Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Monday, July 31, 2017

158. PECAH

MENGAPA UMAT ISLAM TERPECAH BELAH?
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Semua umat Islam mengikuti Al-Quran yang sama, tetapi mengapa terdapat aliran dan beberapa pemikiran yang berbeda? Dr. Zakir Naik mencoba menjelaskannya.
      Pertama, Al-Quran memerintahkan semua umat Islam bersatu. Jangan bercerai berai. Semua umat Islam wajib bersatu. Saat ini umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa kelompok.
       Kejadian ini bukan disebabkan ajaran Islam. Karena Islam ingin menyatukan semua para pengikutnya. Islam melarang berpecah belah.
      Al-Quran surah Ali Imran. Surah ke-3  ayat 103. “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, Allah mempersatukan hatimu, karena nikmat Allah kamu menjadi orang-orang yang bersaudara. Kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu. Allah menerangkan ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
      Ayat Al-Quran ini memerintahkan seluruh umat Islam bersatu di jalan Allah dan melarang berpecah belah.    
      Barangsiapa melepaskan diri atau mengambil jalan lain selain jalan Allah, maka dia yang memisahkan diri dari jamaah umat Islam dan berarti dia yang menyebabkan terjadinya perpecahan.
      Al-Quran surah An-Nisa. Surah ke-4 ayat 59. “Wahai orang-orang yang beriman, taati Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
      Allah menyerukan kepada orang beriman untuk menaati Allah, Rasul, dan ulil amri. Ulil amri ialah pemegang kekuasaan atau pemimpin mereka sebagai wujud keimanan kepada Allah dan hari akhir. 
     Al-Quran surah Al-An’am. Surah ke-6 ayat 159. “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggungjawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”
      Ketika ada orang bertanya kepada seorang Islam,“Siapakah Anda?”. Jawaban yang umum adalah “Saya seorang Suni,” atau “Saya seorang Syiah”. Beberapa orang menyebut diri sendiri sebagai pengkut 4 mazhab terbesar. “Saya  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali”.
     Nabi Muhammad seorang muslim. “Muslim” bermakna “orang yang berserah diri kepada Allah”. Ketika ada yang bertanya,”Siapakah Nabi Muhammad? Apakah beliau seorang Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali?” Jawabnya, “Nabi Muhammad  seorang muslim”. Sebagaimana semua Nabi dan Rasul Allah sebelumnya.
      Al-Quran menyatakan Nabi Isa seorang muslim.  Muslim artinya seorang yang berserah diri kepada Allah.
      Al-Quran surah Ali Imran. Surah ke-3 ayat 52-53. “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel) berkatalah dia,”Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab,”Kami penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikan sesungguhnya kami orang-orang yang berserah diri (muslim).”
      “Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul, Masukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)”.
      Al-Quran menjelaskan Nabi Ibrahim seorang muslim. Muslim artinya seorang yang berserah diri kepada Allah. Nabi Ibrahim bukan seorang Yahudi atau Nasrani.
     Al-Quran surah Ali Imran. Surah ke-3 ayat 67. “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.”
      Jika seseorang bertanya kepada orang Islam, maka dia harus menjawab “Saya orang Islam” atau “Saya seorang Muslim”. Bukan menjawab, “Saya  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali”.
      Al-Quran surat Fusilat. Surah ke-41 ayat 33. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata,”Sesungguhnya aku termasuk orang muslim, yaitu orang yang berserah diri?"
         Nabi Muhammad mengirim surat kepada para raja non-Islam dan para penguasa mengajak mereka masuk Islam. Dalam surat tersebut, Nabi menyebutkan Al-Quran surah Ali Imran ayat 64.
      “Katakan, Wahai Ahli Kitab, mari (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakan kepada mereka, “Saksikan, kami adalah orang muslim, yaitu orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
      Semua umat Islam harus menghormati semua ulama besar Islam. Umat Islam  harus menghormati semua kiai dan ulama besar Islam, termasuk empat Imam mazhab. Yaitu Imam  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali. Semoga Allah merahmati mereka.
      Mereka semuanya ulama besar. Semoga Allah membalas segala amal baik dan kerja keras penelitian mereka. Kita boleh mengikuti pendapat dan riset yang dilakukan Imam  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali. 
     Tetapi, jika dihadapkan pada pertanyaan,“Siapakah Anda?” Jawaban yang semestinya, “Saya seorang muslim” atau, “Saya orang Islam”.
      Nabi bersabda,”Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan”. Nabi memprediksi terpecahnya umat menjadi 73 golongan. Nabi tidak menyebutkan umat Islam harus membagi dirinya menjadi 73 golongan.
      Nabi bersabda, “Umatku akan terbagi menjadi 73 golongan, kesemuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan”. Sahabat bertanya, “Golongan manakah yang masuk surga?” Nabi menjawab, “Golongan yang mematuhi Allah dan Rasul-Nya”.
     Ulil Absar Abdalla berpendapat perpecahan dalam agama dimulai dari masalah politik. Para pemimpin politik berebut jumlah pemilih. Para tokoh politik ingin menambah jumlah anggotanya. Untuk kepentingan pemilihan umum.
      Para pemimpin politik ingin merebut “harta, tahta, dan wanita” menggunakan aneka cara. Kadang kala mereka “menghalalkan” segala cara.
      Sebaiknya para pemimpin kelompok Islam pada tingkatan apa pun. Para pemimpin umat Islam, di mana pun mereka berada. Mereka harus saling melengkapi untuk menyebarkan kemuliaan Islam ke seluruh penjuru dunia.
     Sebaiknya sesama umat Islam jangan saling menyindir, menghina, dan merendahkan. Jangan saling “mengafirkan”, dan jangan “membid’ahkan” sesama Islam. Jangan gampang diadu domba. Sesama umat Islam harus rukun.
    Tidak ada manusia sempurna. Tidak ada kelompok yang sempurna. Tidak ada golongan yang sempurna. Mereka harus saling melengkapi.
      Semua umat Islam harus saling “menyempurnakan” dan menutupi “kekurangan” lainnya, guna menyebarkan kemuliaan Islam ke seluruh penjuru dunia. Semoga kita semua bisa mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Amin.
Daftar Pustaka.
1. Naik, Zakir Abdul Karim. “Answer to non-muslim common question about Islam”. Jawaban Berbagai Pertanyaan Mengenai Islam.

