.

 

1.               Kembali kepada kesucian.

 

2.               Kembali kepada fitrah.

 

3.               Kembali makan dan minum seperti biasa.

 

Di kalangan ulama ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian.

 

Selama bulan Ramadan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan rohaninya dengan harapan dosanya diampuni oleh Allah.

 

Masuk Lebaran mereka menjadi suci lahir dan batin.



Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah atau naluri religius.

 

Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183 menjelaskan tujuan puasa agar menjadi orang takwa.

 

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


 

Hai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa seperti diwajibkan atas orang-orang sebelum mu agar kamu bertakwa.




 



Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali diperbolehkan lagi makan dan minum siang hari seperti biasa.

 

Dalam bahasa Arab, pengertian ketiga  dianggap paling tepat.



Disimpulkan memasuki Idul Fitri, umat Islam diharapkan suci lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya.

 

Salah satu ciri manusia religius adalah peduli nasib kaum yang sengsara.

 

Dalam Surat Al-Ma’un ayat 1 -3 disebutkan, adalah dusta belaka kalau ada orang mengaku beragama tetapi tidak mempedulikan nasib anak yatim.

 

Penyebutan anak yatim adalah representasi kaum sengsara.



Umat Islam yang mampu wajib memberi zakat fitrah kepada kaum fakir miskin.

 

Pemberian zakat itu paling lambat sebelum salat Idul Fitri.

 

Agar umat Islam bergembira merayakan Idul Fitri.

 

Jangan ada orang miskin yang sedih karena tidak ada yang dimakan.



Agama Islam sangat menekankan harmonisnya hubungan kaya dan miskin.

Orang kaya wajib mengeluarkan zakat mal (harta), untuk dibagikan kepada 8 asnaf (kelompok), di antaranya fakir miskin.



Idul Fitri adalah  puncak pendidikan mental selama 1 bulan untuk mewujudkan  manusia suci lahir batin, punya kualitas keberagamaan tinggi, dan menjaga hubungan sosial harmonis.

 

(Sumber internet)