158. PECAH

MENGAPA UMAT ISLAM TERPECAH BELAH?
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Semua umat Islam mengikuti Al-Quran yang sama, tetapi mengapa terdapat aliran dan beberapa pemikiran yang berbeda? Dr. Zakir Naik mencoba menjelaskannya.
      Pertama, Al-Quran memerintahkan semua umat Islam bersatu. Jangan bercerai berai. Semua umat Islam wajib bersatu. Saat ini umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa kelompok.
       Kejadian ini bukan disebabkan ajaran Islam. Karena Islam ingin menyatukan semua para pengikutnya. Islam melarang berpecah belah.
      Al-Quran surah Ali Imran. Surah ke-3  ayat 103. “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, Allah mempersatukan hatimu, karena nikmat Allah kamu menjadi orang-orang yang bersaudara. Kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu. Allah menerangkan ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
      Ayat Al-Quran ini memerintahkan seluruh umat Islam bersatu di jalan Allah dan melarang berpecah belah.    
      Barangsiapa melepaskan diri atau mengambil jalan lain selain jalan Allah, maka dia yang memisahkan diri dari jamaah umat Islam dan berarti dia yang menyebabkan terjadinya perpecahan.
      Al-Quran surah An-Nisa. Surah ke-4 ayat 59. “Wahai orang-orang yang beriman, taati Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
      Allah menyerukan kepada orang beriman untuk menaati Allah, Rasul, dan ulil amri. Ulil amri ialah pemegang kekuasaan atau pemimpin mereka sebagai wujud keimanan kepada Allah dan hari akhir. 
     Al-Quran surah Al-An’am. Surah ke-6 ayat 159. “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggungjawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”
      Ketika ada orang bertanya kepada seorang Islam,“Siapakah Anda?”. Jawaban yang umum adalah “Saya seorang Suni,” atau “Saya seorang Syiah”. Beberapa orang menyebut diri sendiri sebagai pengkut 4 mazhab terbesar. “Saya  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali”.
     Nabi Muhammad seorang muslim. “Muslim” bermakna “orang yang berserah diri kepada Allah”. Ketika ada yang bertanya,”Siapakah Nabi Muhammad? Apakah beliau seorang Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali?” Jawabnya, “Nabi Muhammad  seorang muslim”. Sebagaimana semua Nabi dan Rasul Allah sebelumnya.
      Al-Quran menyatakan Nabi Isa seorang muslim.  Muslim artinya seorang yang berserah diri kepada Allah.
      Al-Quran surah Ali Imran. Surah ke-3 ayat 52-53. “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel) berkatalah dia,”Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab,”Kami penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikan sesungguhnya kami orang-orang yang berserah diri (muslim).”
      “Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul, Masukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)”.
      Al-Quran menjelaskan Nabi Ibrahim seorang muslim. Muslim artinya seorang yang berserah diri kepada Allah. Nabi Ibrahim bukan seorang Yahudi atau Nasrani.
     Al-Quran surah Ali Imran. Surah ke-3 ayat 67. “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.”
      Jika seseorang bertanya kepada orang Islam, maka dia harus menjawab “Saya orang Islam” atau “Saya seorang Muslim”. Bukan menjawab, “Saya  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali”.
      Al-Quran surat Fusilat. Surah ke-41 ayat 33. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata,”Sesungguhnya aku termasuk orang muslim, yaitu orang yang berserah diri?"
         Nabi Muhammad mengirim surat kepada para raja non-Islam dan para penguasa mengajak mereka masuk Islam. Dalam surat tersebut, Nabi menyebutkan Al-Quran surah Ali Imran ayat 64.
      “Katakan, Wahai Ahli Kitab, mari (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakan kepada mereka, “Saksikan, kami adalah orang muslim, yaitu orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
      Semua umat Islam harus menghormati semua ulama besar Islam. Umat Islam  harus menghormati semua kiai dan ulama besar Islam, termasuk empat Imam mazhab. Yaitu Imam  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali. Semoga Allah merahmati mereka.
      Mereka semuanya ulama besar. Semoga Allah membalas segala amal baik dan kerja keras penelitian mereka. Kita boleh mengikuti pendapat dan riset yang dilakukan Imam  Hanafi, Maliki, Syafii, atau Hambali. 
     Tetapi, jika dihadapkan pada pertanyaan,“Siapakah Anda?” Jawaban yang semestinya, “Saya seorang muslim” atau, “Saya orang Islam”.
      Nabi bersabda,”Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan”. Nabi memprediksi terpecahnya umat menjadi 73 golongan. Nabi tidak menyebutkan umat Islam harus membagi dirinya menjadi 73 golongan.
      Nabi bersabda, “Umatku akan terbagi menjadi 73 golongan, kesemuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan”. Sahabat bertanya, “Golongan manakah yang masuk surga?” Nabi menjawab, “Golongan yang mematuhi Allah dan Rasul-Nya”.
     Ulil Absar Abdalla berpendapat perpecahan dalam agama dimulai dari masalah politik. Para pemimpin politik berebut jumlah pemilih. Para tokoh politik ingin menambah jumlah anggotanya. Untuk kepentingan pemilihan umum.
      Para pemimpin politik ingin merebut “harta, tahta, dan wanita” menggunakan aneka cara. Kadang kala mereka “menghalalkan” segala cara.
      Sebaiknya para pemimpin kelompok Islam pada tingkatan apa pun. Para pemimpin umat Islam, di mana pun mereka berada. Mereka harus saling melengkapi untuk menyebarkan kemuliaan Islam ke seluruh penjuru dunia.
     Sebaiknya sesama umat Islam jangan saling menyindir, menghina, dan merendahkan. Jangan saling “mengafirkan”, dan jangan “membid’ahkan” sesama Islam. Jangan gampang diadu domba. Sesama umat Islam harus rukun.
    Tidak ada manusia sempurna. Tidak ada kelompok yang sempurna. Tidak ada golongan yang sempurna. Mereka harus saling melengkapi.
      Semua umat Islam harus saling “menyempurnakan” dan menutupi “kekurangan” lainnya, guna menyebarkan kemuliaan Islam ke seluruh penjuru dunia. Semoga kita semua bisa mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Amin.
Daftar Pustaka.
1. Naik, Zakir Abdul Karim. “Answer to non-muslim common question about Islam”. Jawaban Berbagai Pertanyaan Mengenai Islam.

Sunday, July 30, 2017

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

157. GLOBAL

TAFSIR AL-QURAN DALAM ERA GLOBAL
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi? Profesor Quraish Shihab menjelaskan perkembangan Tafsir Al-Quran dalam Era Globalisasi.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Globalisasi merupakan proses masuknya ke seluruh dunia. Mengglobal berarti meluas ke seluruh dunia.
     Para ulama berpendapat dalam setiap wilayah, kawasan, atau lokasi terdapat  corak dan bentuk yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut penduduk kawasan tersebut.
    Sehingga pemahaman penduduk suatu daerah terhadap Islam pasti dipengaruhi budaya masyarakat setempat. Kalau pendapat ini diterima, berarti Islam di Indonesia dapat berbeda dengan Islam di negara lain, karena perbedaan budaya dan peradaban.
      Dari satu sisi, kondisi di atas ada benarnya diperkuat dengan kenyataan yang berkaitan dengan Al-Quran yang diyakini berdialog dengan seluruh umat manusia sepanjang masa.
     Pemahaman manusia, termasuk terhadap Al-Quran, akan dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakatnya. Dalam Al-Quran sendiri terdapat perbedaan, karena perbedaan masyarakat yang dijumpainya.
      Hal ini dibuktikan dengan adanya “Al-Ahruf Al-Sab'ah” atau “tujuh macam bacaan huruf” Al-Quran. Sebagian ulama membolehkan adanya perbedaan bahasa atau dialek yang dibenarkan karena kesulitan suku masyarakat tertentu dalam membacanya.
       Demikian juga terdapat perbedaan “qiraat” yang dikenal luas saat ini. Tetapi, jangan menonjolkan perbedaannya. Akhirnya, bisa memunculkan “Tafsir Al-Quran  Indonesia”, “Tafsir Al-Quran Mesir”, dan kawasan lainnya.
      Masih banyak persamaan dalam pandangan hidup sesama umat Islam, misalnya persamaan dalam  akidah, syariah, dan akhlak, yang tentunya harus memengaruhi pemikiran umat Islam sehingga dapat melahirkan persamaan pandangan dalam banyak bidang.
       Sekarang ini, semua umat manusia hidup dalam era informasi dan globalisasi, yang menjadikan dunia kita semakin menyempit dan penduduknya saling memengaruhi.
      Memang benar, setiap masyarakat memiliki ciri khusus. Sebagian ulama berpendapat ciri khusus masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Plural berarti masyarakat jamak, lebih dari satu suku dan agama.
      Tetapi, hal ini bukan merupakan ciri khas Indonesia. Masyarakat Mesir, Syria, India dan negara lainnya, juga merupakan masyarakat plural. Manusia dari berbagai suku, etnis, dan agama hidup berdampingan dengan segala suka-dukanya.
       Semua umat Islam wajib “membumikan” Al-Quran. Berusaha  menjadikan Al-Quran menyentuh realitas kehidupan.
     Semua umat Islam wajib menjaga dan memelihara Al-Quran. Salah satu bentuknya dengan memfungsikan Al-Quran dalam kehidupan masa kini.
      Yakni dengan memberikan tafsiran dan interpretasi Al-Quran sesuai kondisi dan situasi. Tanpa mengorbankan teks Al-Quran dan tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat. 
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

156. KOSA

TAFSIR AL-QURAN DAN PEMILIHAN KOSAKATA
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan hubungan antara Tafsir Al-Quran dan Pemilihan Kosakata? ? Profesor Quraish Shihab menjelaskan Hubungan Tafsir Al-Quran dengan Pemilihan Kosakata.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Kosakata adalah perbendaharaan kata.
      Kata merupakan unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.
      Al-Quran menggunakan kosakata yang digunakan oleh orang Arab pada zaman Nabi Muhammad, tetapi pengertian kosakata tersebut tidak selalu sama dengan pengertian yang populer di kalangan mereka.
      Al-Quran menggunakan kosakata tersebut, tetapi bukan dalam bidang semantik yang mereka kenal. Semantik adalah pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata.
       Perkembangan bahasa Arab memberikan pengertian baru untuk  kosakata yang digunakan dalam Al-Quran. Seorang mufasir tidak bebas memilih pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosakata pada masa pra-Islam, atau yang kemudian berkembang.
      Mufasir ialah orang yang menerangkan makna atau maksud ayat Al-Quran. Mufasir merupakan orang yang ahli dalam penafsiran.
       Seorang mufasir harus memperhatikan struktur dan kaidah kebahasaan serta konteks pembicaraan ayat, juga harus memperhatikan penggunaan Al-Quran terhadap setiap kosakata, dan mendahulukannya dalam memahami kosa kata tersebut daripada pengertian yang dikenal pada masa pra-Islam.
     Secara umum para mufasir tidak boleh menggunakan pengertian baru yang berkembang kemudian.
      Apabila tidak ditemukan pengertian khusus untuk satu kosakata atau terdapat petunjuk yang menjelaskan ayat Al-Quran, maka para mufasir bebas memilih arti yang dimungkinkan.
      Misalnya, kata “alaq” dalam wahyu pertama. Al-Quran surah Al-Alaq, surah ke-96 ayat 2. “Allah telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
       Kata “Alaq” mempunyai banyak arti, antara lain: segumpal darah, sejenis cacing lintah, sesuatu yang berdempet dan bergantung, kebergantungan, dan sebagainya.
     Seorang mufasir mempunyai kebebasan untuk memilih salah satu kosakata dari arti tersebut, dengan menampilkan alasannya.
      Perbedaan pendapat para mufasir karena pemilihan kosakata atau arti tersebut harus ditoleransi dan ditampung, selama dikemukakan dalam batas tanggung jawab dan kesadaran. Para mufasir tetap memperoleh pahala dari Allah, meskipun pada akhirnya pendapat tersebut terbukti keliru.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

156. KOSA

TAFSIR AL-QURAN DAN PEMILIHAN KOSAKATA
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan hubungan antara Tafsir Al-Quran dan Pemilihan Kosakata? ? Profesor Quraish Shihab menjelaskan Hubungan Tafsir Al-Quran dengan Pemilihan Kosakata.
      Tafsir merupakan keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Kosakata adalah perbendaharaan kata.
      Kata merupakan unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.
      Al-Quran menggunakan kosakata yang digunakan oleh orang Arab pada zaman Nabi Muhammad, tetapi pengertian kosakata tersebut tidak selalu sama dengan pengertian yang populer di kalangan mereka.
      Al-Quran menggunakan kosakata tersebut, tetapi bukan dalam bidang semantik yang mereka kenal. Semantik adalah pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata.
       Perkembangan bahasa Arab memberikan pengertian baru untuk  kosakata yang digunakan dalam Al-Quran. Seorang mufasir tidak bebas memilih pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosakata pada masa pra-Islam, atau yang kemudian berkembang.
      Mufasir ialah orang yang menerangkan makna atau maksud ayat Al-Quran. Mufasir merupakan orang yang ahli dalam penafsiran.
       Seorang mufasir harus memperhatikan struktur dan kaidah kebahasaan serta konteks pembicaraan ayat, juga harus memperhatikan penggunaan Al-Quran terhadap setiap kosakata, dan mendahulukannya dalam memahami kosa kata tersebut daripada pengertian yang dikenal pada masa pra-Islam.
     Secara umum para mufasir tidak boleh menggunakan pengertian baru yang berkembang kemudian.
      Apabila tidak ditemukan pengertian khusus untuk satu kosakata atau terdapat petunjuk yang menjelaskan ayat Al-Quran, maka para mufasir bebas memilih arti yang dimungkinkan.
      Misalnya, kata “alaq” dalam wahyu pertama. Al-Quran surah Al-Alaq, surah ke-96 ayat 2. “Allah telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
       Kata “Alaq” mempunyai banyak arti, antara lain: segumpal darah, sejenis cacing lintah, sesuatu yang berdempet dan bergantung, kebergantungan, dan sebagainya.
     Seorang mufasir mempunyai kebebasan untuk memilih salah satu kosakata dari arti tersebut, dengan menampilkan alasannya.
      Perbedaan pendapat para mufasir karena pemilihan kosakata atau arti tersebut harus ditoleransi dan ditampung, selama dikemukakan dalam batas tanggung jawab dan kesadaran. Para mufasir tetap memperoleh pahala dari Allah, meskipun pada akhirnya pendapat tersebut terbukti keliru.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.